BAB I
PEMBUKA
A. Latar Belakang
Perkembangan kecerdasan sosial emosional pada anak sering di anggap penting dalam kala perkembangan anak yang disebut golden age. Dalam membuatkan kecerdasan sosial emosional anak guru atau orang sampaumur mesti mampu menyesuaikan stimulus yang hendak diberikan pada anak usia dini.
B. Masalah Penulisan
1. Pengertian kecerdasan sosial emosional ?
2. Bagaimana cara memberikan stimulus yang cocok dengan kematangan dan pertumbuhan anak ?
C. Tujuan
Penulis bermaksud untuk menambah pengetahuan, wawasan untuk pembaca ihwal perkembangan anak dan cara menawarkan stimulus yang sesuai untuk meningkatkan kemajuan kecerdasan sosial emosional anak.
BAB II
ISI
Pengembangan Kecerdasan Sosial Emosional Anak
A. Kecerdasan Sosial Emosional Pada Anak
Kecerdasan emosional menuntut diri untuk mencar ilmu mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Tiga bagian penting kecerdasan emosional terdiri dari:
a. kecakapan langsung (mengelola diri sendiri).
b. kecakapan sosial (menangani sebuah korelasi).
c. keahlian sosial (kepandaian menggugah tanggapan yang diharapkan pada orang lain).
Beberapa indikator yang dapat mendeskripsikan mutu kecerdasan social emosional pada anak, yaitu selaku berikut:
a. Empati (melibatkan perasaan orang lain).
b. Mengungkapkan dan mengerti perasaan.
c. Mengalokasikan rasa murka.
d. Kemandirian.
e. Kemampuan mengikuti keadaan.
f. Perasaan digemari atau tidak.
g. Kemampuan memecahkan persoalan antarpribadi.
h. Ketekunan.
i. Kesetiakawanan.
j. Kesopanan.
k. Sikap hormat.
B. Strategi Mengorganisasi Pengembangan Kecerdasan Sosial Emosional Anak
Strategi mempunyai pemahaman bagaimana mengakali atau memilih berbagai langkah-langkah yang dianggap efektif dalam meraih sebuah tujuan secara gemilang. Agar para guru tidak tergelincir pada penyediaan lingkungan belajar yang kurang sesuai atau bahkan keliru maka khusus pada bidang pengembangan kecerdasan emosi diberikan sejumlah pemikiran yang sepantasnya diamati, yaitu sbb:
1. Kegiatan mengorganisasikan berdasarkan kebutuhan, minat dan karakteristik kemajuan anak yang menjadi target pengembangan kecerdasan emosi.
2. Kegiatan yang diorganisasikan bersifat holistik ( menyeluruh ).
3. Kegiatan diorganisasikan sesuai dengan permintaan kondisivitas pengembangan kecerdasan emosi, diantaranya dikondisikan dalam situasi kekeluargaan, suasana yang sarat kasih sayang, suasana yang sarat kesejukan dan kedamaian, namun tetap mampu menempatkan setiap unsur secara bertanggung jawab atas setiap tugas yang dipegangnya.
4. Kegiatan diorganisasikan pada suasana yang dapat memperlihatkan potensi terhadap anak untuk memberikan gagasan-gagasannya, memperlihatkan potensi pada anak untuk memberikan masukan dalam pengambilan keputusan.
5. Tugas guru diarahkan untuk membimbing dan memfasilitasi bukan untuk mengontrol berbagai prilaku secara diktatorial.
6. Peraturan kelas dorganisasikan secara terang batas-batasnya sehingga berkembang kesadaran untuk menaatinya secara utuh dan bertanggung jawab.
7. Pembimbingan dan acara memfasilitasi dilakukan dengan penuh kasih sayang sehingga dapat menyiapkan anak menjadi langsung dan anggota penduduk yang sehat dan mampu bersosialisasi dan berkomunikasi.
8. Organisasi acara juga menunjukkan peluang dan merekomendasikan supaya orang renta dapat ikut serta dengan anak-anaknya dalam acara sekolah.
9. Komunikasi dan hubungan yang di berdiri mesti membuat situasi yang tidak menuntut penilaian tetapi menarik, menumbuhkan hasrat, dan menunujukan penerimaan sehingga dapat memberi landasan memadai dalam pertumbuhan sosial dan emosi.
Tindakan yang diusulkan oleh Tartila Tarsusi (1997) dan oleh Zirly Fera Jamil (2002), terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan atau pembelajaran emosi pada anak prasekolah, diantaranya berikut ini:
1. Menjadi acuan yang baik.
2. Mengajarkan pengenalan emosi.
3. Menanggapi perasaan anak.
4. Melatih pengendalian diri.
5. Melatih pengelolaan emosi.
6. Menerapkan disiplin dengan desain tenggang rasa.
7. Melatih keahlian komunikasi.
8. Mengungkapkan emosi dengan kata-kata.
9. Memperbanyak permainan dinamis.
10. Memperdengarkan musik indah dengan ritme terstruktur.
11. Marah, murung, cemas bukan hal tabu.
12. Menyelimuti dengan iklim positif.
Untuk memahami kedua belas hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan atau pembelajaran emosi pada anak prasekolah, berikut ini akan diuraikan secara singkat.
1. Menjadi contoh yang baik
Untuk menjadi acuan bagaimana mengorganisir emosi yang baik, guru mesti menguasai bidang yang sedang diajarkan. Asalah kecerdasan emosi guru secara terus-menerus melalui berbagai pengalaman sehari-hari.
2. Mengajarkan pengenalan emosi
Kemampuan mengetahui perasaan sendiri membuat orang mempunyai kepekaan tinggi dalam pengambilan keputusan, juga dalam beberapa hal lain.
3. Tanggapi perasaan anak
Apabila setiap perasaan anak didengarkan dan ditanggapi secara pas, anak akan merasa bahwa dirinya ialah sosok yang penting dimata orang tuanya.
4. Melatih pengendalian diri
Pada mereka diberikan dua pilihan, boleh langsung mengambil satu permen yang enak kemudian keluar ruangan, atau menunggu beberapa menit dan mampu menerima dua permen.
5. Melatih pengelolaan emosi
Kemarahan hendaknya jangan dikubur tanpa diberi akses karena alhasil ialah timbunan yang bisa meledak secara dahsyat. Namun, membiarkan setiap kemarahan pribadi tersalur begitu saja juga tidak tepat. Memang, mengorganisir emosi secara pas baik itu kemarahan atau kegembiraan sungguh tidaklah gampang. Tidak tercipta begitu saja, harus lewat proses panjang dan intensif. Sekali terkuasai maka kemampuan ini akan sungguh melicinkan jalan anak menuju kala depan. Keterampilan ini membuang kemungkinan terjadinya hal-hal yang tak mengenakkan dan merugikan alasannya kegagalan mengorganisir emosi.
6. Menerapkan disiplin dengan rancangan tenggang rasa
Orang yang berempati akan lebih mampu menangkap sinyal sosial tersembunyi tentang kebutuhan dan harapan orang lain. Sinyal ini bisa ditangkap melalui nada bunyi, raut paras , dan hal nonverbal yang lain.
7. Melatih kesanggupan komunikasi
Kemampuan dibidang ini, seperti menyatakan pemikiran , perasaan, dan rancangan terhadap orang lain, kemampuan bergaul dan mengikuti keadaan mesti dilatih semenjak dini.
8. Mengungkapkan emosi dengan kata-kata
Anak yang tidak mampu mengungkapkan diri bahwa beliau bahwasanya “merasa cemburu alasannya adalah mainan adik atau temannya lebih manis”, bisa jadi akan bertindak berangasan, dengan merusakkan mainan adik/ temannya atau menghantam penduduknya. Bila anak kelihatan uring-uringan, duka, takut atau justru bergairah, tanyakan bagaimana perasaannya saat itu dan arahkan semoga anak mampu menciptakan ungkapa wacana emosinya saat itu.
9. Memperbanyak permainan dinamis
Permainan-permainan sederhana dari “periode lalu” mirip lompat tali, bermain gundu dengan sobat, main kucing-kucingan, sebenarnya lebih mencerdaskan emosi anak. Mengasah kesanggupan melakukan pekerjaan sama, jujur dan yakin diri. Permainan yang melibatkan beberapa anak akan mempertajam kesanggupan bersosialisasi anak, juga mampu menguji daya tahan emosi anak selama proses bermain. Dengan permainan yang dinamis, amak belajar memusatkan perhatian lebih pada proses yang baik, bukan pada hasil selesai. Kalau kondisi mendapatkan kemenangan dan kekalahan sering berlangsung dan dirasakan, anak tidak akan terkaget-kaget lagi dengan kondisi apapun. Emosi anakpun menjadi mampu terkontrol. Saat kalah dia tidak frustasi, ketika menangpun tidak gembira berlebihan.
10. Musik indah dengan ritme terorganisir
Penelitian membuktikan bahwa musik sungguh mensugesti perkembangan IQ (Inteligent Quotient) dan EI (Emotional Inteligent) seseorang. Seseorang yang sejak kecil sudah biasa mendengarkan musik akan lebih meningkat kecerdasan emosi dan inteligensinya dibandingkandengan anak yang jarang menyimak musik. Namun, yang dimaksud disini adalah irama dan nada-nada yang terstruktur yang didapat dari perpaduan yang seimbang antara heat, ritme, dan harmoni. Beat dapat mempengaruhi badan, ritme mampu mensugesti jiwa, sedangkan harmoni mempengaruhi “roh”. Contohnya dalam sebuah konser, telah dapat ditentukan bahwa tidak ada satu penontonpun atau pemusiknya yang tidak bergerak. Semuanya bergoyang, bahkan kadang lepas kendali.
11. Marah, murung dan cemas bukan hal tabu
Mencerdaskan emosi anak bukan bermakna orang renta atau guru mesti selalu tampil “tepat”. Sesekali berselisih dengan pasangan, merasa duka dan kecewa, atau merasa cemas di depan bawah umur tidak menjadi soal sepanjang mereka juga menyaksikan bagaimana cara anda menuntaskan semua duduk perkara itu secara cerdas. Bisa jadi suatu ketika anda bersitegang dengan pasangan ihwal pekerjaan rumah yang tidak beres sehingga karenanya anada berdua meraih komitmen, anada berdua lalu saling meminta maaf, tersenyum dan berpelukan.
12. Selimuti dengan iklim aktual
Iklim konkret mirip kegembiraan, impian, kasih sayang menunjukkan pengaruh yang sangat positif. Rasa tawa senang, membantu kita berpikir dengan pengetahuan yang lebih luas dan memungkinkan kita bernegosiasi lebih bebas, juga membantu kita menjadi lebih peka pada bermacam-macam korelasi, juga cita-cita.
C. Pengalaman dan Lingkungan Menentukan Perkembangan Kecerdasan Sosial Emosional Anak
John Lock (singgih, 1982) mengemukakan bahwa pengelaman dan lingkungan anak ialah faktor yang paling memilih dalam kemajuan anak. Isi kejiwaan anak ketika dilahirkan adalah mirip secarik kertas yang masih kosong, artinya bagaimanapun nantinya dan corak kertas tersebut bergantung pada cara kertas ditulisi.
Guru sebagai orang yang mempunyai kewenangan untuk menulis pengelaman dan pengurus lingkungan bagi anak didiknya harus bekerja secara hati-hati. Terdapat sejumlah bahaya jika guru keliru memfasilitasi perkembnagn sosial emosional anak (hurlock, 1980), diantaranya ialah selaku berikut ini.
1. Pembicaraan atau sikap anak tidak terkenal
Pembicaraan atau perilaku anak tidak popular diantara sahabat-teman sebaya, beliau tidak hanya merasa kesepian, tetapi yang paling penting beliau kurang memiliki kesempatan berguru bertingkah sesuai dengan harapan sobat-temannya.
2. Anak yang dipaksa justru berindak berlebihan
Anak yang secara keras dipaksa untuk bermain sesuai dengan jenis kelaminnya akan bertindak secara berlebihan dan ini menjengkelkan sahabat-sahabat sebaya. Misalnya, pria berusaha untuk bersikap, mirip jantan dan bergairah dalam bermain sehingga terjadi kontradiksi dengan teman-temannya, balasannya ia ditolak kelompoknya.
3. Hadirnya hewan peliharaan
Penggunaan binatang peliharaan atau sobat imajinasi untuk mengimbangi kurangnya sobat hanyalah solusi sementara saja terhadap persoalan anak kesepian, dengan demikian sosialisasi anak menjadi sungguh sedikit.
4. Dorongan orang tua untuk menghabiskan waktunya dengan sahabat-temannya
Kalau anak menjadi sudah biasa mempunyai teman diwaktu hendaknya bermain maka ketika seorang diri dia tidak dapat mengembangkan kesanggupan untuk menghibir diri.
D. Meningkatkan peran Pembelajaran Untuk Pengembangan Kecerdasan Sosial Emosional Anak
Perkembangan sosial emosional yakni perkambangan sikap anak dalam pengemdalikan dan beradaptasi dengan hukum-hukum penduduk dimana anak itu berada. Dengan demikian, anak dapat mengembangkan peran dan aktualisasi diri sesuai gendernya, sebab pada periode prasekolah anak memahami perannya sebagai anak pria dan wanita.
1. Arah pembelajaran sosial emosiaonal bagi anak prasekolah
Beberapa arag pengembangan sosial emosional yang ditunjukan pada hasil mencar ilmu anak antara lain mirip:
a. Mampu melakukan korelasi dengan orang lain;
b. Terbiasa untuk bersikap sopan-santun;
c. Mampu mematuhi peraturan dan disiplin dalam kehidupan sehari-hari;
d. Mampu memperlihatkan reaksi emosi yang masuk akal.
Keempat kesanggupan tersebut dengan dibarengi indikator-indikator, yaitu :
a. Tenggang rasa terhadap orang lain;
b. Bekerja sama dengan sahabat;
c. Praktis bergaul/berinteraksi dengan orang lain;
d. Mengenal dirinya sendiri;
e. Mulai mampu berkhayalatau bermain akal-akalan;
f. Mulai berkomunikasi dengan orang yang telah dikenalnya;
g. Mulai bermain memisahkan diri dari orang tuanya utamanya ibu;
h. Aktif bergaul dengan sobat;
i. Mulai mengikuti aturan permainan;
j. Meniru kegiatan orang dewasa;
k. Menjadi ekstrem dan keras kepala;
l. Memetuhi peraturan yang ada;
m. Mulai tentang konsep benar dan salah;
n. Mau berbagi dengan sobat;
o. Mau bermain dengan sahabat sebaya;
p. Berani dan memiliki rasa ingin tahu yang besar;
q. Merasa puas atas prestasi yang diraih;
r. Mulai mampu mengatur emosi;
s. Menunjukkan reaksi emosi yang masuk akal karena, marah, bahagia, sakit, takut, dan sebagianya;
t. Manjaga keamanan diri.
Peter Salovey dan John Mayer (1990), target pengembangan sosial emisoanal ialah untuk menolong meningkatkan kualitas-mutu emosi yang penting bagi suatu kesuksesan anak. Mereka memerinci setidaknya terdapat sebelas indikator, yakni :
a. Kualitas empati (menyaksikan perasaan orang lain);
b. Kualitas dalam mengungkapkan dan mengetahui perasaan;
c. Kualitas dalam mengalokasikan rasa marah;
d. Kualitas kemandirian;
e. Kualitas dalam kemampuan menyesuaikan diri;
f. Kulitas disukai atau tidak;
g. Kualitas dalam kemampuan memecahkan duduk perkara anarpribadi;
h. Kualitas ketekunan;
i. Kualitas kesetiakawanan;
j. Kualitas kesopanan:
k. Kualitas sikap hormat;
Uraian di atas merupakan sasaran pengembangan emosional yang sifatnya menyatu, bila dipilah-pilah mampu dijelaskan sebagai berikut.
a. Arah pembelajaran sosial anak
1) Membantu pencapaian kematangan dalan korelasi sosial
2) Membantu kesanggupan beradaptasi dengan norma-norma golongan, tradisi dan akhlak (agama)
3) Membantu kemampuan dalam memperluas relasi anak dengan masyarakar (mulai dari sahabat sebaya hingga yang lebih luas)
b. Arah pembelajaran emosi anak
1) Membantu perolehan kemampuan mengontrol diri atau mengontrol ekspresi emosi
2) Membantu mengontrol emosi diri sendiri
3) Membantu kesanggupan memotivasi diri
4) Membantu mengendalikan emosi orang lain
5) Membantu kemampuan membina korelasi dengan orang lain
2. Cara anak menerima pengalaman sosial emosional
a. Trial & error
Trial and error, yakni mencar ilmu dengan cara coba-ralat. Individu mendaptkan intisari pembelajaran berdasarkan pada pengelaman yang dialaminya secara eksklusif.
b. Imitasi
Imitasi, yaitu proses belajr anak dengan cara meniru dari langkungan.
c. Conditioning
Conditioning merupakan proses mencar ilmu anak dengan cara mengkondisikan reaksi-reaksi emosi tertentu dalam dirinya.
3. Prinsip-prinsip dalam menolong pengembangan sosial emosional anak
Pengendalian emosi (emotional control), menitik beratkan pada pementingan reaksi yang tampak terhadap rangsangan yang menyebabkan emosi. Mengapa pertolongan itu menjadi penting, setidaknya didasarkan atas 2 alasan, yakni selaku berikut.
a. Kelompok sosial mengharap semua anak mampu mencar ilmu mengatur emosi.
b. Apabila suatu pola ekspresi emosi sudah dipelajari, ,aka sulit untuk mengendalikannya bahkan lebih sukar lagi untuk menghilangkannya.
Menurut Maurice J. Ellias, dkk (1999) bahwa sejumlah prinsip badapt dijadikan pegangan atau penuntun dalam membantu anak-anak dalam pengembangan kecerdasan emosi dan kenaikan keahlian sosialnya, ialah meliputi 3 golongan.
a. Prinsip-prinsip keseharian
1) Memberi teladan
2) Mengingatkan dan menunjukkan kemampuan yang baru dipelajari
3) Paraphrading yakni menginagtkan kembali dengan kalimat sendiri
b. Teknik-teknik mengajukan pertanyaan
1) Mengajukan pertanyaan terbuka
a) Pertanyaan kausal, “mengapa kamu memukulnya?”
b) Pertanyaan opsi berganda, “kamu memukulnya karena dia mengganggu, sebab ia mengambil mainan atau karena kamu sedang murka disebabkan sesuatu lainnya?”
c) Pertanyaan benar-salah, “apa kau memukulnya, ya atau tidak?”
d) Pertanyaan terbuka, “apa yang terjadi antara kalian berdua?”
2) Dua pertanyaan berurutan dimana aturannya sedrhana
3) Teknik colombo, aspek penting colombo yaitu sikap persahabatan
c. Kiat-tips jangka panjang
1) Kesabaran dan kegigihan
2) Keluwesan dan kreativitas
3) Penyesuaian dengan
4) Perkembangan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.
2. Strategi mempunyai pengertian bagaimana menyiasati atau menentukan banyak sekali tindakan yang dianggap efektif dalam meraih suatu tujuan secara gemilang.
B. Saran
Guru atau orang cukup umur harus dapat memperlihatkan stimulus yang cocok dalam perekembangan kecerdasan sosial emosional anak.