Pengirim Kriminologi

A. PENGERTIAN KRIMINOLOGI

Bagi orang yang gres pertama kali mendengar ungkapan kriminologi, biasanya akan mempunyai aliran sendiri wacana pemahaman dari kata tersebut. Kebanyakan dari mereka mempunyai persepsi yang salah wacana bidang ilmu pengetahuan ilmiah kriminologi ini. Sebagian besar orang memiliki persepsi bahwa kriminologi ialah suatu studi pendidikan ilmu hukum. Kata kriminologi yang bekerjasama dengan kejahatan, serta merta dikaitkan dengan pelanggaran aturan pidana. Ada juga yang mengaitkan kriminologi dengan pekerjaan detektif karena detektif bertugas untuk mengungkap sebuah insiden kejahatan dan menangkap pelakunya. Hal ini tidak salah sepenuhnya, tetapi tidak bisa dibilang benar.

Kriminolgi, (criminology dalam bahasa Inggris, atau kriminologie dalam bahasa Jerman) secara bahasa berasal dari bahasa latin, ialah kata ”crimen” dan ”logos”. Crimen bermakna kejahatan, dan logos memiliki arti ilmu. Dengan demikian kriminologi secara harafiah memiliki arti ilmu yang mempelajari wacana penjahat. Istilah kriminologi pertama kali digunakan oleh Topinard, seorang sarjana Perancis, pada tamat adat ke sembilan belas. Namun demikian, bidang observasi yang kini ini diketahui sebagai salah satu bidang yang berkaitan dengan ilmu kriminologi sudah terbit lebih permulaan, misalnya karya-karya yang dikarang oleh:

  • Cesare Beccaria (1738-1794)
  • Jeremy Bentham (1748-1832)
  • Andre Guerry, yang mempublikasikan evaluasi perihal penyebaran geografis kejahatan di Perancis tahun 1829
  • Ahli matematika Belgia, Adolphe Quetelet, menerbitkan sebuah karya ambisius tentang penyebaran sosial kejahatan di Perancis, Belgia, Luxemburg, dan Belanda pada tahun 1835
  • Cesare Lambroso (1835-1909) dan muridnya Enrico Ferri (1856-1928) memakai metode antropologi ragawi (antropobiologi) membuatkan teori kriminalitas menurut biologis.

Kriminologi lalu berkembang sebagai ilmu pengetahuan ilmiah, yang mana dalam perkembangannya, kriminologi terbaru terpisah-pisah melandaskan diri pada salah satu cabang ilmu wawasan ilmiah tertentu, yakni sosiologi, hukum, psikologi, psikiatri, dan biologi (Trasler, 1977).

Kriminologi yang berkembang di Indonesia, utamanya yang dipelajari dan dikembangkan, melandaskan diri pada disiplin sosiologi, yang sering disebut sebagai sosiologi simpel. Disini kriminologi menatap sebuah kejahatan selaku gejala sosial yang dipelajari secara sosiologis.

Pengertian diatas sungguh luas, sehingga banyak para mahir yang mengemukakan usulan mereka wacana pemahaman kriminologi secara khusus antara lain :

W.A Bonger (1970)

Memberikan batas-batas bahwa ”kriminologi adalah ilmu wawasan yang bermaksud menilik kejahatan seluas-luasnya” (Bonger, 1970:21). Bonger, dalam meberikan batasan kriminologi, membagi kriminologi ke dalam dua faktor:

1. kriminologi simpel, ialah kriminologi yang menurut hasil penelitiannya ditarik kesimpulan faedah praktisnya.

2. kriminologi teoritis, ialah ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengelamannya seperti ilmu pengetahuan yang lain yang sejenis, memeprhatikan tanda-tanda-gejala kejahatan dan menjajal mengusut karena dari tanda-tanda tersebut (etiologi) dengan sistem yang berlaku pada kriminologi.

Dalam kriminologi teoritis, Bonger memperluas pengertian dengan mengatakan baahwa kriminologi ialah kumpulan dari banyak ilmu pengetahuan (Bonger, 1970:27).

  1. Antropologi kriminologi, ialah ilmu pengetahuan ihwal manusia yang jahat dilihat dari segi biologisnya yang ialah bab dari ilmu alam.
  2. Sosiologi kriminal, yakni ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai gejala sosial. Pokok perhatiannya ialah seberapa jauh dampak sosial bagi timbulnya kejahatan (etiologi sosial)
  3. Psikologi kriminal, adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatn dipandang dari faktor psikologis. Penelitian perihal faktor kejiwaan dari pelaku kejahatan antara lain ditujukan pada aspek kepribadiannya.
  4. Psi-patologi-kriminal dan neuro-patologi-kriminal, yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang sakit jiwa atau sakit sarafnya, atau lebih dikenal dengan istilah psikiatri.
  5. Penologi, yaitu ilmu pengetahuan perihal berkembang berkembangnya penghukuman, arti penghukuman, dan faedah penghukuman.
  6. Kriminologi praktis, ialah aneka macam kebijakan yang dikerjakan oleh birokrasi dalam menangani kejahatan.
  7. Kriminalistik, yakni ilmu pengetahuan yang dipergunakan untuk memeriksa terjadinya suatu kejadian kejahatan

Bonger, dalam analisanya kepada persoalan kejahatan, lebih mempergunakan pendekatan sosiologis, misalnya evaluasi wacana kekerabatan antara kejahatan dengan kemiskinan.

  Dasar Penghapusan Pidana

Wood

Ia mengatakan bahwa ungkapan kriminologi mencakup keseluruhan wawasan yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman yang bertalian dengan tindakan jahat dan penjahatnya tergolong didalamnya reaksi dari penduduk terhadap perbuatan jahat itu dan para penjahatnya. Yang tergolong didalamnya antara lain yaitu :

  • keseluruhan ilmu wacana kejahatan
  • menurut kepada teori/pengalaman yang diperoleh dari ilmu kejahatan.
  • Melihat kejahatan dan penjahat,
  • Reaksi dari masyarakat berupa pandangan, perbuatan atau tindakan seperti penaggulangan dan pencegahan.

Micheal Adler

Dia menyatakan bahwa kriminologi yakni keseluruhan keterangan mengenai perbuatan dan sifat dari penjahat lingkungan mereka dan cara mereka secara resmi diperlakukan oleh lembaga penertib penduduk dan oleh para anggota masyarakat.

Edwin H. Sutherland

Edwin diketahui selaku bapak kriminologi modern alasannya adalah beliau lah yang pertama sekali menghubungkan problem kejahatan itu dengan masyarakat. Dalam hal ini Edwin melihat dari segi sosiologi. Menurut Edwin H. Sutherlan menyatakan kriminologi yaitu criminology is the body of knowledge regarding crime as a social phenomena yakni keseluruhan pengetahuan ihwal kejahatan sebagai gejala sosial. Beliau juga menyampaikan bahwa selama penduduk masih ada perbuatan kejahatan juga akan tetap ada.

Berlandaskan pada definisi di atas, Sutherland dan Cressey menjelaskan bahwa kriminologi berisikan tiga bab pokok, yiatu: (a) sosiologi hukum, (b) etiologi kriminal, (c) penologi (tergolong metode pengendalian sosial.

Constant

Kriminologi selaku ilmu wawasan empirik yang bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang meyebabkan terjadinya perbuatan jahat dan penjahat.

Seorang andal statistik yang berjulukan A.E.Quetelet kepincut terhadap seorang manusia yang melaksanakan tindakan yang tidak baik, diamana dia terkait dengan alat-alat yang dipakai, sehingga dia berkesimpulan bahwa dalam setiap perbuatan yang sama (dalam hal ini pembunuhan) alat yag dijalankan untuk melakukan tindakan itu nyaris sama.

Kaprikornus dalam mempelajari kejahatan dari segi sosial maka selama ada penduduk kejahatan akan tetap ada, ini berarti problem kejahatan tidak akan pernah habis dikikis dalam rangka penanggulangan kejahatan itu.

Herman Manheim

Orang Jerman yang berdomisili di Inggris menunjukkan definisi kriminologi selaku berikut:

“Kriminologi dalam pengertian sempit…, yaitu kajian tentanga kejahatan. dalam pengertian luas juga tergolong di dalamnya yakni penologi, kajian perihal penghukuman dan sistem-tata cara seupa dalam menangani kejahatan, dan dilema pencegahan kejahatan dengan cara-cara non-penghukuman. untuk sementara, dapat saja kita mendefinisikan kejahatan dalam pengertian aturan ialah tingkah laris yang dapat dieksekusi menurut hukum pidana” (Manheim, 1965: 3).

Menurut Manheim, kajian terhadap tingkah laris jahat dapa ditarik kesimpulan berisikan tiga bentuk dasar:

  • Pendekatan deskriptif… pengamatan dan pengumpulan fakta perihal pelaku kejahatan.
  • Pendekatan kausal… penafsiran kepada fakta yang diperhatikan yang dapat dipergunakan untuk  mengetahui penyebab kejahatan, baik secara biasa maupun yang terjadi pada seorang individu.
  • Pendekatan normatif… bermaksud untuk mecapai dalil-dalil ilmiah yang valid dan berlaku secara umum maupun persamaan serta kecenderungan-kecenderungan kejahatan.

Haskell dan Yablonsky

Menekan definisi kriminologi pada muatan penelitiannya dengan mengatakan bahawa kriminologi secara khusus yaitu ialah disiplin ilmiah perihal pelaku kejahatan dan tindakan kejahatan yang mencakup:

  • Sifat dan tingkat kejahatan
  • alasannya musabab kejahatan dan kriminalitas
  • perkembangan hukum pidana dan sistem peradilan pidana
  • ciri-ciri kejahatan
  • pembinaan pelaku kejahatan
  • teladan-teladan kriminalitas
  • efek kejahatan kepada perubahan sosial (Haskell, Yablonsky, 1974: 3)

Richard Quinney

selaku seorang tokoh kriminologi baru dan kriminologi kritis, memperlihatkan definisi sebagai berikut:

”[kriminologi gres adalah] suatu pengertian kejahatan dengan menyuguhkan secara bolak-balik antara kebijakan konvensional wacana kejahatan dengan rancangan baru yang menegasikan ide tradisional…[Kami akan] meliputi beraneka fase kejahatan: dari tata cara aturan dalam teori hingga realitas sosial warga masyarakat, dari dunia penjahat hingga ke otoritas legal, dari pendekatan tradisional da;am pengendalian kejahatan sampai gagasan radikal tentang eksistensi sosoial” (R. Quinney, 1975: 13)

  Aturan Benda Dan Kepemilikan Dalam Islam

Definisi yang diberikan oleh Quinney tersebut merupkan kritik kepada apa yang dibilang selaku kriminologi konservatif dan kriminologi konvensional. Dalam membicarakan kriminologi, Quinnet juga memperkenalkan gagasan penomenologi, adalah ilmu wawasan ilmiah tentang manusia dan pengalaman reflektifnya dalam kehidupan aktual).

Vernon Fox

Memberikan definisi kriminologi secara komperhensif daripada definisi-definisi sebelumnya di atas. Ia mengatakan bahwa kriminologi ialah:

”Kajian ihwal tinkgah lku jahat dan metode keadilan. Ini meruoakan kajian perihal hukum, dan pelaku planggaran hukum. Pemahaman kepada tanda-tanda tersebut membutuhkan pengertian terhadap seluruh ilmu-ilmu tingkah laris, ilmu alam, dan sistem adab dan pengendalian yang terkandung dalam hukum dan agama. Kriminologi merupakan daerah konferensi berbagai disiplin ilmu yang menunjukkan pusat perhatian pada kesehatan mental dan kesehatan emosi individu dan berfungsinya penduduk secara baik.

Tingkah laku jahat mampu diterangkan lewat pendekatan sosiologis, psikologis, medis dan biologis, psikiatris dan psiko-evaluasi, ekonomi, politik, budaya dan lain-lain pendekatan sosial dan tingkah laku. Politik mendefinisikan sistem peradilan pidana lewat perundang-permintaan dan penerapan kebijakan publik dalam hukum dan penegakan hukum. Oleh karena itu, tingkah laku jahat dan metode keadilan menjadi sentra dari berbagai disiplin dan pendekatan yang memberi perhatian pada kejahatan dan penduduk ” (V. Fox, 1976: 388)

Prof. Muhammad Mustofa

Dalam bukunya Kriminologi, mengatakan bahwa definisi kriminologi yang dikaitkan dengan pengembangan kriminologi di Indonesia yakni yang berakar pada sosiologis.

“…kriminologi diartikan selaku ilmu wawasan ilmiah wacana: a) peruusan sosial pelanggaran aturan, penyimpangan sosial, kenakalan, dan kejahatan; b) teladan-acuan tingkah laris dan alasannya musabab terjadinya pola tingkah laris yang termasuk dalam klasifikasi penyimpangan sosial, pelanggar aturan, kenakalan, dan kejahatan yang ditelusuri pada hadirnya sebuah peristiwa kejahatan, seta kedudukan dan korban kejahatan dalam aturan dan masyarakat; d) acuan reaksi sosial formak, informal, dan non-formal terhadap penjahat, kejahatan, dan korban kejahatan. Dalam pengertian tersebut tergolong melakukan penelitian ilmiah kepada pelanggaran hak-hak asasi insan, serta usaha Negara dalam merealisasikan hak-hak asasi insan dan kesejahteraan sosial” (Muhammad Mustofa, 2007: 14).

B. RUANG LINGKUP KRIMINOLOGI

Secara singkat dapat diuraikan, bahwa objek ruang lingkup kriminologi adalah:

1. Kejahatan

Berbicara perihal kejahatan, maka sesuatu yang mampu kita tangkap secara impulsif yaitu langkah-langkah yang merugikan orang lain atau masyarakat umum, atau lebih sederhana lagi kejahatan yaitu sebuah perbuatan yang bertentangan dengan norma. Seperti apakah batasan kejahatan menurut kriminologi. Banyak para pakar mendefiniskan kejahatan dari banyak sekali sudut. Pengertian kejahatan merupakan sebuah pemahaman yang relatif, suatu konotasi yang tergantung pada nilai-nilai dan skala sosial (I Nyoman Nurjaya, 1985:60).

Kejahatan yang dimaksud disini yaitu kejahatan dalam arti pelanggaran kepada undang-undang pidana. Disinilah letak berkembangnya kriminologi dan sebagai salah satu pemicu dalam perkembangan kriminologi. Mengapa demikian, perlu dicatat, bahwa kejahatan dedefinisikan secara luas, dan bentuk kejahatan tidak sama berdasarkan tempat dan waktu. Kriminologi dituntut sebagai salah satu bidang ilmu yang bisa memperlihatkan pemberian anutan kepada kebijakan hukum pidana. Dengan mempelajari kejahatan dan jenis-jenis yang telah dikualifikasikan, diperlukan kriminologi dapat mempelajari pula tingkat kesadaran hukum penduduk terhadap kejahatan yang dicantumkan dalam undang-undang pidana.

2. Pelaku

Sangat sederhana sekali saat mengetahui objek kedua dari kriminlogi ini. Setelah mempelajari kejahatannya, maka sangatlah sempurna kalau pelaku kejahatan tersebut juga dipelajari. Akan namun, kesederhanaan pedoman tersebut tidak demikian adanya, yang dapat dikualifikasikan sebagai pelaku kejahatan untuk dapat dikategorikan selaku pelaku yaitu mereka yang telah ditetapkan selaku pelanggar hukum oleh pengadilan. Objek observasi kriminologi wacana pelaku yaitu ihwal mereka yang telah melakukan kejahatan, dan dengan observasi tersebut diperlukan dapat mengukur tingkat kesadaran masyarakat kepada aturan yang berlaku dengan muaranya ialah kebijakan hukum pidana baru.

  Objek Dalam Aturan

3. Reaksi masyarakat kepada tindakan melanggar aturan dan pelaku kejahatan

Tidaklah salah kiranya, bahwa pada balasannya masyarakatlah yang memilih tingkah laku yang bagaimana yang tidak dapat dibenarkan serta perlu mendapat sanksi pidana. Sehingga dalam hal ini harapan-keinginan dan harapan-harapan penduduk inilah yang perlu menerima perhatian dari kajian-kajian kriminologi.

C. Arti dan Tujuan Mempelajari Ilmu Kriminologi

Kriminologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri dengan memiliki bidang kajian tersendiri pastilah memliki argumentasi yang cukup rasional kenapa ilmu ini penting. Bidang ilmu apapun niscaya memiliki arti dan tujuan, bahkan kegunaan. Seperti halnya tercantum dalam kitab suci, bahwa Tuhan membuat sesuatu tidak ada yang sia-sia, maka sungguh tidak masuk akal bila kriminologi dipelajari dengan berbagai macam perdebatan tanpa adanya tujuan darn arti pentingnya.

Untuk mempelajari arti dan tujuan mempelajari kriminologi, perlu ditinjau kembali awal kelahiran studi tentang kejahatan sebagai laporan penelitian gres para ilmuwan abad ke-19. Banyak yang menyatakan, bahwa asal mula kemajuan kriminologi berasal dari observasi Cesare Lombrosso (1876), meskipun istilah kriminologi sendiri untuk kali pertama dipergunakan oleh Topinard, seorang anthropolog Perancis pada tahun 1879, namun pendapat lain mengemukakan justru bukan Lombrosso sebagai tonggak kemajuan kriminologi melainkan Adolphe Quetelet (1874), spesialis matematika dari Belgia yang memperkenalkan terhadap dunia perihal statistic criminal yang sekarang dipergunakan utamanya oleh pihak kepolisian di semua negara dalam memberikan deskripsi perihal kemajuan kejahatan di negaranya. Penelitian Lombrosso dikerjakan sehabis itu (1835-1909) yang akibatnya disusun dalam sebuah buku L’ uomodelinquente (1876).

Ada apa dengan statistik kriminal dan apa keterkaitannya denga arti penting dan tujuan mempelajari kriminologi. Pertanyaan itu yakni pertanyaan yang cukup mendasar dan cukup masuk nalar. Statistik kriminal atau statistik budpekerti berdasarkan Romli Atmasasmita (Romli Atmasasmita, 1992:15) yang diperkenalkan oleh Quetelet yaitu suatu bentuk observasi ihwal kejahatan menggunakan angka yang menemukan adanya regularities dalam kemajuan kejahatan. Kejahatan yang berkembang dan berkembang dalam masyarakat, dan setiap kejahatan tertentu dalam penduduk senantiasa berulang sama. Arti statistik kriminal ini tidak cuma sekedar angka melainkan sebuah makna yang sangat mendalam, bahwa kejahatan dapat diprediksikan.

Dalam perkembangannya, kejahatan mampu dikatakan selaku hasil dari sebuah proses rekayasa masyarakat baik dibidang sosial, budaya, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Dalam perkembangannya kriminologi bukan lagi selaku scienc for science tetapi telah bergeser menjadi science for the welfare of society ( ilmu untuk kemakmuran sosial) atau bahkan dapat dibilang selaku science for the interest of the power elite. Menurut Romli Atmasasmita (Romli Atmasasmita, 1992:17) kriminologi harus ialah sebuah kontrol sosial terhadap kebijakan dalam pelaksanaan aturan pidana. Dengan kata lain kriminologi harus memiliki peran antisipatif dan reaktif terhadap semua kebijakan di lapangan hukum pidana sehingga dengan demikian dapat dicegah kemunkinan timbulnya akibat-balasan yang merugikan, baik bagi pelaku, korban maupun penduduk secara keseluruhan.

Berdasarkan uraian singkat tersebut di atas dapat ditarik sebuah aliran, bahwa kriminologi adalah bidang ilmu yang cukup penting dipelajari alasannya dengan adanya kriminologi mampu dipergunakan selaku kontrol sosial terhadap kebijakan dan pelaksanaan aturan pidana. Munculnya forum-forum kriminologi dibeberapa sekolah tinggi tinggi sungguh diperlukan dapat menawarkan santunan-pertolongan dan inspirasi-pandangan baru yang dapat dipergunakan untuk mengembangkan kriminologi sebagai science for welfare of society.

Arti penting mempelajari kejahatan ialah alasannya adalah dengan adanya kriminologi mampu dipergunakan sebagai kendali sosial kepada kebijakan dan pelaksanaan hukum pidana. Munculnya forum-lembaga kriminologi dibeberapa akademi tinggi sungguh dibutuhkan mampu memberikan pertolongan-santunan dan inspirasi-inspirasi yang dapat dipergunakan untuk menyebarkan kriminologi selaku science for welfare of society.

*sebagai materi kuliah

S.Maronie / 9 Februari 2012 / @K10CyberHouse