Mendekati Pemilihan Walikota dan pemilihan-pemilihan yang lain berbagai macam warna-warni politik di Makassar sangat kiita rasakan, adanya singkatan para calon walikota (IaSMO, Idial, Hajar, PASmi, RI, Idial, dan berIKRAR), adanya karikatur-karikatur para calon (si Pa’ ini dan si Pa’ itu…. entalah), baliho dan spanduk yang “mengindahi paras Makassar”, serta visi misi dan kata andalan para elite, seperti Bebas sampai mati, listrik murah, bebas korupsi, bla bla bla….
Hal inilah yang membuat sebagian dari 1.3 Jiwa masyarakatMakassar di buat pening, sumber kepeningan pasti ada di para elit politik beserta relawan atau bahasa yang lain cuddekke (PISS yah….), KPU, dan Panwas, hal ini menciptakan mereka terjangkit deg-degan, mulai bersin-bersin, dan jarang betah di ruangan kerja. tapi pasti ada juga yang masih bisa tersenyum-senyum optimistis alasannya hasil kerja mereka anggap telah maksimal.
Kepentingan terhadap warna warni politik di makassar, tidak hanya dialami oleh ketiga unsur diatas, penduduk yang apatis ataupun risih terhadap warna warni politik makassar tentu mencicipi hal yang sama pula. hal ini pastinya terjadi sebab kita semua sementara berada pada proses demokrasi, dimana kita memiliki hak untuk memilih kandidat.
Inilah yang aku rasakan, walaupun saya tidak inginterlibat dalam warna warni Pilkot misalnya, namun ada-ada saja yang berbau Pilkot. ada yang nyebar sms, nsp, tempel stiker calon di kamar ku lah, ada si Lurah minta sy jadi ini lah….., ada lagi SK jadi PPS, sampe ada juga yg Tag di FB. hahahahaha……….. (PISS).
—-Saran saya bagi yg apatis atau risih terhadap warna-warni politik makassar——-
mari kita coblos sesuai dengan evaluasi kita dengan melihat histori kandidat dan apa yang telah calon kerjakan untuk pertumbuhan Makassar. Jangan hanya kita terprovokasi oleh baliho dan spanduk yang penuh dengan kata-kata indah, atau terprovokasi oleh keluarga, jabatan, teman, atau partai sekalipun sebab mreka cuma kendaraan poltik saja dan yang memagari kandidat terpilih sehingga hilang lah fungsi pengawasannya.
Mari kita memprovokasi diri kita sendiri, alasannya kalau kita mencoblos dan si jagoan kita yang terpilih maka tanggungjawab moril ada di diri kita sendiri. misalnya :Apabila di abad pemerintahan si pendekar kita, terjadi lagi busung lapar di Makassar, hahahahaha….. itu tanggung jawab moril mu.
PISS ya……
S. Maronie
25 Oktober 2008
06.35pm
@my house