Sejarah Perundang-Permintaan Haki Di Indonesia

 1.    Perundang-permintaan HAKI Masa Penjajahan Belanda

Hak Kekayaan Intelektual bergotong-royong bukanlah sebuah hal yang gres di Indonesia. Sejak zaman Pemerintahan Hindia Belanda, Indonesia sudah memiliki undang-undang ihwal hak kekayaan Intelektual yang bekerjsama merupakan perlakukan peraturan  perundang-seruan pemerintahan Hindia Belanda yang berlaku di negeri Belanda, diberlakukan di Indonesia selaku negara jajahan Belanda berdasarkan prinsip konkordansi.

Pada masa itu, bidang hak kekayaan Intelektual menerima pengesahan baru 3 ( tiga ) bidang hak kekayaan Intelektualm yaitu bidang Hak Cipta, Merek Dagang dan Industri, serta Paten.
Adapun, peraturan perundang-ajakan Belanda bidak Hak Kekayaan Intelektual yaitu sebagai berikut :

a.    Auterswet 1912 ( Undang-Undang Hak Pengarang 1912, Undnag-undang Hak  Cipta;S.1912-600 )
b.    Reglement Industriele Eigendom Kolonien 1912 ( Peraturan Hak Milik Industrial Kolonial 1912; S.1912-545 jo.S. 1913-214 )
c.    Octrooiwet 1910 ( Undang-Undang Paten 1910; S.1910-33, yis S.1911-33, S. 1922-54 )

Undang-Undang Hak Cipta pertama di Belanda diundangan pada tahun 1803, yang kemudian diperbarui dengan Undnag-Undang Hak Cipta tagun 1817 dan diperbarui lagi sesuai dengan konvensi Bern 1886 menjadi Auterurswet 1912, Indonesia ( Hindia Belanda ketika itu ) sebagai negara jajahan Belanda, terikat dalam konvensi Bern tersebut, sebagaimana diumumkan dalam S.1914-797. Peraturan Hak Milik Industrial Kolonial 1912 ialah undnag-undang merek tertua di Indonesia, yang ditetapkan oleh Pemerintah kerajaan Belanda berlaku sejak tanggal 1 Maret 1913 terhadap wilayah-kawasan jajahannya Indonesia, Suriname, dan Curacao. Undnag-Undang Paten 1910 tersebut mulai berlaku semenjak tanggal 1 Juli 1912.

2.    Lingkup Berlaku Perundang-Undangan HKI Zaman Belanda Berdasarkan 131 Indische Staatsregeling

Pasal 131 Indische Staatsregeling ( IS ) pada pokoknya mengendalikan sebagai berikut :

a.    Hukum Perdata dan Hukum Dagang ( tergolong hukum pidana maupun hukum acara perdata dan pidana) mesti diletakkan dalam kitab-kitan Undang-undang yaitu, dikodifikasi.
b.    Untuk kalangan bangsa Eropa, dianut (dicontoh ) perundang-seruan yang berlaku di negeri Belanda ( Asas Konkordansi ).
c.    Untuk kelompok bangsa Indonesia orisinil dan Timur Asing ( Tionghoa, Arab, dan sebagainya ) jika ternyata ‘’ keperluan kemasyarakatan’’ mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka, baik seutuhnya maupun dengan perubahan-perubahan . Dan juga diperbolehkan menciptakan sebuah peraturan baru bareng ,untuk selainnya harus diindahkan hukum-aturan yang berlaku di kalangan mereka, dan boleh diadakan penyimpangan jika diminta oleh kepentingan biasa atau kebutuhan kemasyrakatan mereka ( ayat 2 ).
d.    Orang Indonesia orisinil dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri ( onderwerpen ) pada aturan yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara biasa maupun secara tentang sebuah tindakan tertentu saja ( ayat 4 ).
e.    Sebelum aturan untuk bangsa Indonesia ditulis dalam undang-undang, bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang kini berlaku bagi mereka, yaitu ‘’aturan etika’’ ( ayat 6 ).
Adapun menurut pasal 163 IS, kelompok masyarakatHindia Belanda adalah sebagai berikut :
a.    Golongan Eropa, yaitu (a) siapa pun kalangan Belanda, (b) siapa pun Eropa lainnya, (c) siapa saja Jepang, (d) siapa saja yang berasal dari kawasan lain yang negaranya tunduk pada hukum keluarga yang pada pokoknya berdasarkan asas yang serupa seperti hukum benda, dan (e) anak sah atau diakui berdasarkan undang-undang dan anak yang dimaksud sub b dan c yang lahir di Hindia Belanda.
b.    Golongan Bumiputra, adalah semua orang yang termaksud rakyat Indonesia Asli, yang tidak beralih masuk golongan lain, yang sudah membaurkan dirinya dengan kalangan lain, dan yang telah membaurkan dirinya dengan rakyat Indonesia Asli.
c.    Golongan Timur Asing, yakni siapa pun yang bukan golongan Eropa dan golongan Bumiputra.
Berdasarkan Pasal 131 jo.136 IS tersebut mampu dimengerti bahwa kodifikasi aturan perdata ( burgerlijke wetboek ) cuma berlaku bagi kalangan Eropa dan mereka yang dipermasalahkan. Adapun bagi kalangan Bumiputra dan Timur Asing berlaku aturan etika mereka masing-masing, kecuali sejak tahun 1855 hukum perdata Eropa diberlakukan terhadap kelompok Timur Asingg, selain aturan keluarga dan hukum waris.
Peraturan perundang-permintaan yang berlaku di Indonesia saat itu bersifat pluralisme sesuai dengan golongan orangnya, sehingga ada peraturan perundang-ajakan Eropa yang dinyatakan berlaku bagi orang-orang Bumiputrs (Indonesia), ada pula peraturan perundang-permintaan yang dinyatakan secara khusus dibentuk untuk orang-orang Indonesia Asli ( Bumiputra ) . Peraturan perundang-ajakan Eropa  di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang dikontrol dalam Reglement Industriele Eigendom Kolonien 1012 ( Peraturan Hak Milik Industri Kolonial 1912;S,1912-545 jo. S.1913-214 ); Auterswet 1912 ( Undang-undang Hak Pengarang 1912, Undang-Undang Hak Cipta, S.1912-600 ) dan Octrooiwet 1910 ( Undang-undang Paten 1910; S.1910-33, yis S.1911-11 S.1922-54 ), ialah peraturan perundang0undangan yang dinyatakan berlaku tidak cuma untuk kalangan Eropa, melainkan juga berlaku untuk kalangan bukan Eropa.
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa peraturan perundang-ajakan Eropa di bidang Hak kekayaan Intelektual merupakan peraturan perundang-seruan yang berlaku bagi semua kalangan penduduk Indonesia.

3.    Perundang-seruan HKI Pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan Pasal 2 Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945 ( UUD 1945 ) dan peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1945m naka ketentuan peraturan perundang0undangan Hak Atas Kekayaan Intelektual zaman penjajahan Belanda, demi aturan diteruskn keberlakuannya, sampai dengan dicabut dan diganti dengan undang-undang baru hasil produk legislasi Indonesia. Setelah 16 tahun Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1961 barulah Indonesia mempunyai peraturan perundang-ajakan hak Kekayaan Intelektual dalam hukum aktual pertama kalinya dengan diundangkannya Undang-undang Merek pada tahun 1961,disusul dengan Undang-Undang Hak Cipta pada tahun 1982 dan Undang-undang Paten pada tahun 1989.

  Relasi Hukum Dengan Sosial Budaya

Undang-undang Merek pertama Indonesia lahir pada tahun 1961 dengan diundangkannya Undang-Undang Merek Dagang dan Merek Perniagaan, pada tanggal 11 Oktober 1961 dan mulai berlaku tanggal 11 November 1961, yang diketahui juga dengan nomenklatur Undnag-undang Nomor 21 Tahun 1961. Dengan diundangkan dan diberlakukannya Undang – undang Nomor 21 Tahun 1961, maka Reglement Industriele eigendom Kolonien 1912 ( Peraturan Hak Milik industial Kolonial 1912;S.1912-545 jo. S. 1913-214 ) tersebut dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Pada tahun 1992 terjadi pembaharuan hukum merek di Indonesia, dengan diundangkan dan diberlakukannya Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 yang mencabut dan mengambil alih Undang-undang Nomor 21 tahun 1961. Selanjutnya pada tahun 1997, terjadi lagi penyempurnaan kepada Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 dengan diundangkan dan diberlakukan Undang-undang Nomor 14 tahun 1997. Dan terakhir pada tahun 2001 1997 tersebut diubah dan disempurnakan serta diganti dengan lahirnya Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001.

UU Hak Cipta pertama di Indonesia pasca kemerdekaan gres ada pada tahun 1982, dengan diundangkan dan diberlakukannya UU No. 6 tahun 1982. Kemudian pada tahun 1987, UU No. 6 tahun 1982 tersebut diubah dan disempurnakan dengan diundangkan dan diberlakukannya UU No. 7 tahun 1987. Selanjutnya pada tahun 1997, UU No. 12 tahun 1997 jo UU No. 7 tahun 1987 tersebut dan terakhir pada tahun 2001, UU No. 612 tahun 1997 jis. UU No. 7 tahun 1987, UU No. 6 tahun 1982 tersebut diubah dan disempurnakan serta diganti dengan UU No. 19 tahun 2002.

UU Paten Indonesia pertama gres ada pada tahun 1989 dengan diundangkan dan diberlakukannya UU No. 6 tahun 1989. Kemudian pada tahun 1997, UU No. 6 tahun 1989 tersebut diperbarui dengan UU No. 13 tahun 1997 jo. UU No. 6 tahun 1989 tersebut, diubah dan disempurnakan serta diganti dengan UU No. 14 tahun 2001.

  Hukum Tata Negara: Pengertian Menurut Ahlinya
Dengan demikian, sejak tahun 1961 s.d tahun 1999 yang bermakna selama 54 tahun sejak Indonesia merdeka, bidang Hak Kekayaan Intelektual yang telah mendapat santunan dan pengaturan dalam tata aturan Indonesia gres 3 ( tiga ) bidang yakni, merek, hak cipta, dan paten. Adapun 4 ( empat ) bidang hak kekayaan Intelektual lainnya varietas flora, belakang layar jualan , desain industri, serta desain tata letak sirkuit terpadu, baru mendapatkan pengaturan dalam hukum konkret Indonesia pada tahun 2000, dengan diundangkannya UU N0 29 tahun 2000 ihwal Varietas Tanaman, UU No 30 tahun 2000 perihal Rahasia Dagang, UU NO. 31 tahun 2000 perihal Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan UU No 32 tahun 2000 ihwal Desain Industri.
Sumber bacaan Buku : Hak Atas Kekayaan Intelektual oleh Adrisn Sutedi, SH.,MH halaman 1-5.