Pada Negara common law/anglo saxon, derma kuasa (Power of Attorney) yang timbul juga merupakan perbuatan sepihak. Cirinya adalah peserta menyebut suatu nama pemberi kuasa pada waktu melaksanakan tindakan aturan yang disebut perwakilan pribadi. Namun diakui juga adanya perwakilan tidak pribadi ialah jika penerima kuasa bertindak untuk dirinya sendiri seperti makelar.
Pada umumnya kuasa diberikan secara sepihak, dan cuma menjadikan wewenang bagi penerima kuasa (substitutor), tetapi tidak menjadikan keharusan bagi peserta kuasa untuk melakukan kuasa itu sehingga tidak memerlukan tindakan penerimaan dari penerima surat kuasa, akan tetapi hal ini masih menjadi perdebatan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peristiwa seputar surat kuasa yang menimpa advokat-advokat di pengadilan. Bahkan sebagian hakim masih melaksanakan ‘kegiatan rutin’ menyelidiki kelengkapan surat kuasa yang dipakai Advokat dikala bersidang, utamanya perihal keharusan para pihak menandatangani surat kuasa untuk menyatakan sahnya surat kuasa tersebut.
Begitu banyak persoalan yang timbul dari perjanjian derma kuasa, untuk itu penulis akan memaparkan dan berupaya mengulas perihal sumbangan kuasa.
II. Rumusan Masalah
A. Definisi Perjanjian Pemberian Kuasa
B. Jenis-Jenis Pemberian KuasaC. Syarat-Syarat Sahnya Suatu PerjanjianD. Hak dan Kewajiban Pemberi Kuasa dan Penerima KuasaE. Berakhirnya Pemberian Kuasa
III. Pembahasan
A. Definisi Perjanjian Pemberian Kuasa
Pemberian kuasa yaitu sebuah kontrakdengan mana seorang memperlihatkan kekuasaan (wewenang) terhadap seorang lain, yang menerimanya untuk atas namanya mengadakan suatu urusan (pasal 1792).
Kuasa dapat diberikan dan ditrima dalam sebuah akte lazim dalam suatu tulisan dibawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat ataupun dengan lisan. Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara membisu-membisu dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh si kuasa (pasal 1793). Dari ketentuan ini dapat kita lihat bahwa derma kuasa itu yaitu bebas dari sesuatu bentuk cara (formalitas) tertentu; dengan perkataan lain, ia yaitu suatu perjanjian konsensual, artinya telah mengikat (sah) pada derik tercapainya setuju antara si pemberi dan peserta kuasa.
Algra, dkk mendefinisikan santunan kuasa adalah
“Suatu kesepakatan dengan mana pihak yang satu memperlihatkan kuasa kepada pihak yang lain (penerima kuasa/lasthebber), yang menerimanya-untuk atas namanya sendiri atau tidak-mengadakan satu tindakan hukum atau lebih untuk yang memberi kuasa itu.” (Algra, dkk., 1983: 260)
B. Jenis-Jenis Pemberian Kuasa
Apabila dilihat dari cara terjadinya, perjanjian sumbangan kuasa dibedakan menjadi enam macam, yaitu:
1. akta umum,
Pemberian kuasa dengan akta biasa adalah suatu dukungan kuasa dikerjakan antara pemberi kuasa dan akseptor kuasa dengan memakai akta notaris atau sertifikat notariel.
2. surat di bawah tangan,
Pemberian kuasa dengan surat di bawah tangan yaitu suatu santunan kuasa yang dilakukan antara pemberi kuasa dengan peserta kuasa,
3. mulut,
Pemberian kuasa secara ekspresi yaitu sebuah kuasa yang dijalankan secara lisan oleh pemberi kuasa terhadap peserta kuasa.
4. membisu-diam,
Pemberian kuasa secara membisu-diam yaitu sebuah kuasa yang dilaksanakan secara membisu-membisu oleh pemberi kuasa kepada peserta kuasa
5. hanya-cuma,
Sedangkan sumbangan kuasa secara cuma-hanya yaitu suatu tunjangan kuasa yang dijalankan antara pemberi kuasa dengan akseptor kuasa,
6. kata khusus,
Pemberian kuasa khusus, yaitu suatu pinjaman kuasa yang dikerjakan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa,
7. umum (Pasal 1793 s.d. Pasal 1796 KUH Perdata).
pemberian kuasa umum, yaitu pertolongan kuasa yang dijalankan oleh pemberi kuasa terhadap akseptor kuasa,
C. Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian
Untuk sahnya suatu perjanjian dibutuhkan empat syarat:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Cakap untuk menciptakan sebuah perjanjian
3. Mengenai sebuah hal tertentu
4. Suatu karena yang halal
Demikian berdasarkan pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Dua syarat yang pertama dinamakan syart-syarat subyektif, sebab tentang orang-penduduknya atau subyeknya yang menyelenggarakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terahir dinamakan syarat-syarat obyektif sebab perihal perjanjiannya sendiri oleh obyek dari tindakan hukum yang dilakukan itu
Orang yang menciptakan sebuah perjanjian harus piawai menurut aturan. Pada asasnya setiap orang yang sudah sampaumur atau akilbaliq dan sehat pikirannya, ialah mahir berdasarkan aturan. Dalam pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebut selaku orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian:
1. Orang-orang yang belum sampaumur
2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
3. Orang perempuan dalam hal-hal yang dipraktekkan oleh Undang-Undang dan siapa pun kepada siapa. Undang-Undang sudah melarang menciptakan perjanjian-kontraktertentu
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seorang perempuan yang bersuami, untuk menyelenggarakan suatu perjanjian, membutuhkan pemberian atau izin (kuasa tertulis) dari suaminya (pasal 108 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
D. Hak dan Kewajiban Pemberi Kuasa
Hak dan Kewajiban Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa akan menjadikan akibat aturan. Akibat hukum, ialah timbulnya hak dan keharusan para pihak. Kewajiban penerima kuasa dihidangkan berikut ini.
b. Menyelesaikan urusan yang telah mulai dikerjakannya pada waktu pemberi kuasa meninggal dan dapat menyebabkan kerugian jikalau tidak secepatnya tertuntaskan.
c. Bertanggung jawab atas segala tindakan yang dikerjakan dengan sengaja dan kelalaian-kelalaian yang dikerjakan dalam mengerjakan kuasanya.
d. Memberi laporan kepada pemberi kuasa perihal apa yang telah dilaksanakan, serta memberi perkiraan segala sesuatu yang diterimanya.
e. Bertanggung jawab atas orang lain yang ditunjuknya selaku penggantinya dalam melaksanakan kuasanya:
(1) jika tidak diberikan kuasa untuk menunjuk orang lain selaku penggantinya;
(2) jika kuasa itu diberikan tanpa menyebutkan orang tertentu, sedangkan orang yang dipilihnya ternyata orang yang tidak mahir atau tidak bisa (Pasal 1800 s.d. Pasal 1803 KUH Perdata).
Hak peserta kuasa ialah menerima jasa dari pemberi kuasa. Hak pemberi kuasa adalah mendapatkan hasil atau jasa dari penerima kuasa. Kewajiban pemberi kuasa yaitu
a. memenuhi persetujuanyang telah dibuat antara penerima kuasa dengan pemberi kuasa;
b. mengembalikan persekot dan biaya yang telah dikeluarkan peserta kuasa;
c. mengeluarkan uang upah terhadap penerima kuasa;
d. memberikan ganti rugi kepada peserta kuasa atas kerugian yang dideritanya ketika melakukan kuasanya;
e. mengeluarkan uang bunga atas persekot yang sudah dikeluarkan akseptor kuasa terhitung mulai dikeluarkannya persekot tersebut (Pasal 1807 s.d. Pasal 1810 KUH Perdata).
E. Berakhirnya pertolongan kuasa
Ada lima cara berakhirnya sumbangan kuasa, yakni
1) penarikan kembali kuasa oleh pemberi kuasa;
2) keteranganpenghentian kuasanya oleh pemberi kuasa;
3) meninggalnya salah satu pihak;
4) pemberi kuasa atau peserta berada di bawah pengampuan; atau
5) pailitnya pemberi kuasa atau peserta kuasa;
6) kawinnya perempuan yang memberi dan mendapatkan kuasa (Pasal 1813 KUH Perdata)
IV. Kesimpulan
Pemberian kuasa adalah suatu persetujuandengan mana seorang menunjukkan kekuasaan (wewenang) terhadap seorang lain, yang mendapatkannya untuk atas namanya mengadakan suatu problem (pasal 1792). Apabila dilihat dari cara terjadinya, perjanjian bantuan kuasa dibedakan menjadi enam macam, yaitu: sertifikat biasa , surat di bawah tangan, verbal, diam-diam, hanya-hanya,kata khusus, dan biasa (Pasal 1793 s.d. Pasal 1796 KUH Perdata).
Ada lima cara berakhirnya santunan kuasa, yakni
1) penarikan kembali kuasa oleh pemberi kuasa;
2) pemberitahuan penghentian kuasanya oleh pemberi kuasa;
3) meninggalnya salah satu pihak;
4) pemberi kuasa atau akseptor berada di bawah pengampuan; atau
5) pailitnya pemberi kuasa atau penerima kuasa;
6) kawinnya wanita yang memberi dan menerima kuasa (Pasal 1813 KUH Perdata)
V. Penutup
Demikianlah makalah yang mampu kami susun,kami percaya bahwa dalam penulisan maupun penyampaian makalah ini masih ada banyak kekurangan-kelemahan. Untuk itu usulan dan kritik yang membangun sungguh saya butuhkan demi kesempurnaan makalah aku yang berikutnya. Dan biar makalah ini berguna kita semua. Amin………..
DAFTAR PUSTAKA
Subekti. Hukum Perjanjian. PT Intermasa. Jakarta, 1979