A. PENGERTIAN ILMU
Ilmu ialah kata yang berasal dari bahasa Arab علم, masdar dari عَـلِمَ – يَـعْـلَمُ yang memiliki arti tahu atau mengetahui. Secara bahasa ilmu ialah musuh kata ndeso/jahl. Secara perumpamaan ilmu bermakna sesuatu yang dengannya akan tersingkap secara tepat segala hakikat yang diharapkan. Sedangkan menurut para ulama definisi ilmu di antaranya adalah:
1. Menurut Imam Raghib Al-Ashfahani dalam kitabnya Al-Mufradat Fi Gharibil Qur’an.
ilmu adalah mengenali sesuatu sesuai dengan hakikatnya. Hal tersebut terbagi menjadi dua; pertama, mengetahui inti sesuatu itu dan kedua yaitu menghukumi sesuatu pada sesuatu yang ada, atau menafikan sesuatu yang tidak ada.
2. Menurut Imam Muhammad bin Abdur Rauf Al-Munawi.
ilmu yaitu kepercayaan yang besar lengan berkuasa yang tetap dan sesuai dengan realita. Atau ilmu yakni tercapainya bentuk sesuatu dalam logika. Adapun berdasarkan syari’at ilmu yakni pengetahuan yang tepat dengan petunjuk Rasulullah SAW dan diamalkan, baik berbentukamal hati, amal ekspresi, maupun amal anggota tubuh.
Dalam pengertian syari’at, ilmu yang benar ialah yang diperoleh berdasarkan sumber yang benar adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW yang disebut juga ayat-ayat syar’iah; dan observasi terhadap tanda-tanda kekuasaan Allah SWT di alam semesta yang disebut juga ayat-ayat kauniah, melahirkan rasa ketundukan terhadap Allah, dan diamalkan. Sebagaimana firman Allah dalam surat Fathir ayat 28:
Artinya: “ Dan demikian (pula) diantara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa, dan hewan-binatang ternak ada yang beragam warnanya (dan jenisnya). Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun”.
B. CARA MEMPEROLEH ILMU
Ilmu wawasan adalah hasil acara ingin tahu insan ihwal apa saja lewat cara-cara dan dengan alat-alat tertentu. Pengetahuan juga bermacam-macam jenis dan sifatnya. Ada yang langsung dan ada yang tidak langsung, ada yang bersifat tidak tetap dan ada yang bersifat tetap, objektif dan biasa . Jenis dan sifat pengetahuan tergantung pada sumbernya dan dengan cara dan alat apa wawasan itu diperoleh. Kemudian, ada pengetahuan yang benar dan ada pengetahuan yang salah pastinya yang dikehendaki yaitu pengetahuan yang benar.
Telah disebutkan di atas bahwa cita-cita atau kemauan ialah salah satu bagian kekuatan kejiwaan insan. Keinginan merupakan bab integral dari tri kesempatankejiwaan : cipta/nalar, rasa, dan karsa/kemauan/ keinginan. Ketiganya berada dalam sebuah kesatuan yang utuh dan saling melengkapi. Potensi karsa inilah yang menjadi dorongan rasa ingin tahu itu timbul dan meningkat . Dorongan ingin tahu insan itu tidak terbatas. Manusia secara terus menerus ingin mengetahui apa saja hingga beliau puas. Karena segala sesuatu yang terdapat pada kita akibat apa yang sudah difikirkan, ialah menurut fikiran kita dan dibuat oleh anggapan kita. Lebih jauh lagi dorongan untuk melakukan sesuatu dengan kehendak anggapan diilhami oleh adanya dimensi rohani. Menurut al-Gazali dimensi rohani manusia memiliki empat kekuatan :
1. Qalbu
Berarti segumpal daging yang bulat memanjang. Terletak di pinggir kiri dalam dada. Di dalamnya terdapat lubang-lubang. Lubang-lubang inilah di isi dengan dara hitam yang ialah sumber dan tambang dari nyawa. Secara psikis. Qalbu bermakna sesuatu yang halus, rohani berasal dari alam ketuhanan. Qalbu dalam pengetian kedua ini disebut hakekat insan. Dialah yang merasa, mengenali, dan mengenal serta yang diberi beban, disiksa, dicaci, dan sebagainya.
2. Ruh
Secara biologis yaitu badan halus yang bersumber pada lubang qalb, yang tersebar kepada lubang tubuh dengan perantaraan urat-urat. Sedangkan pengertian kedua ialah sesuatu yang halus mengenali dan merasa.
3. Nafs
Kekuatan yang mengumpulkan sifat-sifat tercelah pada insan, yang mesti dilawan dan diperangi.
4. Akal
Pengetahuan segala hakekat segala kondisi. Akal itu menyerupai sifat-sifat ilmu yang tempatnya di hati. Pengertian kedua yaitu memperoleh wawasan itu dan itu yakni hati.
Secara garis besar, dalam ilmu pengetahuan terdapat kekerabatan antara subyek dengan obyek kesadaran, antara ilmuan dan pengetahuan alam dengan batas-batas wawasan. Kondisi itu menawarkan arti bagaimanakah cara mendapatkan ilmu wawasan yang holistik dan cara empiris.
Disamping rasionalisme emperisme masih terdapat cara untuk menerima ilmu wawasan. Yang penting kita ketahuai yakni Intuisi dan wahyu. Sampai sejauh ini wawasan yang ditemukan secara rasional maupun secara empiris, kedua-duanya ialah induk produk dari sebuah rangkaian pikiran sehat.
Intuisi ialah pengetahuan yang ditemukan tanpa melalui peroses daypikir tertentu. Karena seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-datang saja menemukan jawabannya atas urusan tersebut. Tanpa lewat peroses berfikir yang berliku-liku datang-tiba saja dia telah sampai di situ. Wahyu ialah pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan oleh para Nabi-nabi yang di utusnya sepanjang zaman. Agama ialah wawasan, bukan saja perihal kehidupan kini yang terjangkau pengalaman, namun meliputi duduk perkara-duduk perkara yang bersifat transendental seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari lalu di alam baka nanti.
Dengan demikian Ilmu Pengetahuan mampu diperoleh dengan cara ialah:
1. Merupakan kegiatan aktif insan untuk mencari kebenaran
a. Menggunakan pola pikir tertentu (daypikir, akal);
b. Tidak memakai teladan berpikir tertentu (perasaan, intuisi)
2. Bukan ialah kegiatan aktif manusia, tetapi sesuatu yang ditawarkan oleh wahyu.
Dengan demikian Ilmu Pengetahuan mampu diperoleh dengan cara ialah:
1. Merupakan kegiatan aktif insan untuk mencari kebenaran
a. Menggunakan pola pikir tertentu (daypikir, akal);
b. Tidak memakai teladan berpikir tertentu (perasaan, intuisi)
2. Bukan ialah kegiatan aktif manusia, tetapi sesuatu yang ditawarkan oleh wahyu.
C. SUMBER ILMU
Ada beberapa sumber ilmu pengetahuan yang kita ketahui yaitu: keyakinan yang berdasarkan tradisi, kebiasaan-kebiasaan dan agama, kesaksian orang lain, panca indra/pengalaman, logika asumsi dan intuisi pemikiran. Akan namun pada hakekatnya sumber ilmu pengetahuan itu ada dua : Wahyu (al-Qur’an dan Sunnah) dan Alam semesta.
1. Wahyu (al-Qur’an dan Sunnah)
Wahyu merupakan ayat-ayat Allah yang tersurat, berupa kalam atau firman-Nya yang datang lewat Rasulullah saw, kemudian dikenal dengan ayat kauliayah. Mengapa wahyu dijadikan sumber wawasan? Karena dalam Islam dapatlah dibilang bahwa fatwa hidup seseorang muslim adalah al-Qur’an dan Sunnah. Keduanya ialah wahyu Allah yang diturunkan melalui Nabi Muhammad saw, secara tegas Allah mengatakan bahwa al-Qur’an diturunkan untuk menjadi hudan lil muttaqin (isyarat bagi orang-orang yang bertaqwa) atau hudan linnas (isyarat bagi ummat insan). Ia juga merupakan al-Bayyinah (Penjelas) segala sesuatu dan al-Furqan (pembeda) antara yang haq dan yang bathil. Petunjuk kejalan yang lurus.
2. Alam
Alam semesta, bumi, langit beserta segala isinya ialah ciptaan Allah SWT, termasuk segala peristiwa, fenomena, dan hukum-hukumnya. Yang selalu dikenal dengan sunnatullah fi al-Kaum (aturan alam). Alam semesta, bumi, langit beserta segala isinya, Allah peruntukkan kepada insan. Manusia sesuai dengan kehadirannya di muka bumi sebagai khalifah, diberi wewenang dan hak untuk mengelolah dan memanfaatkannya, untuk kebahagian lahir dan bathin. Sebagaimana firman-Nya (QS. Lukman 20):
Artinya: :
“Tidakkah kamu amati Sesungguhnya Allah sudah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu lezat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah perihal (keesaan) Allah tanpa ilmu wawasan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan”.
“Tidakkah kamu amati Sesungguhnya Allah sudah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu lezat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah perihal (keesaan) Allah tanpa ilmu wawasan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan”.
Kreativitas manusia dalam mengelolah alam semesta, akan melahirkan aneka macam penemuan sesuai dengan tuntunan pertumbuhan zaman dan pradaban. Variasi dari objek penilitian kepada alam tersebut, akan melahirkan ilmu alam, ilmu eksakta (pasti) tergolong sains dan teknologi. Keberadaan ilmu-ilmu ini, lebih banyak mendekati kebenaran, dalam arti sesuai dengan ayat-ayat al-Qur’an dan Sunnah, alasannya adalah yang dikaji yakni sunnatullah fil kaum yang bersifat tetap dan niscaya.
Dengan demikian sudah mampu kita pahami bahwa sumber ilmu pengetahuan itu berasal dari dua sumber yaitu al-Qur’an dan Alam semesta. Berbeda halnya dengan anutan ala Barat yang mengandalkan cuma satu sumber, yaitu alam atau universum, dan dalam memahaminya pun cuma mengandalkan kemampuan indra dan logika, yang jelas kemampuannya sungguh terbatas.
D. TUJUAN ILMU
1. Ilmu ialah sarana dan alat untuk mengenal Allah SWT. (QS.Muhammad [48]: 19).
Artinya :” Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan ( yang patut disembah ) selain Allah, dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan Dan Allah mengenali daerah usaha dan kawasan tinggalmu”.
2. Ilmu akan memberikan jalan menuju kebenaran dan meninggalkan kebodohan.
3. Ilmu merupakan syarat utama diterimanya seluruh amalan seorang hamba, maka orang yang bersedekah tanpa ilmu akan tertolak seluruh amalannya. Sebagaimana sabda Nabi SAW: “ Barang siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah (ilmu)nya dari kami, maka amalan tersebut tertolak”. (HR. Muslim dari ‘Aisyah binti Abu Bakar).
KESIMPULAN :
KESIMPULAN :
Dalam persepsi Islam ilmu ialah keistimewaan yang menimbulkan manusia unggul kepada makhluk-makhluk lain guna mengerjakan fungsi kekhalifahan. Ilmu yang benar berdasarkan syari’at Islam yakni ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunah serta gejala kekuasaan Allah SWT di alam semesta ini. Dalam Al-Qur’an maupun As-Sunah kita sebagai umat Islam diperintahkan untuk belajar dan dihukumi wajib. Karena bahwasanya ilmu ialah syarat utama diterimanya suatu amalan.
Fungsi dan peran ilmu tiga di antaranya yaitu selaku fasilitas dan alat untuk mengenal Allah SWT, sebagai penanda jalan menuju kebenaran dan meninggalkan kebodohan, selaku syarat utama diterimanya amalan sebuah hamba. Makara, seorang ustad, kiyai atau profesor tidak mampu dikatakan sebagai seorang yang cendekia kalau tidak mempunyai ciri-ciri berikut: mempunyai rasa takut dan khasyyah yang tinggi kepada Allah SWT, senantiasa berzakat sesuai ilmunya, membuatkan ilmu yang dimilikinya dan tidak menyembunyikannya, tidak menimbulkan ilmunya (ilmu agama) untuk mengeruk laba dunia dengan cara yang diharamkan oleh agama, selalu mengikuti yang terbaik dari apa yang didapatkan dan selalu mencari yang paling mendekati kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
( diakses pada Selasa, 22 Maret 2016, jam 21.05 )
( diakses pada Selasa, 22 Maret 2016, jam 21.05 )
https://uharsputra.wordpress.com/filsafat/islam-dan-ilmu/ ( diakses pada Selasa, 22 Maret 2016, jam 21.05 )