Efek Perihe, Dan Larangan Dalam Budaya Perihe Juga Berlaku Terhadap Alam

Efek Perihe, dan Larangan dalam Budaya Perihe Juga Berlaku Terhadap Alam

Budaya perihe itu berpengaruh pada penampilan yang tidak menonjol penduduk Enggano umurnnya. Mereka cenderung ber-pakaian sewajarnya. Budaya itu juga ber-pengaruh pada kebiasaan makan, yang cuma dijalankan di dalam rumah. Tidak ada warung makan di Pulau Enggano alasannya orang cenderung takut terkena efek perihe jikalau makan di daerah lazim.

Larangan dalam Budaya Perihe

Larangan dalam budaya perihe juga berlaku terhadap alam. Orang tidak diperbolehkan untuk buang air kecil secara asal pilih, terutama di dekat sumber-sumber air. Jika larangan itu dilanggar, demikian Dihuit Alfaret, tetua Pulau Enggano, kemaluan orang yang melanggar akan menjadi infeksi dan tidak dapat digunakan untuk buang air kecil lagi.

Penebangan liar dan perusakan hutan juga tidak diijinkan. Menurut Alfaret, larangan itu dimaksudkan biar orang tidak sembarang pilih mengotori dan merusak alam sehingga orang lain dirugikan. Kemampuan untuk me-merihe orang lain dimiliki oleh belum dewasa Pulau Enggano semenjak mereka lahir. Kemampuan itu yaitu bakat warisan yang tidak mampu dipelajari oleh semua orang. Uniknya, kesanggupan itu akan hilang dengan sendirinya jikalau sang pemilik berada di luar Pulau Enggano. Menurut akidah penduduk Pulau Enggano, kemampuan perihe paling kuat dimiliki oleh anggota suku Kaohoa. Sangat kuatnya kesanggupan itu, efek perihe mampu terkena pada orang yang menarik minatanggota suku Kaohoa.

‘Tidak perlu berbuat salah untuk terkena perihe dari suku Kaohoa. Jika mereka senang mel:hat orang gendut atau keriting, setiap orang gendut atau keriting pasti akan mudah terkena imbas perihe jika berada di bersahabat orang-orang Suku Kaohoa,’ tutur Era Kauno, masyarakatDesa Meok.

Efek Perihe

Efek perihe tidak dikerahkan oleh sang pemilik, namun timbul dengan sendirinya. Bahkan, bayi juga dapat terkena perihe sehingga dia tidur jauh lebih usang dari umumnya. Fenomena perihe tidak mampu dijelaskan dengan logika biasa alasannya dapat perihal siapa pun secara acak, termasuk sesama pemilik kemampuan perihe. Namun, penduduk Pulau Enggano memaknai perihe selaku batasan bagi egoisme seseorang agar tidak terus ditonjolkan dan merugikan alam ataupun kepada sesama insan. Perrhejuga menjadi alat efektif bagi orang bau tanah untuk mendidik belum dewasa mereka hidup dalam etika. ‘Awas kena perthe,” seru para orang tua, bila belum dewasa mereka membandel saat dinasihati…. (eca) 
Sumber: Kompas, Senin, 15 Agustus 2005 

  Efek Negatif Media Sosial Kepada Wanita