Berpuasa terkadang menyisakan busuk verbal yang kurang tenteram jika tercium oleh orang lain. Meskipun demikian, dalam sebuah hadits telah disebutkan bahwa anyir verbal orang yang berpuasa bagaikan bau misk di sisi Allah. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Sungguh busuk ekspresi orang yang berpuasa lebih harum di segi Allah daripada anyir minyak kasturi.”
Untuk mengurangi anyir verbal, terkadang kita menyikat gigi dengan pasta gigi. Dalam keadaan berpuasa, apakah kita tetap boleh menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi? Apakah hal ini boleh disamakan dengan kebolehan bersiwak ketika berpuasa? Mari kita kaji pembahasan ini bersama. Hukum Bersiwak Saat Berpuasa Syaikh Shalih al-Fauzan pernah ditanya perihal aturan bersiwak saat sedang melaksanakan puasa Ramadhan. Beliau memaparkan, “Tidak diragukan lagi bahwa bersiwak ialah fatwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disarankan. Bersiwak mempunyai keutamaan yang besar. Terdapat berbagai riwayat shahih yang menunjukkan dianjurkannya bersiwak, mampu kita lihat pada tindakan maupun perkataan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh alasannya itu, sudah sebaiknya kita mengamalkan fatwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini. Hendaklah kita berupaya bersiwak, apalagi-lebih lagi pada saat dibutuhkan atau pada waktu yang disunnahkan untuk bersiwak, seperti sebelum berwudhu, saat akan melaksanakan shalat, saat hendak membaca al-Quran, ketika ingin menghilangkan bau mulut yang tak sedap, serta dikala bangun tidur sebagaimana hal ini pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Keadaan-kondisi tadi ialah dikala yang ditekankan untuk bersiwak. Dan asalnya, siwak itu disunnahkan di setiap waktu. Orang yang berpuasa pun direkomendasikan untuk bersiwak sebagaimana orang yang tidak berpuasa. Pendapat yang tepat, bersiwak dibolehkan sepanjang waktu, diusulkan untuk bersiwak di pagi hari maupun di sore hari. Pendapat yang menyatakan tidak bolehnya bersiwak di sore hari bahu-membahu bukan berasal dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan namun, yang sempurna terdapat beberapa perkataan teman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengatakan,
“Sungguh busuk ekspresi orang yang berpuasa lebih harum di segi Allah daripada anyir minyak kasturi.”
Untuk mengurangi anyir verbal, terkadang kita menyikat gigi dengan pasta gigi. Dalam keadaan berpuasa, apakah kita tetap boleh menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi? Apakah hal ini boleh disamakan dengan kebolehan bersiwak ketika berpuasa? Mari kita kaji pembahasan ini bersama. Hukum Bersiwak Saat Berpuasa Syaikh Shalih al-Fauzan pernah ditanya perihal aturan bersiwak saat sedang melaksanakan puasa Ramadhan. Beliau memaparkan, “Tidak diragukan lagi bahwa bersiwak ialah fatwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disarankan. Bersiwak mempunyai keutamaan yang besar. Terdapat berbagai riwayat shahih yang menunjukkan dianjurkannya bersiwak, mampu kita lihat pada tindakan maupun perkataan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh alasannya itu, sudah sebaiknya kita mengamalkan fatwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini. Hendaklah kita berupaya bersiwak, apalagi-lebih lagi pada saat dibutuhkan atau pada waktu yang disunnahkan untuk bersiwak, seperti sebelum berwudhu, saat akan melaksanakan shalat, saat hendak membaca al-Quran, ketika ingin menghilangkan bau mulut yang tak sedap, serta dikala bangun tidur sebagaimana hal ini pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Keadaan-kondisi tadi ialah dikala yang ditekankan untuk bersiwak. Dan asalnya, siwak itu disunnahkan di setiap waktu. Orang yang berpuasa pun direkomendasikan untuk bersiwak sebagaimana orang yang tidak berpuasa. Pendapat yang tepat, bersiwak dibolehkan sepanjang waktu, diusulkan untuk bersiwak di pagi hari maupun di sore hari. Pendapat yang menyatakan tidak bolehnya bersiwak di sore hari bahu-membahu bukan berasal dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan namun, yang sempurna terdapat beberapa perkataan teman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengatakan,
رَأَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- مَا لاَ أُحْصِى يَتَسَوَّكُ وَهُوَ صَائِمٌ
“Aku pernah menyaksikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersiwak berulang kali hingga tidak dapat kuhitung banyaknya, walaupun dikala itu dia sedang berpuasa.”
Oleh alasannya adalah itu, bersiwak itu disunnahkan bagi orang yang berpuasa maupun yang tidak berpuasa. Namun dengan tetap menjaga supaya jangan terlalu agresif (tergesa-gesa) saat bersiwak alasannya mampu melukai ekspresi dan menyebabkan keluarnya darah, atau siwak bisa merusak sesuatu yang ada di ekspresi . Maka, wajib bagi orang yang terjadi semacam itu untuk mengeluarkan darah atau siwak tersebut dari mulutnya. Oleh karena itu, hendaklah seseorang bersiwak dengan perlahan-lahan. Jika Siwaknya Memiliki Rasa Sebuah pertanyaan disampaikan kepada Syekh Abdullah bin ‘Abdurrahman al-Jibrin, “Apakah bersiwak dengan siwak yang memiliki rasa membatalkan puasa?” Syaikh Abdullah bin ‘Abdurrahman al-Jibrin menyampaikan tanggapan, “Bersiwak boleh dikerjakan dikala berpuasa, dan hukumnya disunnahkan di setiap waktu. Banyak ulama yang memakruhkan bersiwak bagi orang yang berpuasa setelah waktu zawal (tergelincirnya matahari ke barat). Mereka berpendapat demikian alasannya bersiwak menimbulkan hilangnya busuk verbal yang baunya di segi Allah bagaikan amis misk. Para ulama yang meneliti lebih jauh menguatkan pendapat bahwa bersiwak ketika berpuasa tidaklah makruh, bahkan dianjurkan untuk bersiwak di pagi dan sore hari. Adapun jika siwak tersebut mempunyai rasa, maka wajib bagi orang yang bersiwak untukmembuang ludahnya ke tanah atau menyekanya dengan sapu tangan. Secara umum, bahwasanya rasa itu hanya ada di kulit siwak dan tidak selamanya akan ada pada siwak tersebut. Adapun kalau siwak tersebut berasa mirip rasa salah satu jenis sayuran atau yang semisalnya, dari segi bahwa rasanya dapat terkecap dengan ludah, maka wajib bagi orang yang bersiwak tersebut untuk memuntahkan air liurnya tadi, sebab jikalau dia sengaja menelan sesuatu dan mengecap rasanya maka puasanya batal. Wallahu a’lam. Dari ajaran beliau tersebut, dapat dipahami bahwa alasan tidak bolehnya menggunakan siwak yang memiliki rasa dikala berpuasa ialah karena rasa dari siwak tersebut bisa terkecap oleh ludah dan akibatnya tertelan masuk ke tenggorokan. Padahal, telah kita ketahui bareng bahwa menelan kuliner dan minuman ke dalam kerongkongan dengan sengaja termasuk salah satu pembatal puasa. Dalam kitab Haqiqatush Shiyam, pada Pasal “Hal-hal yang Membatalkan Puasa dan yang Tidak Membatalkan Puasa”, Syaihul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, “Pembatal-pembatal puasa ada yang menurut nash dan ijma’ (kesepakatan para ulama), yakni: makan, minum, dan berjima’ (hubungan intim dengan istri). Allah Ta’ala berfirman,
“Aku pernah menyaksikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersiwak berulang kali hingga tidak dapat kuhitung banyaknya, walaupun dikala itu dia sedang berpuasa.”
Oleh alasannya adalah itu, bersiwak itu disunnahkan bagi orang yang berpuasa maupun yang tidak berpuasa. Namun dengan tetap menjaga supaya jangan terlalu agresif (tergesa-gesa) saat bersiwak alasannya mampu melukai ekspresi dan menyebabkan keluarnya darah, atau siwak bisa merusak sesuatu yang ada di ekspresi . Maka, wajib bagi orang yang terjadi semacam itu untuk mengeluarkan darah atau siwak tersebut dari mulutnya. Oleh karena itu, hendaklah seseorang bersiwak dengan perlahan-lahan. Jika Siwaknya Memiliki Rasa Sebuah pertanyaan disampaikan kepada Syekh Abdullah bin ‘Abdurrahman al-Jibrin, “Apakah bersiwak dengan siwak yang memiliki rasa membatalkan puasa?” Syaikh Abdullah bin ‘Abdurrahman al-Jibrin menyampaikan tanggapan, “Bersiwak boleh dikerjakan dikala berpuasa, dan hukumnya disunnahkan di setiap waktu. Banyak ulama yang memakruhkan bersiwak bagi orang yang berpuasa setelah waktu zawal (tergelincirnya matahari ke barat). Mereka berpendapat demikian alasannya bersiwak menimbulkan hilangnya busuk verbal yang baunya di segi Allah bagaikan amis misk. Para ulama yang meneliti lebih jauh menguatkan pendapat bahwa bersiwak ketika berpuasa tidaklah makruh, bahkan dianjurkan untuk bersiwak di pagi dan sore hari. Adapun jika siwak tersebut mempunyai rasa, maka wajib bagi orang yang bersiwak untukmembuang ludahnya ke tanah atau menyekanya dengan sapu tangan. Secara umum, bahwasanya rasa itu hanya ada di kulit siwak dan tidak selamanya akan ada pada siwak tersebut. Adapun kalau siwak tersebut berasa mirip rasa salah satu jenis sayuran atau yang semisalnya, dari segi bahwa rasanya dapat terkecap dengan ludah, maka wajib bagi orang yang bersiwak tersebut untuk memuntahkan air liurnya tadi, sebab jikalau dia sengaja menelan sesuatu dan mengecap rasanya maka puasanya batal. Wallahu a’lam. Dari ajaran beliau tersebut, dapat dipahami bahwa alasan tidak bolehnya menggunakan siwak yang memiliki rasa dikala berpuasa ialah karena rasa dari siwak tersebut bisa terkecap oleh ludah dan akibatnya tertelan masuk ke tenggorokan. Padahal, telah kita ketahui bareng bahwa menelan kuliner dan minuman ke dalam kerongkongan dengan sengaja termasuk salah satu pembatal puasa. Dalam kitab Haqiqatush Shiyam, pada Pasal “Hal-hal yang Membatalkan Puasa dan yang Tidak Membatalkan Puasa”, Syaihul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, “Pembatal-pembatal puasa ada yang menurut nash dan ijma’ (kesepakatan para ulama), yakni: makan, minum, dan berjima’ (hubungan intim dengan istri). Allah Ta’ala berfirman,
فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُواْ مَا كَتَبَ اللّهُ لَكُمْ وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواْ الصِّيَامَ إِلَى الَّليْلِ
‘Maka kini campurilah mereka dan ikutilah apa yang sudah ditetapkan Allah untukmu, serta makan dan minumlah hingga terperinci bagimu benang putih dari benang hitam (yakni fajar). Kemudian, sempurnakanlah puasa itu sampai (hadirnya) malam….’(QS. Al-Baqarah: 187)
Ayat ini menunjukkan bahwa di ketika tidak puasa diizinkan untuk berhubungan intim dengan istri. Maka bisa dimengerti bahwa puasa haruslah menahan diri dari bekerjasama intim dengan istri, makan dan minum.” Hukum Menggunakan Pasta Gigi Saat Berpuasa Dalam hal ini, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanya, “Apakah seseorang yang berpuasa boleh menggunakan pasta gigi padahal beliau sedang berpuasa di siang hari?” Beliau menjawab, “Melakukan mirip itu tidaklah mengapa selama tetap mempertahankan sesuatu biar tidak tertelan di kerongkongan. Sebagaimana pula dibolehkan bersiwak bagi orang yang berpuasa baik di pagi hari atau sore harinya.” Pertanyaan yang sama juga pernah disampaikan terhadap Syaikh Muhammad bin Shalih al- Utsaimin, “Apa aturan menggunakan pasta gigi bagi orang yang berpuasa di siang hari bulan bulan pahala?” Beliau menerangkan, “Penggunaan pasta gigi bagi orang yang sedang berpuasa tidaklah mengapa jika pasta gigi tersebut tidak sampai masuk ke dalam tubuhnya (tidak sampai ia telan, pen). Akan namun, yang lebih utama ialah tidak menggunakannya karena pada pasta gigi terdapat rasa yang begitu berpengaruh yang bisa jadi masuk ke dalam perut seseorang tanpa beliau sadari. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Laqith bin Shobroh,
‘Maka kini campurilah mereka dan ikutilah apa yang sudah ditetapkan Allah untukmu, serta makan dan minumlah hingga terperinci bagimu benang putih dari benang hitam (yakni fajar). Kemudian, sempurnakanlah puasa itu sampai (hadirnya) malam….’(QS. Al-Baqarah: 187)
Ayat ini menunjukkan bahwa di ketika tidak puasa diizinkan untuk berhubungan intim dengan istri. Maka bisa dimengerti bahwa puasa haruslah menahan diri dari bekerjasama intim dengan istri, makan dan minum.” Hukum Menggunakan Pasta Gigi Saat Berpuasa Dalam hal ini, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanya, “Apakah seseorang yang berpuasa boleh menggunakan pasta gigi padahal beliau sedang berpuasa di siang hari?” Beliau menjawab, “Melakukan mirip itu tidaklah mengapa selama tetap mempertahankan sesuatu biar tidak tertelan di kerongkongan. Sebagaimana pula dibolehkan bersiwak bagi orang yang berpuasa baik di pagi hari atau sore harinya.” Pertanyaan yang sama juga pernah disampaikan terhadap Syaikh Muhammad bin Shalih al- Utsaimin, “Apa aturan menggunakan pasta gigi bagi orang yang berpuasa di siang hari bulan bulan pahala?” Beliau menerangkan, “Penggunaan pasta gigi bagi orang yang sedang berpuasa tidaklah mengapa jika pasta gigi tersebut tidak sampai masuk ke dalam tubuhnya (tidak sampai ia telan, pen). Akan namun, yang lebih utama ialah tidak menggunakannya karena pada pasta gigi terdapat rasa yang begitu berpengaruh yang bisa jadi masuk ke dalam perut seseorang tanpa beliau sadari. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Laqith bin Shobroh,
بَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
“Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung), kecuali kalau engkau sedang berpuasa.”
Dengan demikian, yang lebih utama bagi orang yang sedang berpuasa yaitu tidak menggunakan pasta gigi. Waktu untuk menggunakan pasta gigi bahwasanya masih mampu di waktu yang lain. Jika orang yang berpuasa tersebut tidak menggunakan pasta gigi hingga waktu berbuka, maka memiliki arti ia telah mempertahankan dirinya dari masalah yang dikhawatirkan menghancurkan ibadah puasanya.”
Fatwa darul ifta Mesir no 1199, tanggapan mufti agung Prof. Dr. Ali Jum’ah Muhammad, seputar hukum menyikat gigi dengan pasta gigi saat sedang berpuasa. Beliau berkata: diperbolehkan menggunakan air dan pasta gigi untuk membersihkan gigi dikala sedang berpuasa selama air atau pasta gigi itu tidak masuk ke dalam rongga badan. Hal itu alasannya puasa seseorang dianggap batal jikalau ada sesuatu yang masuk ke dalam rongga badannya lewat lubang terbuka. Sebaiknya orang yang berpuasa melaksanakan hal itu pada saat tidak berpuasa guna menjauhkan dan menghindari keraguan dan bisikan setan. Wallahu a’lam
“Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung), kecuali kalau engkau sedang berpuasa.”
Dengan demikian, yang lebih utama bagi orang yang sedang berpuasa yaitu tidak menggunakan pasta gigi. Waktu untuk menggunakan pasta gigi bahwasanya masih mampu di waktu yang lain. Jika orang yang berpuasa tersebut tidak menggunakan pasta gigi hingga waktu berbuka, maka memiliki arti ia telah mempertahankan dirinya dari masalah yang dikhawatirkan menghancurkan ibadah puasanya.”
Fatwa darul ifta Mesir no 1199, tanggapan mufti agung Prof. Dr. Ali Jum’ah Muhammad, seputar hukum menyikat gigi dengan pasta gigi saat sedang berpuasa. Beliau berkata: diperbolehkan menggunakan air dan pasta gigi untuk membersihkan gigi dikala sedang berpuasa selama air atau pasta gigi itu tidak masuk ke dalam rongga badan. Hal itu alasannya puasa seseorang dianggap batal jikalau ada sesuatu yang masuk ke dalam rongga badannya lewat lubang terbuka. Sebaiknya orang yang berpuasa melaksanakan hal itu pada saat tidak berpuasa guna menjauhkan dan menghindari keraguan dan bisikan setan. Wallahu a’lam
Kesimpulan :
• Bersiwak disunnahkan untuk dikerjakan dalam keadaan apa pun, baik sedang berpuasa ataupun tidak.
• Hukum memakai sikat gigi dianalogikan (diqiyaskan) dengan hukum menggunakan siwak.
• Hukum memakai sikat gigi dengan pasta gigi dianalogikan (diqiyaskan) dengan hukum memakai siwak yang memiliki rasa.
• Pada asalnya, hukum menggunakan sikat gigi dengan pasta gigi saat berpuasa yaitu boleh. Namun untuk lebih berhati-hati dari tertelannya pasta gigi ke dalam kerongkongan, maka sebaiknya pasta gigi tidak digunakan dikala puasa, bisa ditunda setelah waktu berbuka tiba atau sebelum masuk waktu shubuh. Sebagai gantinya, ketika sedang berpuasa, sebaiknya menyikat gigi dikerjakan tanpa menunjukkan pasta gigi pada sikat gigi. Wallahu a’lam.
• Bersiwak disunnahkan untuk dikerjakan dalam keadaan apa pun, baik sedang berpuasa ataupun tidak.
• Hukum memakai sikat gigi dianalogikan (diqiyaskan) dengan hukum menggunakan siwak.
• Hukum memakai sikat gigi dengan pasta gigi dianalogikan (diqiyaskan) dengan hukum memakai siwak yang memiliki rasa.
• Pada asalnya, hukum menggunakan sikat gigi dengan pasta gigi saat berpuasa yaitu boleh. Namun untuk lebih berhati-hati dari tertelannya pasta gigi ke dalam kerongkongan, maka sebaiknya pasta gigi tidak digunakan dikala puasa, bisa ditunda setelah waktu berbuka tiba atau sebelum masuk waktu shubuh. Sebagai gantinya, ketika sedang berpuasa, sebaiknya menyikat gigi dikerjakan tanpa menunjukkan pasta gigi pada sikat gigi. Wallahu a’lam.
Sumber:
www.muslimah.or.id
www.dar-alifta.org