Pola Makalah Tata Cara Praktek Persidangan Perkara Pidana Dan Perdata

Makalah Praktek Peradilan


TATA CARA PRAKTEK PERSIDANGAN PERKARA PIDANA DAN PERDATA

 

OLEH :

ANNISA
C2
040 2013 0208

FAKULTAS HUKUM
ILMU HUKUM
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR 

2015
 
 
 
KATA PENGANTAR

Puji syukur aku panjatkan kedatangan Tuhan Yang Maha Esa, alasannya adalah berkat rahmat, dan hidayahNya, saya dapat menuntaskan Makalah ini yaitu perihal Tata Cara Praktek Persidangan Perkara Pidana dan Perdata di Pengadilan Negeri. Semoga dengan membaca makalah  ini,  para pembaca akan lebih mengerti Proses atau Tata Cara Praktek Persidangan Khususnya dalam Perkara Pidana dan Perdata. Kritikan dan usulan yang membangun untuk aku demi pertumbuhan makalah ini sangat diharapkan.  Semoga makalah ini dapat berfaedah.
Makassar, 21 Desember 2015

      Penyusun

 
 
 
 
DAFTAR ISI

Kata Pengantar     
Daftar Isi      
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang    
B.    Rumusan Masalah    
C.    Tujuan      
BAB II PEMBAHASAN
A.   Tata Cara Praktek Persidangan Perkara Pidana di PN    
B    Tata Cara Praktek Persidangan Perkara Perdata di PN
C.   Lafadz Sumpah dalam Perkara Pidana dan Perdata   
 
BAB III PENUTUP
A.     Kesimpulan   
 
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
 

A.    Latar Belakang

Negara Republik Indonesia adalah Negara yang menurut aturan yang demokratis, berdasarkan pancasila dan UUD 1945, bukan menurut atas kekuasaan semata-mata. Didalam KUHAP disamping menertibkan ketentuan ihwal cara proses pidana juga menertibkan wacana hak dan kewajiban seseorang yang terlibat proses pidana. Proses pidana yang dimaksud yaitu tahap investigasi tersangka (interogasi) pada tingkat penyidikan. Hukum acara pidana yakni keseluruhan peraturan aturan yang mengatur bagaimana caranya alat-alat penegak aturan melakukan dan mempertahankan aturan pidana. Proses solusi kasus pidana maksudnya ialah supaya pelanggar peraturan aturan atau pelaku tindak kriminal oleh tubuh peradilan dijatuhi pidana sesuai dengan kesalahannya.

Dalam hidup, masing-masing orang kadang memiliki kepentingan yang berlainan antara yang satu dengan yang lainya. Adakalanya kepentingan mereka saling berlawanan, yang kadang mengakibatkan sengketa, untuk menghindarkan gejala tersebut, mereka mencari jalan untuk menyelenggarakan tata tertib, yakni dengan menciptakan ketentuan atau kaidah aturan yang mesti ditaati oleh setiap anggota masyarakat. Sehingga kepentingan anggota masyarakat lainya akan tersadar dan terlindungi, jika kaidah aturan itu dilanggar, maka terhadap yang bersangkutan akan diberikan hukuman atau eksekusi. Yang dimaksud dengan kepentingan disini ialah hak-hak dan kewajiban perdata yang dikelola dalam aturan perdata materiil atau umum disebut sebagai aturan program perdata.
Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang menciptakan cara bagaimana orang harus bertindak kepada dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melakukan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata. Sedangkan pemahaman Hukum Acara Perdata menurut para andal, yakni  menurut Sudikno Mertokusumo “Hukum Acara Perdata ialah peraturan hukum yg mengontrol bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim”.
Dengan demikian kedudukan hukum program perdata amat penting, alasannya adanya hukum acara perdata, masyarakat merasa adanya kepastian aturan bahwa setiap orang berhak menjaga hak perdatanya dengan sebaik mungkin dan setiap orang yang melaksanakan pelangaran kepada aturan perdata yang menyebabkan kerugian pada orang lain mampu dituntut melalui pengadilan Hukum program perdata juga berfungsi untuk menegakan, mempertahankan dan menjamin ditaatinya ketentuan aturan materiil dalam praktik lewat perantaraan peradilan  selain itu hukum acara perdata  yang berlaku ketika ini sifatnya luwes, terbuka dan sederhana (tidak formalistis). Para hakim menerima kesempatan yang seluas-luasnya  untuk memanfaatkan aturan yang tidak tertulis disamping juga hukum yang tertulis sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan aturan program perdata dibutuhkan akan tercipta ketertiban dan kepastian aturan dalam masyarakat.

B.    Rumusan Masalah
1.    Bagaimana Tata Cara Praktek Persidangan Perkara Pidana ?
2.    Bagaimana Tata Cara Praktek Persidangan Perkara Perdata ?

C.    Tujuan
1.    Untuk mengetahui metode praktek persidangan perkara pidana.
2.    Untuk mengenali sistem praktek persidangan masalah perdata.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Tata Cara Praktek Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Negeri

Adapun personil yang memiliki peran dalam proses persidangan kasus pidana yaitu :
1.      Majelis Hakim (MH)
2.      Jaksa Penuntut Umum (JPU)
3.      Penasehat Hukum (PH)
4.      Panitera Pengganti (PP)
5.      Terdakwa

Selain personil tersebut diatas ada jugapetugas yang mendukung kelancaran jalannya suatu persidangan .petugas dimaksud ialah :
a.       Juru Sumpah (JS)
b.      Juru Panggil
c.       Petugas Pengawalan
d.      Petugas keselamatan
I.    SIDANG PERTAMA
 
Sidang ditetapkan oleh  Majelis Hakim dan dibuka dengan cara sebagai berikut :
A.     Majelis Hakim memasuki ruang sidang
  1. Yang  pertama sekali memasuki ruang sidang adalah: panitera pengganti.jaksa penuntut lazim, dan penasehat aturan serta pengunjung, masing-masing duduk di tempat yang sudah ditempatkan;
  2. Pejabat yang bertugas selaku protocol (umumnya dijalankan oleh PP) mengumumkan bahwa  Majelis Hakim  akan memasuki ruang sidang, pengunjung dimohon untuk bangun”,tergolong JPU dan PH;
  3. Majelis Hakim memasuki ruang sidang dengan melalui pintu khusus, yang terdepan Hakim ketua dan diikuti Hakim anggota I (senior) dan Hakim anggota II (yunior);
  4.  Majelis Hakim duduk di tempatnya masing-masing degan posisi : Hakim ketua di tengah dan Hakim anggota I berada di sebelah kanan dan Hakim anggota II di sebelah kiri, hadirin dipersilahkan duduk kembali oleh protocol;
  5.  Hakim ketua membuka sidang dengan kata-kata “sidang pengadilan negeri……..yang memeriksa masalah pidana nomor……..atas nama terdakwa…….pada hari…tanggal….dinyatakan dibuka dan terbuka untuk lazim”, sambil mengetuk palu sebanyak 3x.
B.     PemanggilanTerdakwa Masuk ke Ruang Sidang
  1.  Hakim ketua mengajukan pertanyaan ke JPU :”apakah terdakwa siap untuk dihadirkan pada sidang hari ini ?”. jikalau JPU tidak bisa mendatangkan terdakwa maka Hakim harus menangguhkan persidangan pada waktu yang ditentukandengan perintah terhadap JPU untuk menghadirkan terdkakwa pada sidang berikutnya;
  2.  Jika JPU siap untuk mendatangkan terdakwa, maka Hakim ketua menyuruh semoga terdakwa diundang masukke ruang sidang;
  3.  JPU menyuruh pada petugas semoga terdakwa dibawa masuk ke ruang sidang;
  4.  Petugas membawa terdakwa masuk ke ruang sidang dan mempersilahkan duduk di dingklik pemeriksaan. Jika terdakwa tersebut ditahan , lazimnya dari ruang tahanan pengadilan hingga keruang sidang terdakwa dikawal oleh beberapa petugas . sekalipun demeikian ,terdakwa mesti diperhadapkan dalam kondisi bebas, artinya tidak perlu diborgol;
  5.  Setelah terdakwa duduk di dingklik pemeriksaan, Hakim ketua bertanya selaku berikut:
  •  Apakah terdakwa dalam keadaan sehat dan siap untuk diperiksa ?
  • Menanyakan identitas terdakwa: nama, umur, alamat,dll.
6.      Hakim selanjutnya bertanya : apakah didampingi PH ?
a. Jika terdakwa didampingi PH, maka Hakim menegaskan hak terdakwa untuk didampingi PH dengan memberi peluang kepada terdakwa untuk mengambil sikap selaku berikut :
–   Maju sendiri (tanpa didampingi PH
–  Mengajukan permintaan pada pengadilan semoga ditunjukkan PH untuk   mendampingi secara cumc-Cuma;
–   Meminta waktu kepada meajelis untuk mencari PH sendiri;
b.      Jika terdakwa didampingi PH,maka proses selanjutnya yakni:
  1. Hakim menanyakan terhadap PH apakh benar dalam sidang ini ia bertindak sebagai PH terdakwa sekaligus meminta terhadap PH untuk memperlihatkan menunjukkan kartu advokatnya dan memperlihatkan surat kuasa khusus;
  2. Setelah Hakim memriksa kartu advokat dan surat kuasa, selanjutnya memberikan terhadap Hakim anggota yang sebelah kanan kemudaian Hakim yang sebelah kiri,gres lalu pada JPU.

C.     Pembacaan Surat Dakwaan
1.      Hakim ketua mempersilahkan kepada JPU untuk membacakan surat dakwaan dan meminta terhadap terdakwa untuk menyimak dengan seksama.
2.      JPU membacakan surat dakwaan dengan 2 cara : (1)   Duduk , (2) berdiri. Jika surat dakwaannya panjang maka pembacaannya dapat digilir sesama JPU
3.      Selanjutnya Hakim Ketua menanyakan kepada terdakwa :”apakah dia sudah paham /memahami wacana apa yang didakwakan ? bila terdakwa tidak memahami , maka JPU atas ajakan Hkim ketua,wajib memberi klarifikasi seperlunya.

D.     Pengajuan Eksepsi (keberatan) 
  1.  Hakim ketua menanyakan pada terdakwa atau Phnya, apakah akan mengajukan jawaban atau keberatan atas surat dakwaan JPU.
  2.  Pertama-tama Hakim bertanya pada terdakwa dan memberi kesempatan untuk menangapi , selanjutnya kesempata kedua diberikan kepada Phnya.
  3.   Apabila terdakwa/Phnya tidak  mengajukan eksepsi ,maka persidangan dilanjutkan pada tahap pembuktian.
  4. Apabila terdakwa/Phnya akan mengajukan eksepsi,maka Hakim mengajukan pertanyaan terhadap terdakwa/Phnya,apakah telah siap untuk membacakan eksepsi.
  5. Apabila terdakwa/PH telah siap , maka Hakim ketua menyatakan sidang ditangguhkan untuk memberi kesempatan pada terdakwa/PH untuk mengajukan eksepsi pada hari sidang selanjutnya.
  6. Apabila terdakwa/PH telah siap membacaka eksepsi, maka Hakim ketua mempersilahkan pada terdakwa/ PH untuk membacakan eksepsinya, dan eksepsi ini bisa diajukan ekspresi maupun tertulis.
  7.  Jika eksepsi secara tertulis, mka sehabis dibacakan eksepsi tersebut diserahkan terhadap Hakim dan salinannya diberikan terhadap JPU. Tata cara membacanya sama dengan waktu JPU membacakan surat dakwaa. Eksepsi ini dapat juga diajukan oleh terdakwa sendiri atau kedua-duanya bantu-membantu mengajukan eksepsi,dan lazimjuga terdakwa menyerahkan sepenuhnya kepada PH.
  8.  Apabila kedua-duanya mengajukan eksepsi, maka potensi pertama diberikan kepada terdakwa lebih dulu,setelah itu PH nya.
  9.  Setelah pembacaan eksepsi dan terdakwa/PH, hakim ketua memberi potensi pada JPU untuk mengajukan tanggapan atas eksepsi pada sidang berikutnya.
  10. Atas eksepsi beserta balasan tersebut, berikutnya hakim ketua meminta waktu untuk memikirkan dan menyusun “putusan sela”.
  11. Apabila majelis hakim berpendaat bahwa usulanuntuk menetapkan permintaan eksepsi tersebut mudah/sederhana, maka sidang dapat diskors selama beberapa menit untuk memilih putusan sela.
  12.  Tata cara skorsing sidang ada 2 macam :
  Penyertaan (Deelneming) Dalam Aturan Pidana
 Cara I : majelis hakim meninggalkan ruang sidang untuk membicarakan/mempertimbangkan putusan di ruang hakim , sedangakan JPU , terdakwa/PH serta seluruh pengunjung tetap tinggal di daerah;
Cara II : hakim ketua mempersilahkan semua yang datang biar keluar dari ruang sidang selanjutnya petugas menutup ruang sidang dan majelis hakim merundingkan putusan sela dalam ruang sidang(cara ini paling sering dipakai).

   13.   Apabila majelis hakim berpendapat bahwa membutuhkan waktu yang agak lama dalam memikirkan putusan sela tersebut, maka sidang dapat ditangguhkan dan dibacakan padahari  sidang berikutnya.

E.      Pembacaan/pengucapan putusan sela
1.      Setelah hakim mecabut skorsing atau membuka sidang kembali dengan ketukan palu 1x, hakim ketua menerangkan pada para pihak yang datang dipersidanganbahwa program selanjutnya dalah pembacaan atau pengucapan putusan sela.
2.      Tata caranya adalah :putusan sela tersebut diucapkan/dibacakan oleh hakim ketua sambil duduk dikursinya. Apabila naskah putusan sela tersebut panjang, tidak menutup kemungkinan putusan sela tersebut dibacakan secara bergantian dengan hakim anggota. Pembacaan amar putusan di akhiri dengan ketukan palu 1x.
3.      Secara garis besar ada 3 kemungkinan isi putusan sela:
a. Eksepsi terdakwa/PH ditolak, sehingga investigasi kepada terdakwa tersebut mesti dilanjutkan;
b.Eksepsi terdakwa/PH diterima, sehingga pemeriksaan terhadap masalah tersebut tidak mampu dilanjutkan (harus dihentikan);
c.Eksepsi terdakwa/PH baru mampu diputus sehabis selesai investigasi, sehingga sidang harus dilanjutkan.

4.      Setelah putusan sela diucapkan atau dibacakan, hakim ketua menerangkan secukupnya mengenai garis besar isi putusan sela sekaligus menyampaikan hak JPU, terdakwa/PH untuk mengambil perilaku menerima putusan tersebut atau menyatakan perlawanan .


II.        SIDANG PEMBUKTIAN 
 
Sebelum memasuki program pembuktian , hakim ketua mempersilahkan terdakwa semoga duduknya berpindah dari kursi pemeriksaan ke kursi terdakwa yang berada di samping  kanan kursi PH.selanjutnya, procedure dan tata cara pembuktian adalah selaku berikut:
A.     Pembuktian Oleh Jaksa Penuntut Umum
 
1.      Pengajuan saksi yang memberatkan (saksi a charge)
  •   Hakim ketua mengajukan pertanyaan kepada JPU apakah telah siap menghadirkan saksi-saksi pada sidang hari ini ?
  • Apabila JPU telah siap, maka hakim segera menyuruh terhadap JPU untuk mendatangkan saksi seorang demi seorang ke dalam ruang sidang
  •  Saksi yang pertama kali diperiksa ialah”saksi korban”. Dan sehabis itu gres saksi lainnya yang dipandang berkaitan dengan tujuan pembuktian mengenai tindakan melawan hukum yang didakwakan pada terdakwa, baik saksi yang tercantum dalam surat pelimpahan kasus maupun saksi komplemen yang diminta oleh JPU selama sidang berjalan
  •  Tata cara pemeriksaan saksi:
  1. JPU menyebutkan nama saksi yang akan diperiksa
  2.  Petugas menjinjing saksi masuk ke ruang sidang dan mempersilahkan saksi untuk duduk di bangku investigasi.
  3. Hakim ketua mengajukan pertanyaan kepada saksi tentang :
  • Identitas saksi )nama, umur, alamat , pekerjaan , agama, dll);
  • Apakah saksi kenal dengan terdakwa(apabila perlu hakim meminta terhadap saksi untuk mengamati tampang terdakwa dengan seksama guna menentukan jawabannya;
  •  Apabila saksi memiliki hubungan darah (sampai derajat berapa) dengan terdakwa, apakah saksi memiliki kekerabatan suami/istri dengan terdakwa,atau apakh saksi terikat relasi kerja dengan terdakwa.
4.  Apabila perlu hakim dapat pula bertanya apakah saksi sekarang dalam keadaan sehat wal afiat dan siap diperiksa sebagai saksi.
5. Hakim ketua meminta kepada saksi untuk besedia mengucapkan sumpah/janji  sesuai dengan keyakinannya.
6. Saksi mengucapkan sumpah menurut agama/keyakinannya dipandu oleh hakim dan pelaksanaan sumpah dibantu oleh juru sumpah.
7.      Tata cara pelaksanaan sumpah yang lazim dipergunakan di PN ialah :
  •  Saksi dipersilahkan berdiri agak ke depan;
  • Untuk saksi yang beragama islam , cukup bangkit tegap  ketika melafalkan sumpah ,dan petugas bangun di belakangnya sambil mengangkat al qur’an di atas kepala saksi.untuk saksi yang beragam kristen /katolik petugas membawakan injil(akitab) di sebelah kiri saksi, pada saat saksi melafalkan sumpah tangan kiri saksi diletakkan diatas alkitab dan tangan kanan saksi dan jari tengah dan jari telunjuk membentuk aksara v (victoria) untuk yang beragama kristen atau menghunus jari telunjuk, jari tengah dan jari bagus untuk yang beragama katolik . sedangkan untuk agama yang lain menyesuaikan ;
  •   Hakim meminta agar saksi megikuti kata-kata yang dilafalkan oleh hakim;
  •   Lafal sumpah saksi :”saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan menandakan dengan sebetulnya dan tiada lain dari yang bekerjsama
  •   Untuk dsksi yang beragama islam ,lafal sumpah diawali dengan ucapan :”wallahi….atau demi Allah ….”,untuk saksi ynag beragama katolik/kristen protestan lafal sumpah diakhiri dengan ucapan :”biar ilahi membantu saya”. Untuk saksi yang beragama hindu lafal sumpah diawali dengan ucapan :”om atah parama wisesa…”. Untuk saksi yang beragama buddha lafal sumpah diawali dengan lafal :”demi sang hyang adi budha…..”.
8.      Hakim ketua mempersilahkan duduk kembali dan mengingatkan bahwa saksi harus memberi keternagan yang bahu-membahu , sesuai dengan apa yang dialaminya , apa yang dilihatnya , atau apa yang didengarnya sendiri .jika perlu hakim juga mampu mengingatkan bahwa kalau saksi tidak mengatakan yang bergotong-royong , beliau mampu dituntut alasannya adalah sumpah imitasi. Hakim ketu mulai menilik saksi dengan bertanya yang berhubungan dengan tindak pidana yang didakwakan pada terdakwa.
9.      Setelah hakim kutua tamat bertanya pada saksi, hakim anggota, JPU, terdakwa/PH juga diberi kesenmpata untuk  mengajukn pertanyaan pada saksi.
10.  Pertanyaan ang diajukan kepada saksi diarahkan untuk menangkap fakta yang sesungguhnya , sehingga harus memperhatikan hal-hal selaku berikut :
  • Materi pertanyaan diarahkan untuk pembuktian unsur-komponen tindakan yang didakwakan;
  • Pertanyaan harus berkaitan dan tidak berbelit-belit, bahasa dan penyampaiannya harus diketahui oleh saksi;
  •  Pertanyaan dilarang bersifat menjerat atau menjebak saksi;
  •   Pertanyaan idak boleh bersifat peng kualifikasian delik;
  •  Hindari pertanyaan yang bersifat pengulangandari pertanyaan yang sudah di tanyakan, kecuali hal tersebut ditujukan dalam rangka memberi pemfokusan pada sebuah fakta tertentu atau penegasan kepada informasi yang bersifat sangsi. Hal tersebut di atas intinya bersifat sungguh merugikan terdakwa atau investigasi itu sendiri, sehinga pabila dalam pemeriksaan saksi hal tersebutterjadi maka pihak yang mengenali dan merasa dirugikan atau merasa keberatan mampu mengajukan keberatan/interupsi pada hakim ketua dengan menyebutkan karena . selaku pola pertanyaan JPU bersifat menjerat terdakwa , maka PH dapat protes dengan kata-katanya kira-kira sbb :”interupsi ketua majelis ….pertanyaan JPU menjerat saksi”. Satu pola lagi ,bila pertanyaan PH berbelit-belit maka JPU dapat mengajukan protes , contohnya dengan kata-kata :”keberatan ketua majelis ….pertanyaanPH membingungkan saksi”. Atas keberatan atau interupsi tersebut hakim ketua eksklusif menanggapi dengan menetapkan bahwa interupsi/keberatan ditolak atau diterima. Apabila interupsi ditolak maka pihak yang sedang bertanya dipersilahkan untuk melanjutkan pertanyaannnya , sebaliknya jikalau ditolak maka pihak yang menhgajukan pertanyaan diminta untuk bertanya lain.
11.   Selama mengusut saksi hakim mampu memberikan barang bukti pada saksi guna menentukan kebenaran yang berhubungan dengan barang bukti tersebut.
12.  Setiap kali saksi akhir memperlihatkan keterangan , hakim ketua menanyakan terhadap terdakwa , bagaimana pendapatnya wacana keterangan tersebut ?
  • Setelah investigasi terhadap satu saksi selesai ,hakim ketua mempersilahkan duduk saksi tersebut  untuk duduk di dingklik saksi  yang terletk di belakang dingklik pemeriksaan ;
  • Selanjutnya hakim ketua mengajukan pertanyaan terhadap JPU, apakah masih ada saksi yang hendak diajukan pada sidang hari ini. Demikian dan seterusnya sampai  JPU menyampaikan tidak ada lagi saksi yang mau diajukan ;
  • Apabila ada saksi alasannya halangan yang sah tidak mampu dihadirkan dalam persidangan maka informasi yang sudah diberikan pada dikala penyidikan sebagaimana tercatat dalam BaP dibacakan .dalam hal ini yang bertugas membacakan informasi program tersebut adalaha hakim ketua, namun kerap kali hakimketua meminta supaya JPU yang membacakan
  Peradaban Orang Batak, Berdaya Pada Ruang Seksualitas Di Ciptakan
2.      Pengajuan alat bukti lainnya guna mendukung alasan JPU.
a.       Hakim ketua menanyakan apakah JPU masih akan mengajukan alat bukti bukti lainnya mirip:  informasi andal dan surat serta aksesori barang bukti yang didapatkan selama proses persidangan 
b.      Apabila JPU mengatakan masih, maka tata cara pengajuan bukti-bukti tersebut ialah selaku berikut :
1.      Tata cara pengajuan saksi ahli sama seperti sistem pengajuan saksi lainnya . perbedaannya adalah informasi yang diberikan oleh ahli yaitu pendapatnya terhadap sebuah kebenaran sesuai dengan pengetahuan atau bidang keahliannya , sehingga lafal sumpahnya diubahsuaikan menjadi : “ saya bersumpah/berjanji bahwa aku akan menawarkan usulan soal-soal yang dikemukakan berdasarkan pengetahuan aku sebaik-baiknya”.
2.      Tata cara pengajuan alat bukti surat( hasil pemeriksaan laboratorium criminal, visum e repertum dll) yakni : JPU maju kedepan dan menunjukkan alat bukti surat yang diajukan pada mejelis hakim . hakim ketua mampu mengundang terdakwa atau PH untuk maju kedepan supaya  mampu menyaksikan alat bukti surat yang diajukan .
3.      Tata cara pengajuan alat bukti , JPU pada petugas untuk membawa masuk barang buti ke ruang sidang . kalau barang bukti tersebut bentuknya tidak besar dan tidak berat (duit pistol,busana dll), dapat eksklusif diletakan di meja hakim bila bentuknya besar tetapi mampu dibawa masuk ke ruang sidang (misalnya sepeda),cukup ditaruh di lantai ruang sidang saja. Jika bentuknya besar dan tidak mampu dibawa masuk ke ruang sidang (contohnya mobil),majelis hakim disertai JPU, terdakwa/PH mesti keluar dari ruang sidang untuk memeriksabarang bukti tersebut. Demikian juga mengenai barang bukti yang karna sifat dan jumlahnya tidak dapat seluruhnya diajukan, maka cukup diajukan samplenya saja.
c.       Apabila JPU mengatakan bahwa semua bukti-bukti telah diajukan, maka hakim ketua memberi peluang pada terdakwa/PH untuk mengajukan bukti-bukti.

B.     Pembuktian Oleh Terdakwa/ Penasihat Hukum
 
1.      Pengajuan saksi yang merenggangkan terdakwa( saksi a de charge) :
  • Hakim ketua bertanya terhadap terdakwa/PH apakah ia akan mengajukan saksi yang menguntungkan/meringankan (a de charge);
  • Jika terdakwa/PH tidak akan mengajukan saksi ataupun bukti lainnya,maka ketua majelis memutuskan bahwa sidang akan dilanjutkan pada program pengajuan tuntutan oleh JPU;
  •  Apabila terdakwa/PH akan dan telah siap mengajukan saksi yang mengendorkan, maka hakim ketua secepatnya memerintahkan biar saksi di bawaah masuk ke ruang sidang untuk diperiksa;
  •  Selanjutnya metode investigasi saksi A de charge sama dengan investigasi saksi A charge, dengan titik berat pada pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada pengungkapan fakta yang bersifatmembalik/melemahkan dakwaan JPU atau setidaknya meingankan terdakwa.

2.      Pengajuan alat bukti lainnya guna mendukung argumentasi terdakwa/PH

  •   Hakim ketua menanyakan apakah terdakwa/PH masih akan mengajukan bukti-bukti lainnya seperti : informasi andal dan surat serta suplemen barang bukti yang didapatkan selama proses persidangan;
  • Apabila terdakwa/PH menyatakan masih , maka metode pengajuan bukti tersebut sama dengan cara pengajuan oleh JPU;
  •  Apabila terdakwa/PH mengatakan bahwa semua bukti-bukti telah diajukan, maka hakim ketua menyatakan bahwa program sidang selanjutnya yaitu pemeriksaan pada terdakwa.

C.     Pemeriksaan Pada Terdakwa

  1.  Hakim ketua mempersilahkan kepada terdakwa untuk duduk di dingklik pemeriksaan.
  2.  Terdakwa berpindah dari dingklik terdakwa ke bangku pemeriksaan.
  3.  Hakim bertanya terhadap terdakwa :”apakah terdakwa dalam keadaan sehatdan siap untuk diperiksa”.
  4.   Hakim mengingatkan pada terdakwa untuk menjawab semua pertanyaan dengan terperinci dan tidak berbelit-belit sehingga tidak mempersulit jalannya persidangan.
  5.  Hakim ketua mulai bertanya-pertanyaan pada terdakwa dibarengi oleh hakim anggota, JPU dan PH. Majelis hakim mampu memberikan segala jenis barangbukti dan menanyakan pada terdakwa apakah dia mengenal benda tersebut. Jika perlu hakim juga mampu menunjukkan surat-surat atau gambar/photo hasil rekonstruksi yang dilampirkan pada BAP pada terdakwa untuk meyakinkan balasan atas pertanyaan hakim atau untuk memastikan suatu fakta.
  6.   Selanjutnya tata cara investigasi pada terdakwa sama pada tata cara investigasi saksi kecuali dalam hal sumpah.
  7.  Apabila terdakwanya lebih dari satu dan diperiksa bantu-membantu dalam suatu masalah, maka pemeriksaannya dilaksanakan satu persatu dan bergiliran . kalau terdapat ketidaksesuaian jawaban diantara para terdakwa, maka hakim dapat meng-cross-check-kan antara jawaban terdakwa yang satu dengan terdakwa yang lain.
  8.   Setelah terdakwa (para terdakwa) akhir diperiksa maka hakim ketua menyatakan bahwa seluruh rangkaian sidang pembuktian sudah tamat dan berikutnya hakim ketua memberi kesempata kepada JPU untuk mempersiappkan surat tuntutan (requisitoir) unyuk diajukan pada hari sidang selanjutnya.

III.   SIDANG PEMBACAAN TUNTUTAN, PEMBELAAN DAN TANGGAPAN-TANGGAPAN

A.     Pembacaan Tuntutan (requisitoir)

  1.  Setelah membuka sidang, hakim ketua menerangkan bahwa program sidang hari ini ialah pengajuan tuntutan. Selanjutnya hakim ketua bertanyapada JPU apakah sudah siap mengajukan tuntutan pada sidang hari ini.
  2. Apakah JPU telah siap mengajukan tuntutan, maka hakim ketua mempersilahkan pada JPU untuk mengajukan/ membacakan tuntutannya. Sebelum tuntutan dibacakan, maka hakim ketua meminta kepada terdakwa biar menyimak dengan baik isi permintaan.
  3.   JPU membacakan tuntutan. Tata cara pembacaan tuntutan sama dengan sistem pembacaan dakwaan.
  4. Setelah selesai membacakan permintaan, JPU menyerahkan naskah tuntutan (asli) pada hakim ketua dan salinannya pada terdakwa/PH.
  5.  Hakim ketua mengajukan pertanyaan terhadap terdakwa apakah terdakwa paham dengan isi permintaan yang telah dibacakan oleh JPU tadi. Jika perlu, hakim ketua menjelaskan sedikit inti dari tuntutan tersebut,terutama yang berkaitan dengan kesalahan terdakwa dan hukuman yang dituntutkan oleh JPU.
  6.  Hakim ketua mengajukan pertanyaan pada terdakwa/PH, apakah akan mengajukan pembelaan (pledoi).
  7.  Apabila terdakwa/PH menyatakan akan mengajukan pembelaan maka hakim ketua memperlihatkan potensi pada terdakwa/ PH untuk merencanakan pledoi.

B.     Pengajuan/Pembacaan Nota Pembelaan (Pledoi) 

  1. Hakim ketua bertanya kepada terdakwa apakah akan mengajukan pembelaan. Jika terdakwa akan mengajukan pledoi terhadap dirinya, maka hakim menanyakan kepada terdakwa apakah akan mengajukan sendiri pembelaannya atau menyerahkan sepenuhnya kepada PH nya.
  2.  Jika terdakwa mengajukan sendiri pembelaannya, maka pertama-tama yang diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan ialah terdakwa. Sebelumnya hakim ketua menanyakan pada terdakwa apakah akan mengajukan secara lisan atau goresan pena.
  3.   Terdakwa mengajukan pembelaan :
  •  Apabila terdakwa mengajukan pembelaan secara lisan, maka pada umumnya terdakwa mengajukan pembelaannya sambil tetap duduk di bangku investigasi dan isi pembelaan tersebut selain dicatat oleh panitera dalam isu acara investigasi, juga dicatat oleh pihak yang bekepentingan tergolong hakim.
  • Apabila terdakwa mengajukan pembelaan secara tertulis, maka hakim dapat meminta semoga terdakwa membacakan pembelaannya sambil bangkit di depan bangku investigasi dan sehabis tamat dibaca nota pembelaan diserahkan pada hakim.

 4.  Setelah terdakwa membacakan pembelaannya atau bila terdakwa  telah menyerahkan sepenuhnya terhadap PH, maka hakim ketua mengajukan pertanyaan kepada PH , apakah telah siap dengan nota pembelaannya.

5.     Apabila PH telah siap dengan pembelaan, maka hakim ketua segera mempersilahkan PH untuk membacakan pembelaannya. Adapun metode pembacaan pembelaan oleh PH sama dengan pengajuan eksepsi.
6.     Setelah pembacaan nota pembelaan simpulan , maka naskah nota pembelaan (orisinil) diserahkan pada hakim ketua,dan salinannya diserahkan pada JPU dan terdakwa.
7.     Selanjutnya hakim ketua mengajukan pertanyaan terhadap JPU apakah beliau akan mengajukan jawaban kepada pembelaan terdakwa/PH (replik).
8.     Apabila JPU akan menyikapi pembelaan terdakwa/PH, maka hakim ketua memberi kesempatan pada JPU untuk mengajukan replik.

C.     Pengajuan/Pembacaan Tanggapan-balasan (replik dan duplik)

  1. Apabila JPU telah siap dengan repliknya , maka hakim ketua secepatnya mempersilahkan JPU untuk membacakannya.
  2. Tata cara pembacaan replik sama dengan pembacaan requisitoir.
  3. Setelah replik diajukan/dibacakan oleh JPU maka hakim ketua memberi peluang pada terdakwa/PH untuk mengajukan duplik.
  4.  Apabila terdakwa/PH telah siap dengan dupliknya, maka hakim ketua mempersilahkannya untuk membacakan.
  5.  Tata cara pembacaan duplik sama dengan pembacaan pembelaan.
  6.  Jika acara tersebut di atas telah tamat, maka hakim ketua sidang mengajukan pertanyaan pada para pihak yang datang dalam persidangan tersebut, apakah ada hal-hal yang hendak diajukan dalam pemeriksaan. Apabila JPU,terdakwa/PH menganggap telah cukup, maka hakim ketua menyatakan bahwa “investigasi dinyatakan ditutup”.
  7. Hakim ketua menerangkan bahwa program sidang selanjutnya ialah pembacaan putusan, oleh alasannya itu guna merencanakan desain putusannya hakim meminta biar sidang ditunda untuk sementara waktu.

IV.     SIDANG PEMBACAAN  PUTUSAN

 
Sebelum menjatuhkan putusan, hakim memikirkan menurut atas surat dakwaan, segala sesuatu yang terbukti di persidangan, permintaan pidana, pembelaan, dan jawaban-tanggapan (replik-duplik). Apabila perkara ditangani oleh majelis hakim, maka dasar-dasar usulantersebut mesti dimusyawarahkan oleh majelis hakim. Setelah naskah putusan siap dibacakan, maka langkah selanjutnya yaitu :
  1. Hakim ketua menjelaskan bahwa program sidang hari ini adallah pembacaaan putusan. Sebelum putusan dibacakan oleh hakim ketua meminta supaya para pihak yang datang memperhatikan isi putusannya dengan seksama;
  2. Hakim ketua muai membacakan putusan. Tata cara pembacaan putusan sama dengan sistem pembacaan putusan sela. Apabila naskah putusan panjang maka hakim anggota  mampu mengambil alih secara bergantian;
  3. Pada dikala hakim akan membaca/mengucapkan amar putusan (sebeum mulai membaca kata” mengadii….”) maka hakim ketua memerintahkan kepada terdakwa untuk berdiri di daerah;
  4. Setelah amar putusan dibacakan seluruhnya , hakim ketua mengetukkan palu 1x dan mempersilahkan terdakwa untuk duduk kembali;
  5.  Hakim ketua memjelaskan secara singkat isi putusannya khususnya yang berhubungan dengan dengan amar putusannya hingga terdakwa mengetahui terhadap putusan yang dijatuhkan terhadapnya;
  6. Hakim ketua menerangkan hak-hak para pijak kepada putusan tersebut. Selanjutnya hakim ketua memberikan  pada terdakwa untuk memilih sikapnya, apakah akan menyatakan siap mendapatkan putusan tersebut, menyatakan menerima dan akan mengajukan grasi, menyatakan naik banding atau berpikir-pikir. Dalam hal ini terdakwa dapat diberi waktu sejenak untuk berkonsultasi dengan PH nya atau terdakwa mempercayakan haknya terhadap PH. Hal yang serupa jua disediakan kepada JPU. Jika terdakwa/PH menyatakan sikap menerima , maka hakim ketua menyuruh semoga terdakwa menandatangani gosip acara mendapatkan pernyataan mendapatkan putusan yang yang teah disiapkan oleh PP. jika terdakwa mengajukan banding , maka terdakwa diminta semoga secepatnya menandatangani akta permintaan banding (dapat dikuasakan kepada PH ). Jika terdakwa/PH menyatakan pikir-pikir dahulu ,maka hakim ketua menjelaskan bahwa periode pikir-pikir diberikan selam 7 hari, jika setelah 7 hari terdakwa tidak menyataka sikap, maka terdakwa dianggap mendapatkan putusan. Hal ini juga sama juga dilaksanakan terhadap JPU;
  7.  Apabila tidak ada hal-hal yang mau disampaikanlagi, maka hakim ketua menyatakan bahwa seuruh rangkaian program persidangan kasus pidana yang bersangkutan telah selesai dan menyatakan sidang ditutup. Tata caranya adlah : sesudah mengucapkan kata-kata “ ……sidang dinyatakan ditutup” maka hakim ketua mengetukkan palu 3x;
  8. Pejabat yang bertugas selaku p[rotokol memberitahukan bahwa hakim/majelis hakim akan meninggalkan ruang sidang, dengan kata-kata kurang lebih “ hakim/majelis hakim akan meningalkan ruang sidang, pengunjung dimohon untuk bangkit;
  9.  Semua yang hadir dalam sidan tersebut , tergolong PH dan JPU turut berdiri;
  10. Hakim/majelis hakimmeningalkan ruang sidang dengan meallui pintu khusus , muai dari yang terdepan Hakim ketua dibarengi oeh hakim anggota 1 dan lalu hakim anggota II;
  11. Para hadirin sidang , JPU,PH, terdakwa berangsur-angsur meninggalkan ruang sidang . jika putusan menyatakan terdakwa tetap ditahan , maka pertama-tama yan meninggalkan ruang sidang adalah terdakwa dengan dikawal petugas.
  Kehidupan Beragama, Fiksi Tentang Pemaknaan Politik Agama Dki Jakarta
B.    Tata Cara Praktek Persidangan Perkara Perdata di Pengadilan Negeri

I.    Pembukaan Sidang

 
Majelis hakim membuka persidangan dengan menyatakan dibuka dan terbuka untuk biasa (kecuali masalah tertentu dinyatakan tertutup untuk lazim).

II.    Menghadirkan para pihak
  1.  Para pihak (penggugat dan tergugat) ditugaskan memasuki ruang sidang;
  2. Para pihak diperiksa identitasnya (surat kuasanya), demikian pula diperiksa surat ijin praktik dari organisasi advokat (jikalau dikuasakan kepada Advokat).

III.    Memberi kesempatan perdamaian terhadap para pihak

  1.  Apabila kedua belah pihak lengkap maka diberi potensi untuk menyelesaikan dengan masalah secara tenang (melalui mediasi);
  2. Majelis Hakim memperlihatkan apakah akan memakai mediator dari lingkungan PN atau dari luar (sesuai PERMA RI No.1 Tahun 2008);
  3. Apabila tidak tercapai komitmen damai, maka persidangan dilanjutkan dengan pembacaan surat gugatan oleh penggugat/kuasanya;
  4. Apabila perdamaian berhasil maka dibacakan dalam persidangan dalam bentuk akta perdamaian yang bertitel “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.”
IV.    Memberi kesempatan jawab menjawab terhadap para pihak 
  1. Apabila tidak ada perubahan program, berikutnya tanggapan dari tergugat; (jawaban berisi eksepsi, bantahan, permohonan putusan provisionil, somasi rekonvensi);
  2. Apabila ada gugatan rekonvensi tergugat juga berposisi sebagai penggugat rekonvensi;
  3. Replik dari penggugat, jika digugat rekonvensi maka ia berkedudukan selaku tergugat rekonvensi;
  4. Pada ketika surat menyurat (jawab jinawab) ada kemungkinan ada somasi intervensi (voeging, vrijwaring, toesenkomst).

V.    Putusan sela

 
Ada kemungkinan timbul putusan sela (putusan provisionil, putusan ihwal dikabulkannya eksepsi absolut, atau ada gugat intervensi) sebelum pembuktian.

VI.    Pembuktian 

  1. Dimulai dari penggugat berupa surat bukti dan saksi;
  2. Dilanjutkan dari tergugat berbentuksurat bukti dan saksi;
  3. Apabila diperlukan, Majelis Hakim mampu melakukan pemeriksaan setempat (tempat objek sengketa).

VII.    Pembacaan kesimpulan dari masing-masing pihak

 
Majelis Hakim memberikan peluang terhadap Para Pihak/Kuasanya untuk membacakan kesimpulan.

VIII.    Musyawarah majelis hakim

 
Majelis Hakim melakukan musyawarah dalam menentukan putusan kepada perkara.

IX.    Pembacaan putusan


Isi putusan Majelis Hakim mampu berupa :
a.    Gugatan dikabulkan (semuanya atau sebagian);
b.    Gugatan ditolak, atau
c.    Gugatan tidak mampu diterima.
C.    Lafadz Sumpah Dalam Perkara Pidana dan Perdata
1.     Untuk saksi yang beragama ISLAM, petugas saksi rohaaniawan sumpah memegang kitab Al Qur’an di atas kepala yang diambil sumpah dan mengucapkan “ DEMI ALLAH SAYA BERSUMPAH, BAHWA SAYA TELAH/AKAN MEMBERIKAN KETERANGAN YANG SEBENARNYA, TIDAK LAIN DARI YANG SEBENARNYA. APABILA SAYA TIDAK MEMBERIKAN KETERANGAN YANG SEBENARNYA, SAYA AKAN MENDAPAT KUTUKAN DARI TUHAN”.
2.    Untuk saksi yang beragama KATOLIK, saksi berdiri sambil mengangkatkan tangan sebelah kanan sampai setinggi indera pendengaran dan Merentangkan jari telunjuk, jari tengah dan jari manis serta mengucapkan: “ DEMI ALLAH, BAPAK, PUTRA DAN ROKH KUDUS, SAYA BERSUMPAH, BAHWA SAYA SEBAGAI SAKSI TELAH/AKAN MENERANGKAN DENGAN SESUNGGUH-SUNGGUHNYA DAN SEBENARNYA, TIDAK LAIN DARI YANG SEBENARNYA. JIKA SAYA BERDUSTA, SAYA AKAN MENDAPAT HUKUMAN DARI TUHAN.”
3.    Untuk saksi yang beragama PROTESTAN, saksi berdiri sambil mengangkatkan tangan sebelah kanan hingga setinggi indera pendengaran dan merentangkan jari telunjuk dan jari tengah sehingga ialah bentuk abjad V serta mengucapkan: “DEMI ALLAH, BAPAK, PUTRA DAN ROKH KUDUS, SAYA BERSUMPAH, BAHWA SAYA SEBAGAI SAKSI TELAH/AKAN MENERANGKAN DENGAN SESUNGGUH-SUNGGUHNYA DAN SEBENARNYA, TIDAK LAIN DARI YANG SEBENARNYA. JIKA SAYA BERDUSTA, SAYA AKAN MENDAPAT HUKUMAN DARI TUHAN. SEMOGA ALLAH MENOLONG SAYA.”.
4.    Untuk saksi yang beragama HINDU DHARMA: “DEMI IDA SANGHYANG WIDI WASA SAYA BERSUMPAH, BAHWA SAYA TELAH/AKAN MEMBERIKAN KETERANGAN YANG SEBENARNYA, TIDAK LAIN DARI YANG SEBENARNYA. APABILA SAYA TIDAK MEMBERIKAN KETERANGAN YANG SEBENARNYA, SAYA AKAN MENDAPAT KUTUKAN DARI TUHAN”.
5.    Untuk saksi yang beragama BUDHA: “DEMI SANGHYANG ADHI BUDHA SAYA BERJANJI, BAHWA SAYA SEBAGAI SAKSI TELAH/AKAN MEMBERIKAN KETERANGAN YANG SEBENARNYA, TIDAK LAIN DARI YANG SEBENARNYA. JIKA SAYA BERDUSTA ATAU MENYIMPANG DARIPADA YANG TELAH SAYA UCAPKAN INI, MAKA SAYA BERSEDIA MENDAPATKAN KARMA YANG BURUK”.
6.    Untuk saksi yang memeluk anutan Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa: “DEMI TUHAN YANG MAHA ESA SAYA BERJANJI, BAHWA SAYA TELAH/AKAN MEMBERIKAN KETERANGAN YANG SEBENARNYA, TIDAK LAIN DARI YANG SEBENARNYA. APABILA SAYA TIDAK MEMBERIKAN KETERANGAN YANG SEBENARNYA, SEMOGA TUHAN YANG MAHA ESA AKAN MENDAPAT KUTUKAN KEPADA SAYA”.

BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan

Hukum acara pidana yakni keseluruhan peraturan aturan yang mengatur bagaimana caranya alat-alat penegak hukum melaksanakan dan menjaga aturan pidana. Proses penyelesaian perkara pidana tujuannya yaitu semoga pelanggar peraturan hukum atau pelaku tindak pidana oleh badan peradilan dijatuhi pidana sesuai dengan kesalahannya. Adapun metode praktek persidangan dalam kasus pidana mencakup : sidang pembukaan, sidang pembuktian, sidang pembacaan tuntutan, pembelaan, dan tanggapan-balasan, dan sidang pembacaan putusan. Sedangkan Hukum Acara Perdata yakni rangkaian peraturan-peraturan yang membuat cara bagaimana orang harus bertindak kepada dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu mesti bertindak, satu sama lain untuk melakukan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata. Fungsinya menyelesaikan duduk perkara dalam mempertahankan kebenaran hak individu. Perkara perdata yang diajukan oleh individu untuk mendapatkan kebenaran dan keadilan wajib tertuntaskan oleh hakim dengan kewajaran selaku tugasnya. Tata cara prakterk persidangan dalam masalah perdata meliputi : pembukaan sidang, mendatangkan para pihak, memberi potensi perdamaian kepada para pihak, memberi potensi jawab-menjawab terhadap para pihak, putusan sela, pembuktian, pembacaan kesimpulan dari masing-masing pihak, musyawarah majelis hakim, dan pembacaan putusan.

DAFTAR PUSTAKA

 

( diakses pada hari Senin, 21 Desember 2015 )

( diakses pada hari Senin, 21 Desember 2015 )

http://www.pn-dumai.go.id/index.php/kepaniteraan/perdata/perdata-proses-persidangan.html

( diakses pada hari Senin, 21 Desember 2015 )