Abk Berkelainan Fisik

ANAK  BERKEBUTUHAN KHUSUS BERKELAINAN FISIK
A.    Klasifikasi Anak Tunanetra
Tunanetra adalah belum dewasa yang mengalami kelainan atau gangguan fungsi penglihatan, yang mempunyai tingkatan atau pembagian terstruktur mengenai yang berlainan.
          Berdasarkan tingkat ketajaman penglihatan
Seseorang yang dikatakan penglihatannya wajar jika hasil tes shellen menunjukkan ketajaman pandangan 20/20 atau 6/6 meter. Sedangkan untuk seseorang yang mengalami kelainan penglihatan klasifikasi low vision (kurang lihat), yakni penyandang tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan 6/20 m- 6/60 m. Kondisi yng demikian sesungguhnya penderita masih mampu menyaksikan dengan pinjaman alat khusus. Sedangkan untuk kategori berat atau blind, yakni penyandang tunanetra yang memiliki tingkat ketajaman penglihatan 6/60 atau kurang.untuk yang klasifikasi yang berat ini, masih ada dua kemungkinan yaitu; penderita ada kalanya masih mampu melihat gerakan-gerakan tangan, ataupun hanya mampu membedakan gelap dan terperinci. Sedangkan tunanetra yang memiliki ketajaman pandangan dengan visus 0, telah sama sekali tidak dapat melihat.
          Berdasarkan penyesuaian pendagogis
Kirk, SA(1989) mengklasifikasikan penyandang tunanetra berdasarkan kesanggupan pembiasaan dalam tunjangan layanan pendidikan khusus yang diperlukan. Klasifikasi dimaksud yakni:
  kemampuan menyaksikan sedang (moderate visual disability), dimana pada taraf ini mereka masih dapat melaksanakan tugas-tugas visual yang dikerjakan orang awas dengan menggunakan alat bantu khusus serta dengan pemberian cahaya yang cukup.
ketidak mampuan melihat taraf berat (severe visual disability), pada taraf ini mereka memiliki penglihatan yang kurang baik atau kurang akurat walaupun dengan memakai alat bantu visual dan modivikasi, sehingga mereka membutuhkan banyak dan tenaga dalam menjalankan peran-tugas visual.
          Ketidak mampuan melihat taraf sangat berat (rofound visual disability),  pada taraf ini mereka mengalami kesulitan dalam melaksanakan peran-tugas visual yang lebih rincian mirip membaca dan menulis.
Secara fisik mungkin anak bisa mencapai kematangan sama dengan anak awas kebanyakan, tetapi dikarenakan fungsi psikisnya, mirip pengertian terhadap kenyataan lingkungan, kemungkinan adanya bahaya dan cara – cara menghadapinya, keahlian gerak serba terbatas, serta kurangnya keberanian dalam melaksanakan sesuatu mengakibatkan kematangan fisiknya kurang dapat dimanfaatkan secara optimal dalam melakukan aktivitas gerakan motorik. Anak tunanetra mengalami kendala dalam metode umpan balik pandangan penginderaan yang sungguh penting dalam desain belajar, mirip : pengenalan bentuk, ukuran dan ruang (spatial).
Fallen dan Umansky (1985) menerangkan bahwa anak tunanetra cenderung gagal dalam mengerti gambaran tubuh (body image) secara akurat, sebagai imbas dari eksplorasi yang terbatas, gerakan yang terbatas dan overprotection, yang semua ini kan besar lengan berkuasa terhadap kelambatan dalam pertumbuhan motoriknya.
B.     Klasifikasi Anak Tunarungu
Tunarungu yaitu ungkapan yang menunjuk pada kondisi ketidak fungsian organ telinga atau pendengaran seseorang anak. Tunarungu terdiri atas 2 tingkatan adalah lazim dan khusus.
          Tunarungu secara lazim
the deaf atau tuli, yaitu peyandang tunarngu berat dan sangat berat dengan tingkat ketulian di atas 90 dB.
heard of hearing, atau kurang dengan adalah penyandang tunarungu ringan atau sedang dengan derajat ketulian 20- 90 dB.
          Tunarungu secara khusus
tunarungu ringan yakni penyandang tunarungu yang mengalami tingkt ketulian 25-45 B. Seseorang yang mengalami ketunarunguan taraf ringan  dimana dia mengalami kesusahan untuk menyikapi suara-suara yang datangnya agak jauh.
          Tunarungu sedang, adaah penyandan tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 46-70 dB. Seseorang yang mengalami ketnarunguan taraf sedang dimana dia hanya dapat mengerti percakapan pada jarak 3-5 feet secara berhadapan, tetapi idak dapat mengikuti diskusi-diskusi dikelas. Pada keadaan anak tunarungu yang demikian sudah membutuhkan alat bantu dengar  (heardingan  aid)  memerukan pelatihan komunikasi, pandangan, bunyi dan irama.
          Tunarungu berat, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat kesusahan 71-90 dB. Seseorang yang mengalami ketunarunguan taraf berat, hanya dapat merespon bunyi-suara dalam jarak yang sungguh erat dan diperkeras. Pada anak tunarungu demikian membutuhkan alat bantu dengar dalam mengikuti pendidikan disekolah, disamping itu juga dibutuhkan training dan latihan berkomunikasi dan pengembangan bicaranya.
          Tunarungu sungguh berat (profound) yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 90 dB ke atas. Pada tahap ini seseorang telah tidak dapat lagi merespon bunyi sama sekali, kemungkinan cuma mampu menyikapi melaui getaran-getaran suara yang ada. Untuk menyandang tunarungu ini lebih mengandalkan kemampuan visual atau penglihatannya. 
Perkembangan fisik atau motorik anak tunarungu tidak begitu jauh berlainan dengan kemajuan anak pada umunya. Bahkan tidak jarang anak tunarungu gres mampu dikendali ketika diajak berbicara atau berkomunikasi, tetapi kerap kali dijumpai pada beberapa anak tunarungu yang letak gangguan pendengarannya pada teliga bab dalam ( auri internal) yang mengenai bab organ keseimbangan (semiciculas canals) yang pada giliranya juga mampu menghipnotis nerves cochlearis (saraf keseimbangan ) yang menyebabkan anak dikala berlangsung seperti terhuyung – huyung (akan jatuh). Anak kurang memiliki keseimbangan yang baik. Tetapi selain dari pada itu, jikalau anak murni mengalami ketunarunguan maka kemajuan fisik tidak banyak mengalami ketunarunguan maka pertumbuhan fisiknya mengalami ketunaan penyerta (double handicapped).
C.     Klasifikasi Anak Tunadaksa
Anak tunadaksa yakni anak yang mengalami kelainan fisik, atau cacat tubuh yang mencakup kelainan anggota badan maupun yang mengalami kelainan garak dan kelumpuhan yang sering disebut selaku cerebral palsy (CP).
          Crebral palsy
ringan, dapat berjalan tanpa alat bantu, bisa berbicara dan dapat mendorong dirinya sendiri.
sedang,  memerlukan bantuan untuk berjalan, latihan mengatakan, dan mengurus diri sendiri.
Berat, membutuhkan perawatan tetap dalam ambulansi, mengatakan, dan menolong diri sendiri.
          Berdasarkan letaknya
spastic, kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya.
dyskenisia, gerakannya tak terkontrol (athetosis), serta terjadinya kelakuan pada seluruh tubuh yang ulit digerakkan. (rigid).
ataxia, gangguan keseimbangan, kerjasama mata dan tangan tidak berfungsi dan cara berjalannya gontai.
adonan, yang mengalami kelainan ganda.
          Folio
tipe spinal, kelumpuhan pada otot-otot leher, sekad dada, tangan dan kaki.
tipe bulbair, kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf tapi yang menjadikan adanya gangguan adanya gangguan pernapasan.
tipe bulbispinalis gangguan antara tipe spinal dan bulbair.
tipe encephalitis yang biasanya ditandai dengan adanya demam, kesadaran menurun, tremor dan kadang kala kejang.
Anak CP mengalami kerusakan pada pyramidal tract dan atau extrapyramidal. Kedua sistem tersebut berfungsi mengatur metode motorik insan, oleh alasannya itu anak CP mengalami gangguan fungsi motoriknya. Seluruh gerakan otot anak cerebral palsy juga berkerja secara kalangan dan membuat acuan – acuan gerak, tetapi teladan – acuan itu tidak wajar dan tidak ada koordinasi yang disebabkan oleh adanya kerusakan dalam otak. Mereka tidak dapat melaksanakan pola gerakan yang benar, gerakannya dijalankan dengan salah. Anak cerebral palsy dan juga anak wajar , mereka mencar ilmu gerak dengan perasaannya dan mencobanya dengan mengingat – ingat yang pernah dilakukannya.
Anak wajar memiliki kesanggupan menyesuaikan gerakan dengan tujuan yang dimaksudkan, sedangkan anak cerebral palsy gerakan terbatas. Gerakan menonton (stereotype) dan asal gerak, yang pemting dapat melaksanakan gerakan. Jika anak mulai dengan pola yang  gerakan yang salah, maka ia akan meneruskannya dan mengabaikan gerakan yang salah tersebut. Hal ini menghalangi kemajuan fisik yang wajar dan kesalahan gerakan yang berulang – ulang akan mengakibatkan kekakuan sendi (contracture) dan salah bentuk (derformities).
DAFTAR PUSTAKA
Yuline M.Pd, Dra.2010.Bahan Ajar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.Pontianak
Sunardi dan Sunaryo.2007.Intervensi Dini Anak Berkebutuhan Khusus.