Oleh: Jaharuddin Hannover – Germany
Beberapa hari ini, isu tentang PKS dimedia kembali menghangat, lanjutan dari episode sinetron kasus LHI, kian menarik alasannya salah seorang artis dipaksakan untuk dikaitkan, risikonya semakin seksi untuk dikomentari. Saya mengikuti gosip lewat media online, dan juga ikut membaca beberapa komentar dibawahnya, pro dan kontra muncul, bahkan ada yang berkomentar bahwa perlu diwaspadai PKS melaksanakan basuh otak terhadap kader-kadernya, alasannya kader-kader PKS diduga semakin militan dikala pimpinannya ditangkap dan dizhalimi.
Entah mengapa, saya agak terganggu dengan frasa “cuci otak” ini, padahal aku bukan siapa-siapanya PKS, bukan pengurus PKS, cuma simpatik berat dengan PKS, sebab kader-kadernya sejak awal kuliah membina saya. Saya mendapatkan pencerahan dan faedah yang sungguh besar, saat Allah mempertemukan saya dengan para kader PKS. Semoga saya dan keluarga bisa istiqomah, berjuang dalam barisan orang-orang yang memprioritaskan Cinta, Kerja dan Harmoni ini. Amin ya robbil alamin.
Nah, pertanyaan berikutnya yaitu, apakah aku dan keluarga mencicipi otak aku dicuci oleh kader-kader PKS, sehingga buta mata hati dan anggapan serta membela membabi buta saat PKS dipojokkan, pimpinannya ditangkap, dibully dimedia, dan seterusnya.
Untuk menjawabnya, izinkan aku bercerita pengalaman aku dengan kader-kader PKS wabil khusus pertemuan-pertemuan aku dengan pengajian-pengajian dan program-acara yang diadakan oleh kader-kader PKS. Sejak awal kuliah, aku ikut proses pembinaan yang diadakan berkala setiap pekan, sesekali diadakan Dauroh (pembinaan) dengan aneka macam tema, dan juga dilibatkan dalam mengelola beberapa aktivitas dakwah, Saat itu belum ada partai.
Begitu telatennya mereka membina kami, setiap pekan dihadiri, diberi aba-aba, dibantu kuliahnya, dibantu mencarikan rumah, dibantu dalam segala persoalan, bahkan jika duit kiriman dari orang tua terhambat, hal ini juga mampu dikonsultasikan ke murobbi (pembina).
Saya punya pengalaman unik, murobbi saya pernah mengunjungi saya ke kost-kostan pada jam sholat shubuh (sebenarnya dia baru pulang dari masjid sholat shubuh berjama’ah), padahal rumahnya berlawanan arah dengan rumah aku dari masjid. Sepertinya ia tidak menyaksikan saya sholat shubuh berjama’ah di masjid, maka beliau mengevaluasi saya ke tempat tinggal. dan apa yang terjadi?…saya gelagapan, alasannya adalah masih tertidur, jadi belum sholat shubuh…:) 🙁
Begitulah, salah satu cara mereka dalam membina kami, semoga kami sholat shubuh berjama’ah di masjid, atau paling tidak sholat diawal waktu, dengan cara yang tepat mengajak kami untuk melakukan amal sholeh. Ada pula program tahajud call, dimana sekitar jam 02.00 malam, kami satu persatu ditelepon oleh murobbi kami, atau teman sekelompok pengajian untuk dibangunkan supaya mudah melakukan sholat tahajjud.
Ada pula, ifthor jama’i (berbuka puasa bersama) pada hari Senin dan Kamis, agar kami terbiasa melaksanakan sunnah, ada pula bertukar hadiah, tadabur alam, rihlah (wisata), outbound, olah raga …..itu semua dalam kerangka mentadaburi ayat-ayat Allah yang terhampar dimuka bumi ini.
Dari Jambi aku merantau ke Bogor, proses merantau inipun dikonsultasikan ke murobbi, sehingga bisa diberikan masukan konstuktif untuk kebaikan bersama, saya dibekali surat mutasi, sehingga ketika hingga di Bogor sudah ada yang menanti dan menjemput, dan ajaibnya seperti kita berdialog, berinteraksi seperti orang yang sudah kenal lama, dan selanjutnya aku ditempatkan kembali dalam grup pengajian yang sudah ditentukan. Budaya yang dahulu aku peroleh, juga saya dapatkan di Bogor, kami diminta aktif dikampus, mengurus dakwah, mengorganisasi kegiatan mahasiswa, asrama, masjid, dll.
Dari Bogor saya pindah ke Jakarta. Saya kembali dibekali surat mutasi sehingga pribadi bergabung dengan teman-sahabat di Jakarta. Meneruskan budaya yang sama dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar. Saat di Jakarta ini pulalah, ada ingatan special yang tidak mampu dilupakan, dimana murobbi aku membantu dengan sepenuh hati (moril dan materil) proses ijab kabul saya, padahal aku adalah anak perantauan dari Riau yang tidak memiliki keluarga di Jakarta. Namun, yakin atau tidak, sahabat-teman grup pengajian saya mengurusi ijab kabul aku, seakan-akan aku, ialah saudara kandung mereka, sampai hasilnya proses akad nikah berjalan tanpa kendala.
Di Jakarta saya melakukan pekerjaan , menikah, memiliki bawah umur dan menetap sekitar 9 tahun, dan sampai pada episode selanjutnya, kami sekeluarga merantau ke Jerman. Dari Jakarta kami dibekali selembar surat “sakti” yang sudah saya rasakan saktinya saat pindah ke Bogor dan Jakarta. Ternyata hal yang sama juga saya rasakan dikala pindah ke Jerman, surat sakti tersebut, sungguh-sungguh sungguh sakti dan membantu adaptasi kami di negeri orang yang jauh dari keluarga dan muslim yaitu minoritas.
Kami diterima mirip keluarga yang sudah usang tidak berjumpa , kami dibantu problem visa, rumah, sekolah bawah umur, studi dan semua aspek diurus, dan mereka ini ialah kader-kader PKS. Makara, jikalau ada orang yang berpandangan tidak berkaitan PKS disebut selaku partai dakwah, saya dan keluarga sudah menerangkan dan mencicipi bahwa politik bagi PKS cuma bab dari aktivitasnya, dan jauh lebih banyak masalah yang lain yang juga dikelola dengan baik dan konsisten oleh PKS. bahkan dikala kami telah mempunyai anak-anak, ada bimbingan yang dibuat dengan matang wacana pendidikan bawah umur, yang diberi nama Tarbiyah Anak Kader, Proses pembinaan yang dirancang agar bawah umur menjadi eksklusif yang sholeh, cerdas dan berfaedah bagi orang tuanya, bangsa dan agamanya.
Singkat cerita PKS mengurusi semenjak dari belum dewasa, cukup umur, dewasa, menikah, punya anak, hingga meninggalpun juga diurusi oleh kader-kader PKS. Coba partai mana yang mempunyai bidang khusus yang mengurusi ijab kabul, keluarga dan bawah umur para kadernya, serta bawah umur muslim lainnya.
Kembali pada topik, benarkah PKS melakukan basuh otak?
Coba anda tarik sendiri kesimpulan, dari kisah saya diatas, apakah saya dan keluarga dicuci otaknya? jikalau kita mau berkata jujur, terlihat dengan terang, tidak ada proses cuci otak, yang ada yaitu jiwa-jiwa kami dicuci dari kejelekan, dan diajak untuk amar ma’ruf nahi mungkar, dengan rasa cinta, dilayani secara konsisten oleh kader-kader PKS. Bisa jadi mulanya kami ikut-ikutan, atau terbawa oleh lingkungan, namun seiring dengan waktu, kami sadar inilah jalan yang bagus dan benar, bahkan kami juga ingin menyebarkan cinta-cinta kami terhadap semakin banyak orang, untuk ikut dalam pengajian-pengajian kami, agar kami mampu berbagi cinta kepada khalayak ramai, sehingga kami memimpikan orang-orang yang cerdas yang mengetahui hak dan kewajibannya selaku anak bangsa, dan muslim yang bagus.
Saya merasakan proses pembinaan yang dijalankan oleh kader PKS yaitu proses menimbulkan orang-orang yang pandai semakin pandai, diusulkan kian banyak membaca, semakin banyak tahu, dan saya menyaksikan pribadi kader-kader PKS banyak sekali yang berpendidikan tinggi, apalagi di Jerman, rata-rata mereka yaitu mahasiswa mulai dari S1 sampai S3, ada yang bekerja secara profesional dengan disiplin ilmu yang dalam dan specifik, bahkan banyak dari mereka yaitu orang-orang yang sungguh beprestasi dibidangnya masing-masing.
Saya ikut dalam pengajian-pengajiannya mereka, saya menyaksikan mereka rela merogoh kantong untuk membiayai dakwah mereka, juga mengalokasikan waktu akhir pekan mereka untuk ikut pengajian, mengelola masjid, mengelola pengajian kota, mengisi pengajian, rapat, dauroh, dan seabrek acara dakwah dan sosial yang lain, dalam rangka menawarkan faedah yang besar kepada penduduk .
Pengajian-pengajian di Jerman, tidak gampang dijalankan layaknya di Indonesia, aku pernah diajak seorang sahabat untuk ikut pengajian, dan ternyata antar kota, aku tinggal di Hannover (bagian baratnya Jerman), dan ternyata aku diajak ikut pengajian di kota Dresden (bab timurnya Jerman), yang berjarak 373 km dari kota aku, atau kalau naik kereta ekonomi, lama perjalanannya sekitar +/- 7 jam perjalanan sekali perjalanan, dan ternyata lagi, mereka datang ke Dresden, bukan hanya dari Hannover, tapi juga ada dari kota yang lain, seperti Berlin dan Erfurt. Pengajian ini mereka adakan setiap dua pekan, mereka berkala berjumpa , dengan ongkos sendiri.
Saya juga pernah diikutkan dalam dauroh se-Eropa yang diadakan disalah satu kota di Jerman, pesertanya dari beberapa negara di Eropa, panitia menyewa hotel untuk tempat acara dan penginapan, dan belakangan saya baru tahu, panitia merogoh kantongnya lebih dari 9.000 euro (+/- Rp. 108jt). Dari mana mereka dapatkan uang sebesar itu? ternyata para kader yang telah bekerja diminta pengorbanan hartanya, sebagian dari honor mereka diinfaqkan untuk dakwah, salah satunya untuk dauroh ini. Termasuk juga mengongkosi sebagian student yang tidak mampu ikut program alasannya adalah tidak ada biaya.
Coba anda bayangkan, mungkinkah mereka, para Associate Profesor, kandidat profesor, doktor, master dan orang-orang pintar ini, bergerak alasannya otaknya sudah disalah gunakan PKS? anda sendiri yang bisa menjawab, bahkan saking semangatnya mereka, saya pernah mendengar kata-kata “PKS itu cuma wajihah/kendaraan. Kalaupun PKS dibubarkan, atau dibekukan, dakwah kami tetap berlangsung, dan tidak akan memudar”.
Begitulah semangat mereka dalam berdakwah, walaupun muslim minoritas di Jerman, dan terpisah-pisah antar kota, namun mereka, karena cintanya terhadap Allah dan Rasulullah SAW, mereka terus bergerak seolah-olah tidak pernah kelelahan, untuk menyebarkan cinta terhadap ummat muslim dimanapun berada.
Kaprikornus, bila anda yakin kader-kader PKS sudah dicuci otaknya, bisa jadi benar, PKS sudah mencuci hati-hati para kadernya, sehingga Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, sudah mengerakkan hati dan fisik mereka untuk bekerja, memberi cinta dan mengidamkan terjadinya eksklusif, keluarga, lingkungan, penduduk , negara bahkan dunia yang harmoni, jiwa-jiwa yang selamat dunia dan alam baka. Amin ya robbil alamin.
Hannover, Musim bunga (Cinta) di Jerman, 15-05-2013
*