TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN JUAL BELI MELALUI INTERNET (E-COMMERCE)
Kelompok III
Nur Atika (04020130142)
Nur Rahmah ( 04020130234 )
Sri Suci Utami ( 04020130256 )
Mawalid Istiqlal (04020130014)
Annisa ( 04020130208 )
FAKULTAS HUKUM
ILMU HUKUM
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi komunikasi dan komputer menimbulkan terjadinya perubahan kultur kita sehari-hari. Dalam masa yang disebut “information age” ini, media elektronika menjadi salah satu media andalan untuk melaksanakan komunikasi dan bisnis. E-commerce merupakan extensiont dari commerce dengan mengeksploitasi media elektro. Meskipun penggunaan media elektronika ini belum dikenali, akan tetapi desakan bisnis menyebabkan para pelaku bisnis mau tidak mau mesti memakai media elektro ini.
E-commerce (perniagaan elektronik) intinya ialah efek teknologi isu dan telekomunikasi. Secara significant ini mengubah cara insan melaksanakan interaksi dengan lingkungannya, yang dalam hal ini terkait dengan mekanisme dagang. Semakin meningkatnya dunia bisnis yang memanfaatkan internet dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari secara tidak eksklusif menciptakan sebuah domain dunia gres yang kerap diistilahkan dengan cyber space atau dunia maya. Saat ini transaksi e-commerce telah menjadi bab dari perniagaan nasional dan internasional. Contoh untuk mengeluarkan uang zakat atau berkurban pada dikala Idul Adha, atau memesan obat-obatan yang bersifat sungguh pribadi, orang cukup melakukannya lewat internet. Bahkan untuk membeli majalah orang juga mampu membayar tidak dengan duit tapi cukup dengan mendebitkan pulsa seluler melalui fasilitas SMS. [1] Electronik commerce yakni salah satu bab dalam pembahasan cyber law yang final-selesai ini hangat dibicarakan, merupakan kajian yang lebih khusus dibicarakan. Hal ini disebabkan tentang e-commerce ini aturan yang mengaturnya baru saja disahkan. Perjanjian-persetujuanyang terjadi di dalam e-commerce masih disangsikan keabsahannya. Di golongan ahli hukum di Indonesia masih berbeda pertimbangan menyangkut keabsahan perjanjian yang dibentuk di internet.
Dikaitkan dengan KUHPerdata, keabsahan berkontrak memungkinkan komunikasi global dan mempunyai terusan kepada gosip secara luas. Hal yang menarrik untuk melihat bagaimana KUHPerdata menampung perikatan yang menggunakan jalur internet atau perdagangan lewat internet.
Dalam peraturan perihal persetujuanatau jual beli yang ada dalam perundangan lebih fleksibel dalam menghadapi transaksi e-commerce. Cukup dengan danya perikatan diantara para pihak, perjanjian telah terbentuk.
Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik gres saja disetujui DPR menjadi Undang-Undang No. 11 tahun 2008 perihal Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) tepatnya pada tanggal 25 Maret 2008 dan mulai berlaku semenjak tanggal 12 April 2008. Dalam Undang-undang ini mencakup segala pranata aturan dan ketentuan-ketentuan yang mengakomodasi ihwal jual beli elektro yang merupakan salah satu pernak-pernik utama dalam bisnis. Dengan adanya regulasi khusus yang mengatur perjanjian virtual ini, maka secara otomatis perjanjian-perjanjian di internet tersebut tunduk pada UUITE dan hukum persetujuanyang berlaku. Sebagaimana dalam perdagangan konvesional, e-commerce menimbulkan perikatan antara para pihak untuk memberikan suatu prestasi. Implikasi dari perikatan itu adalah timbulnya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oelh para pihak yang terlibat. Seiring dengan kemajuan masyarakat dan teknologi, kenyataan dikala ini hal yang terkait dengan pemanfaat teknologi informasi tidak dapat lagi dikerjakan pendekatan lewat system konvensional, mengingat kegiatannya tidak lagi mampu dibatasi oleh teritorial sebuah negara, aksesnya dengan gampang dapat dilaksanakan dari pecahan dunia mana pun, kerugian dapat terjadi baik pada pelaku internet maupun orang lain yang tidak pernah bekerjasama sekalipun contohnya dalam pencurian kartu kredit lewat pembelanjaan di internet.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Keabsahan Perjanjian Melalui Internet ?
2. Bagaimana Tanggung Jawab Para Pihak dalam Jual Beli melalui Internet ?
3. Bagaimana Sistem Pembuktian Transaksi Elektronik (E-commerce) ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahuai keansahan Perjanjian Melalui Internet.
2. Untuk Mengetahui Tanggung Jawab Para Pihak dalam Jual Beli lewat Internet .
3. Untuk Mengetahui Sistem Pembuktian Transaksi Elektronik (E-commerce).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keabsahan Perjanjian Melalui Internet
Pada prinsipnya, menurut KUH Perdata, sebuah perjanjian yaitu bebas, tidak terikat pada bentuk tertentu. Namun, kalau undang-undang menentukan syarat sahnya perjanjian mirip kalau telah dibentuk secara tertulis, atau bila perjanjian dibuat dengan sertifikat notaris, perjanjian semacam ini di samping tercapainya kata setuju terdapat pengecualian yang ditetapkan undang-undang berupa formalitas-formalitas tertentu. Perjanjian semacam ini diketahui dengan kesepakatanformil, jika formalitas-formalitas tersebut tidak dipenuhi, maka persetujuantersebut akan terancam batal (seperti pendirian PT atau pengalihan hak atas tanah).
Dalam e-commerce mampu diterapkan secara analogis, ketentuan dari Buku III wacana Hukum Perikatan. Dalam KUH Perdata diputuskan bahwa suatu kesepakatan yakni sebuah tindakan dengan mana suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 KUH Perdata). Untuk sahnya suatu kesepakatan maka harus dilihat terhadap syarat-syarat yang dikelola di dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang memilih bahwa syarat sahnya sebuah perjanjian ialah selaku berikut:
1. Kesepakatan para pihak;
2. Kecakapan untuk menciptakan perjanjian;
3. Suatu hal tertentu; dan
4. Suatu sebab yang halal.
Dalam hal tidak terpenuhinya komponen pertama (kesepakatan) dan bagian kedua (kecakapan) maka kontrak tersebut mampu dibatalkan. Sedangkan apabila tidak terpenuhinya bagian ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat (sebuah sebab yang halal) maka kontrak tersebut ialah batal demi hukum. Suatu persetujuan tidak cuma mengikat apa yang dengan tegas diputuskan di dalamnya melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang (Pasal 1339 KUH Perdata). Syarat-syarat yang senantiasa diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam suatu kesepakatan, meskipun tidak dengan tegas dimasukkan di dalamnya (Pasal 1347 KUH Perdata).
Kontrak elektro dalam transaksi elektronik, mesti mempunyai kekuatan hukum yang serupa dengan persetujuan konvensional. Oleh alasannya itu, kontrak elektronika mesti juga mengikat para pihak sebagaimana diputuskan Pasal 18 ayat (1) UUITE. Pasal 19 UUITE menyatakan bahwa “para pihak yang melakukan transaksi elektro harus memakai metode elektro yang disepakati”. Jadi sebelum melakukan transaksi elektro, maka para pihak menyepakati metode elektronika yang hendak dipakai untuk melaksanakan transaksi.
Khusus untuk perdagangan elektro, ternyata ada pembagian menjadi tata cara perdagangan elektronik yang online dan off-line adalah:
1. Dengan tata cara pembayaran elektro yang on-line, setiap dilaksanakan transaksi keabsahan dari pedagang yang melakukannya dapat dipergunakan oleh pelanggan sebelum konsumen dapat mengambil barang yang diinginkannya. Kaprikornus sekurang-kurangnyaada tiga pihak yang terlibat dalam sistem pembayaran on-line, ialah pelanggan, pedagang dan pihak yang melakukan proses otoritas atau otentikasi transaksi. Pada sistem pembayaran on-line, terjadi proses outhorize and wait response, yang durasinya relatif singkat.
2. Ada juga tata cara pembayaran elektronik off-line. Konsumen dan pedagang mampu melakukan transaksi tanpa perlu ada pihak ketiga untuk melaksanakan proses otentikasi dan otorisasi ketika berlangsungnya transaksi off-line, sama halnya dengan duit kontan biasa. Memang pada metode yang off-line, pedagang mampu menanggung resiko kalau sudah menyerahkan dagangannya terhadap pelanggan dan ternyata hasil otorisasi atau otentikasi mengambarkan bahwa pembayaran oleh konsumen yang bersangkutan itu tidak sah. Kaprikornus meskipun mampu dikerjakan proses investigasi, namun konsumen dan penjualumumnya tidak menanti konfirmasi keabsahan transaksi.
Secara umum, suatu transaksi jual beli seyogyanya dapat menjamin:
1. Kerahasiaan (confidentiality): data transaksi mesti mampu disampaikan secara diam-diam, sehingga tidak dapat dibaca oleh pihak-pihak yang tidak diinginkan
2. Keutuhan (integrity): data setiap transaksi tidak boleh berganti ketika disampaikan lewat sebuah kanal komunikasi.
3. Keabsahan atau keotentikan (authenticity), meliputi:
a. Keabsahan pihak-pihak yang melakukan transaksi : bahwa sang pelanggan yakni seorang konsumen yang sah pada sebuah perusahaan penyelenggara tata cara pembayaran tertentu (contohnya kartu kredit Visa dan Mastercard), atau kartu kredit seperti Kualiva dan Stand Card misalnya) dan keabsahan eksistensi pedagang itu sendiri.
b. Keabsahan data transaksi : data transaksi itu oleh penerima diyakini dibentuk oleh pihak yang mengaku menjadikannya (lazimnya sang pembuat data tersebut memerlukan tanda tangannya). Hal ini termasuk pula jaminan bahwa tanda tangan dalam dokumen tersebut tidak bisa dipalsukan atau diubah.
4. Dapat dijadikan bukti/tak dapat disanggah (non-repudation) catatan tentang transaksi yang telah dijalankan mampu dijadikan barang bukti di sebuah ketika bila ada pertengkaran.
B. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Jual Beli melalui Internet
Transaksi perdagangan secara elektro dilakukan oleh pihak yang terkait, walaupun pihak-pihaknya tidak bertemu secara pribadi satu sama lain, tetapi berafiliasi melalui Internet. Dalam jual beli secara elektro, pihak-pihak yang terkait antara lain:
1. Penjual atau merchant yang memperlihatkan suatu produk lewat Internet selaku pelaku perjuangan.
2. Pembeli yakni setiap orang tidak dilarang oleh undang-undang, yang menerima penawaran dari pedagang atau pelaku usaha dan berkeinginan melakukan transaksi perdagangan produk yang ditawarkan oleh penjual.
3. Bank selaku pihak penyalur dana dari pembeli atau pelanggan kepada penjual atau pelaku usaha/merchant, sebab transaksi jual beli dilaksanakan secara elektronik, pedagang dan pembeli tidak berhadapan eksklusif, alasannya mereka berada pada lokasi yang berlainan sehingga pembayaran mampu dilakukan melalui perantara dalam hal ini yakni Bank.
4. Provider selaku pemasokjasa layanan saluran Internet.[1]
Pada dasarnya pihak-pihak dalam perdagangan secara elektronika tersebut di atas, masing-masing memiliki hak dan keharusan, penjual/pelaku perjuangan/merchant merupakan pihak yang menawarkan produk melalui Internet, oleh karena itu penjual bertanggung jawab memberikan secara benar dan jujur atas produk yang ditawarkan terhadap pembeli atau pelanggan. Di samping itu, penjual juga mesti menawarkan produk yang diperkenankan oleh undang-undang tujuannya barang yang disediakan tersebut bukan barang yang berlawanan dengan peraturan perundang-usul, tidak rusak atau mengandung cacat tersembunyi, sehingga barang yang disediakan ialah barang yang pantas untuk diperjualbelikan.
Penjual juga bertanggung jawab atas pengantaran produk atau jasa yang telah dibeli oleh seorang konsumen. Dengan demikian, transaksi perdagangan termaksud tidak mengakibatkan kerugian bagi siapa saja yang membelinya. Di segi lain, seorang penjual atau pelaku usaha memiliki hak untuk menerima pembayaran dari pembeli/konsumen atas harga barang yang dijualnya dan juga berhak untuk menerima pemberian atas tindakan pembeli/pelanggan yang beritikad tidak baik dalam melaksanakan transaksi jual beli elektronika ini. Makara, pembeli berkewajiban untuk membayar sejumlah harga atas produk atau jasa yang sudah dipesannya pada penjual tersebut.
Seorang pembeli mempunyai keharusan untuk membayar harga barang yang sudah dibelinya dari pedagang sesuai jenis barang dan harga yang telah disampaikan antara pedagang dan pembeli tersebut, selain itu mengisi data identitas diri yang sebenar-benarnya dalam formulir penerimaan. Di segi lain, pembeli/pelanggan berhak menerima gosip secara lengkap atas barang yang mau dibelinya itu. Pembeli juga berhak menerima santunan hukum atas tindakan penjual/pelaku perjuangan yang ber’itikad tidak baik.
Bank sebagai mediator dalam transaksi perdagangan secara elektronika, berkewajiban dan bertanggung jawab selaku penyalur dana atas pembayaran suatu produk dari pembeli terhadap pedagang produk itu alasannya mungkin saja pembeli/pelanggan yang berhasrat berbelanja produk dari pedagang melalui Internet yang letaknya berada saling berjauhan sehingga pembeli termaksud harus mengunakan fasilitas Bank untuk melakukan pembayaran atas harga produk yang telah dibelinya dari penjual, contohnya dengan proses pentransferan dari rekening pembeli terhadap rekening pedagang (acount to acount).
Provider merupakan pihak lain dalam transaksi jual beli secara elektronik, dalam hal ini provider mempunyai kewajiban atau tanggung jawab untuk menyediakan layanan terusan 24 jam terhadap kandidat pembeli untuk mampu melaksanakan transaksi jual beli secara elektro lewat media Internet dengan penjualan yang menawarkan produk melalui Internet tersebut, dalam hal ini terdapat kerja sama antara pedagang /pelaku usaha dengan provider dalam mengerjakan perjuangan lewat Internet ini. Transaksi perdagangan secara elektronik ialah kekerabatan aturan yang dijalankan dengan memadukan jaringan (network) dari tata cara yang isu berbasis komputer dengan metode komunikasi yang menurut jaringan dan jasa tekomunikasi.
Hubungan aturan yang terjadi dalam transaksi perdagangan secara elektronika tidak hanya terjadi antara pengusaha dengan konsumen saja, tetapi juga terjadi pada pihak-pihak dibawah ini:
1. Business to business, merupakan transaksi yang terjadi antar perusahaan dalam hal ini, baik pembeli maupun pedagang yakni suatu perusahaan dan bukan individual. Biasanya transaksi ini dijalankan alasannya mereka sudah saling mengetahui satu sama lain dan transaksi perdagangan tersebut dijalankan untuk menjalin kerja sama antara perusahaan itu.
2. Custumer to custumer, ialah transaksi jual beli yang terjadi antar individu dengan individu yang mau saling memasarkan barang.
3. Custumer to business, ialah transaksi jual beli yang terjadi antar individu sebagai penjual dengan sebuah perusahaan sebagai pembelinya.
4. Custumer to goverment, merupakan transaksi perdagangan yang dikerjakan antar individu dengan pemerintah, misalnya, dalam pembayaran pajak. [2]
Dengan demikian, pihak-pihak yang dapat terlibat dalam satu transaksi perdagangan secara elektronik, tidak cuma antara individu dengan individu tetapi juga dengan suatu perusahaan, perusahaan dengan perusahaan atau bahkan antara individu dengan pemerintah, dengan syarat bahwa para pihak tergolong secara perdata sudah memenuhi tolok ukur untuk mampu melakukan sebuah perbuatan aturan dalam hal ini kekerabatan aturan jual beli. Pada dasarnya proses transaksi perdagangan secara elektro tidak jauh berlainan dengan jual beli biasa, selaku berikut:
1. Penawaran, yang dijalankan oleh pedagang atau pelaku perjuangan lewat situs web pada Internet. Penjual atau pelaku perjuangan menawarkan strorefront yang berisi katalog produk dan pelayanan yang mau diberikan. Masyarakat yang memasuki situs web pelaku usaha tersebut dapat menyaksikan barang yang disediakan oleh penjual. Salah satu keuntungan perdagangan lewat toko online ini yakni bahwa pembeli dapat membeli kapan saja dan dimana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu. Penawaran dalam sebuah situs web umumnya menampikan barang-barang yang disediakan, harga, nilai reting atau poll otomatis wacana barang yang diisi oleh pembeli sebelumnya, spesifikasi barang termasuk sajian produk lain yang bekerjasama. Penawaran lewat Internet terjadi apabila pihak lain yang mengunakan media Internet memasuki situs milik pedagang atau pelaku usaha yang melaksanakan penawaran, oleh karena itu jika seseorang tidak memakai media Internet dan memasuki situs milik pelaku usaha yang menawarkan sebuah produk maka tidak dapat dikatakan ada penawaran. Dengan demikian,penawaran lewat media Internet hanya mampu terjadi apabila seseorang membuka situs yang menampikan sebuah ajuan lewat internet tersebut.
2. Penerimaan, mampu dijalankan tergantung penawaran yang terjadi. Apabila penawaran dilakukan lewat e-mail address, maka akseptor dikerjakan lewat e-mail, sebab penawaran cuma ditujukan sebuah e-mail tersebut yang ditujukan untuk seluruh rakyat yang membuka website yang berisikan penawaran atas suatu barang yang disediakan oleh pedagang atau pelaku usaha. Setiap orang yang tertarikuntuk membeli barang yang disediakan itu dapat menciptakan komitmen dengan penjual atau pelaku usaha yang menunjukkan barang tersebut. Pada transaksi jual beli secara elektro utamanya lewat website, umumnya calon pembeli akan memilih barang tertentu yang disediakan oleh pedagang atau pelaku perjuangan, dan jikalau calon pembeli atau konsumen itu kepincut untuk membeli salah satu barang yang disediakan, maka barang itu akan disimpan apalagi dulu hingga kandidat pembeli/konsumen merasa yakin akan pilihannya, selanjutnya pembeli/pelanggan akan memasuki tahap pembayaran.
3. Pembayaran mampu dilakukan baik secara eksklusif maupun tidak pribadi, contohnya lewat akomodasi Internet namun tetap bertumpu pada tata cara keuangan nasional, yang mengacu pada sistem keuangan setempat. Klasifikasi cara pembayaran ialah sebagai berikut:
a. Transaksi versi ATM, sebagai transaksi yang cuma melibatkan intitusi finansial dan pemegang account yang hendak melaksanakan pengambilan atau deposit uangnya dari account masing-masing.
b. Pembayaran dua pihak tanpa perantara, yang mampu dikerjakan eksklusif antar kedua pihak tanpa perantaraan mengunakan duit nasionalnya.
c. Pembayaran dengan perantaraan pihak ketiga, biasanya merupakan proses pembayaran yang menyangkut debet, kredit ataupun cek masuk. Metode pembayaran yang dapat dipakai antara lain: sistem pembayaran lewat kartu kredit online serta tata cara pembayaran check in line.[3]
Apabila kedudukan penjual dengan pembeli berlainan, maka pembayaran mampu dilakukan lewat cash account to account atau pengalihan dari rekening pembeli pada rekening pedagang . Berdasarkan kemajuan teknologi, pembayaran dapat dilakukan lewat kartu kredit pada formulir yang ditawarkan oleh penjual dalam penawarannya. Pembayaran dalam transaksi perdagangan secara elektro ini sulit untuk dikerjakan secara langsung, alasannya adanya perbedaan lokasi antar penjual dengan pembeli, dimungkinkan untuk dikerjakan.
4. Pengiriman, merupakan suatu proses yang dikerjakan sesudah pembayaran atas barang yang telah disediakan oleh pedagang terhadap pembeli, dalam hal ini pembeli berhak atas penerimaan barang termaksud. Pada kenyataannya barang yang dijadikan objek perjanjian diantarkan oleh penjual terhadap pembeli dengan ongkos pengiriman sebagaimana sudah diperjanjikan antar pedagang dan pembeli.[4]
Berdasarkan proses transaksi perdagangan secara elektronik yang telah diuraikan di atas yang sudah menggambarkan bahwa ternyata jual beli tidak hanya mampu dilakukan secara konvensional, dimana antara pedagang dengan pembeli saling bertemu secara lansung, tetapi dapat juga hanya lewat media Internet, sehingga orang yang saling berjauhan atau berada pada lokasi yang berlawanan tetap mampu melakukan transaksi perdagangan tanpa mesti bekerja keras untuk saling berjumpa secara eksklusif, sehingga mengembangkan efektifitas dan efisiensi waktu serta biaya baik bagi pihak penjual maupun pembeli.
Pasal 15 UUITE menerangkan bahwa metode penyelenggaraan informasi dan transaksi elektronika harus dikerjakan secara aman, ahli dan dapat beroperasi sebagaimana mestinya. Penyelenggaraan metode elektronika bertanggung jawab atas sistem yang diselenggarakannya. Pasal 16 UUITE menjelaskan bahwa sepanjang tidak diputuskan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap penyelenggaraan tata cara elektronik wajib mengoperasikan sistem elektronika secara minimum, yang mesti dapat dijalankan oleh penyelenggara metode elektro adalah:
a. Dapat memperlihatkan kembali berita elektronik yang berhubungan dengan penyelenggaraan metode elektronika yang telah berlangsung;
b. Dapat melindungi otentifikasi, integritas, belakang layar, ketersediaan, dan susukan dari informasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektro tersebut;
c. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
d. Dilengkapi dengan mekanisme atau isyarat dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat diketahui oleh pihak yang bersangkutan dengan penyelenggaraan metode elektronik tersebut; dan
e. Memiliki untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan pertanggungjawaban mekanisme atau isyarat tersebut secara berkesinambungan;
Dalam Pasal 9 UUITE diterangkan bahwa “pelaku usaha yang menawarkan produk melalui metode elekronik harus menawarkan isu yang dilengkap dan benar berhubungan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Dalam Pasal 10 ayat (1) UUITE dijelaskan bahwa “setiap pelaku usaha yang mengadakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh lembaga Sertifikasi keandalan”. Dalam Pasal 10 ayat (2) UUITE menyebutkan “ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola dengan Peraturan pemerintah”.
Terkait dengan tanggung jawab seseorang perihal tanda tangan elektronik maka dalam Pasal 12 ayat (1) UUITE disebutkan bahwa “setiap orang yang terlibat dalam tanda tangan elektro berkewajiban menawarkan pengawalan atas tanda tangan elektronik yang digunakannya”. Dalam Pasal 21 ayat (2) UUITE diterangkan bahwa “pengamanan tanda tangan elektro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya mencakup ;
a. Sistem tidak mampu siakses oleh orang lain yang tidak berhak ;
b. Penanda tangan mesti menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menyingkir dari penggunaan secara tidak sah kepada data terkait pembuatan tanda tangan elektronika;
c. Penanda tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang disarankan oleh penyelenggara tanda tangan elektronika jika;
1. Penanda tangan mengenali bahwa data pengerjaan tanda tangan elektronika sudah di bobol; atau
2. Keadaan yang diketahui oleh penada tangan mampu menimbulkan resiko yang bermakna, kemungkinan balasan bobolnya data pembentukan tanda tangan elektronika; dan
d. Dalam hal sertifikasi digunakan untuk mendukung tanda tangan elektronik, penunjuktangan harus menentukan kebenaran dan keuntungan semua isu yang terkait dengan sertifikasi elektronika tersebut.
Pasal 12 ayat (3) UUITE juga menjelaskan bahwa “setiap orang yang melaksanakan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul. Artinya setiap orang bertanggung jawab atas segala kerugian yang muncul balasan pelanggaran yang dijalankan kepada derma pengawalan atas tanda tangan elektronika tersebut.
C. Sistem Pembuktian Transaksi Elektronik (E-commerce)
Sistem pembuktian hukum privat masih mengunakan ketentuan yang diatur di dalam KUH Perdata, HIR (untuk Jawa Madura) dan RBg (untuk luar Jawa Madura). Dalam hukum pembuktian ini, alat-alat bukti dalam masalah perdata terdiri dari: bukti tulisan, bukti saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengukuhan dan bukti sumpah (Pasal 1866 KUHPerdata atau 164 HIR). Sementara itu, dengan pesatnya teknologi isu melalui Internet sebagaimana sudah dikemukakan, telah mengubah aneka macam faktor kehidupan, diantaranya mengganti kegiatan jual beli yang semula dikerjakan dengan cara kontak fisik, sekarang dengan Internet kegiatan perdagangan dikerjakan secara elektro (Electronic Commerce atau E-Commerce) atau di Bursa Efek dikenal dengan online trading. [5]
Seiring dengan perkembangan penduduk dan teknologi, semakin usang insan bertambah banyak memakai teknologi digital, tergolong dalam berinteraksi antar sesamanya. Oleh alasannya adalah itu, makin usang makin kuat desakan terhadap hukum, termasuk aturan pembuktian, untuk mengahadapi kenyataan pertumbuhan penduduk mirip itu, khususnya untuk menertibkan sejauh mana kekuatan pembuktian dari sebuah tanda tangan digital/elektro, yang sampaumur ini sudah sungguh banyak dipergunakan dalam praktik sehari-hari.
Dalam hal ini, posisi aturan pembuktian seperti lazimnya akan berada dalam posisi dilematis sehingga diperlukan jalan-jalan kompromistis. Di satu pihak, semoga aturan senantiasa mampu mengikuti kemajuan zaman dan teknologi, perlu pengukuhan aturan kepada berbagai jenis pertumbuhan teknologi digital untuk berfungsi selaku alat bukti di pengadilan. Akan namun, di lain pihak kecenderungan terjadi manipulasi penggunaan alat bukti digital oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab mengakibatkan aturan tidak bebas dalam mengakui alat bukti digital tersebut.
The best evidence rule mengajarkan bahwa sebuah pembuktian kepada isi yang substansial dari suatu dokumen/photograpi atau rekaman harus dilaksanakan dengan menjinjing ke pengadilan dokumen/photographi atau rekaman orisinil tersebut. Kecuali jika dokumen/photographi atau rekaman tersebut memang tidak ada, dan ketidakberadaannya bukan terjadi alasannya adalah kesalahan yang serius dari pihak yang mesti menandakan. Dengan demikian, berdasarkan kepercayaan best evidence ini, fotokopi (bukan asli) dari sebuah surat tidak memiliki kekuatan pembuktian di pengadilan. Demikian juga dengan bukti digital, mirip e-mail, surat dengan mesin faksimile, tanda tangan elektro, tidak ada aslinya atau setidak-tidaknya mustahil dibawa aslinya ke pengadilan sehingga hal ini menimbulkan persoalan aturan yang serius dalam bidang aturan pembuktian.
Dari perspektif aturan, digital signature yakni suatu metode pengamanan pada data digital yang dibentuk dengan kunci tanda tangan eksklusif (private signature key), yang penggunaannya tergantung pada kunci publik (public key) yang menjadi pasangannya. Eksistensi digital signature ini ditandai oleh keluarnya sebuah akta kunci tanda tangan (signature key certificate) dari sebuah tubuh pembuat sertifikat (certifier). Dalam sertifikat ini ditentukan nama pemilik kunci tanda tangan dan huruf dari data yang telah ditandatangani, untuk kekuatan pembuktian (German Draft Digital signature Law, 1996).
Beberapa problem yang mungkin muncul dari metode digital signature ini terkait dengan metode hukum yang telah ada. Pada banyak negara, disyaratkan bahwa suatu transaksi haruslah diikuti dengan bukti tertulis, dengan pendapatkepastian hukum. Permasalahannya, bagaimana suatu dokumen elektronik yang ditandatangani dengan sebuah digital signature mampu dikategorikan selaku bukti tertulis di lnggris, bukti tertulis haruslah berupa tulisan (typing), ketikan (printing), litografi (lithography), fotografri, atau bukti-bukti yang memanfaatkan cara-cara lain, yang mampu menawarkan atau mengolah kata kata dalam bentuk yang tampaksecara kasat mata. Definisi dari bukti tertulis itu sendiri telah diperluas sampai meliputi juga “telex, telegram, atau cara-cara lain dalam telekomunikasi yang menyediakan rekaman dan perjanjian” (UNCITRAL Model Law on Internatoinal Commercial Arbitration, art.7 (2)).
Pemakaian Internet dan bisnis lewat Internet dewasa ini meningkat sungguh pesat sehingga sektor hukum pun temasuk hukum pembuktian diminta untuk turun tangan sehingga bisnis melalui Intenet seperti itu dapat dicapainya ketertiban dan kepastian, disamping tercapai pula bagian keadilan bagi para pihak. Beberapa prinsip hukum yang bersentuhan dengan e-commerce yang mestinya diakui sektor aturan pembuktian ialah sebagai berikut :
1. Semua berita elektronika dalam bentuk data elektro mestinya memiliki kekuatan hukum sehingga mempunyai kekuatan pembuktian. Dengan demikian, data elektronika mestinya mempunyai kekuatan pembuktian yang sama dengan dokumen kertas.
2. Kontrak yang dibentuk secara elektronika memiliki akibat aturan dan kekuatan pembuktian yang sama dengan perjanjian yang dibentuk secara tertulis diatas kertas.
3. Tanda tangan elektro mestinya mempunyai kekuatan pembuktian yang serupa dengan tanda tangan biasa.
Beberapa Negara di dunia ini sudah mengadopsi pertumbuhan teknologi digital ke dalam aturan pembuktiannya, mirip:
1. Hongkong telah memiliki Undang-Undang perihal Transaksi Elektronik semenjak tanggal 7 Januari 2000.
2. Inggris sudah mempunyai the Electronic Communication Bill semenjak tanggal 26 Januari 2000.
3. Jepang sudah mempunyai Undang-Undang perihal Tanda Tangan Elektronik dan Notarisasi Bisnis Nomor 102, tanggal 31 Mei 2000, yang mulai berlaku semenjak tanggal 1 April 2001.
Di samping berbagai Negara yang sudah mulai mengakui transaksi elektronika, termasuk cara pembuktiannya, maka Perserikatan Bangsa-Bangsa juga telah menciptakan Uncitral Model Law terhadap alat bukti komersil (Uncitral Model Law on Electronic Commerce). Uncitral Model Law ini telah resmi dipublikasikan sejak tahun 1996, dengan bahasa aslinya dalam bahasa Arab, Cina, Inggris, Prancis, Rusiadan Spanyol. Model law ini diperlukan mampu dipraktekkan pada setiap gosip dalam bentuk “data elektronik” (data message) yang dipakai dalam relevansinya dengan kegiatan komersil. Yang dimaksud dengan data elektronika (data message) dalam hal ini ialah setiap isu yang dihasilkan, dikirim, diterima, atau disimpan dengan metode elektronika, optikal, atau dengan cara-cara yang serupa, termasuk namun tidak terbatas pada sistem pertukaran data elektronika (computer to computer), surat elektronika, telegram, teleks, atau telekopi. Banyak ketentuan yang dikelola dalam model law tersebut, baik yang bersinggungan secara eksklusif maupun yang tidak pribadi dengan hukum pembuktian.
Beberapa kriteria atau ketentuan dasar yang harus diperhitungkan dalam relevansinya dengan pengesahan kepada alat bukti digital ialah sebagai berikut:
1. Perlakuan aturan terhadap data elektro;
2. Praduga otentisitas;
3. Notarisasi bisnis;
4. Perlakuan hukum terhadap goresan pena elektro;
5. Tidak perlu berhadapan tampang;
6. Tidak membutuhkan konfirmasi melalui surat;
7. Kewajiban menyimpan dokumen;
8. Hanya berlaku kepada kesepakatan yang dilakukannya sendiri;
9. Tidak berlaku kepada perjanjian -kesepakatan khusus;
10. Ketegasan ihwal daerah dan waktu terjadinya kata sepakat;
11. Display dalam bentuk yang dapat dibaca;
12. Integritas isu dan keaslian dokumen;
13. Pengakuan hanya terhadap cara dan format tertentu;
14. Dapat diterima kalau pihak musuh persetujuan tidak menolaknya;
15. Electronic commerce untuk bidang-bidang tertentu.
Ketentuan-ketentuan pembuktian perihal data elektronik di bidang commerce sebagaimana tersebut diatas memang sering diberlakukan pada setiap aktivitas electronic commerce. Akan tetapi, dalam praktik sering juga diharapkan hukum khusus untuk sebuah jenis electronic commerce khusus. Sebagai acuan, uncitral versi law perihal electronic commerce yang menunjukkan perlakuan khususterhadap kegiatan pengiriman barang (carriage of goods) dengan memberikan hukum perhiasan. Transfer dana secara elektro merupakan transfer dana yang satu atau lebih bab dalam transfer dana yang dahulu menggunakan warkat (secara fisik) kemudian diganti dengan memakai teknik elektronika ex: via telex, the society for Worldwide interbank Financial Telecommunication (SWIFT).
Pengiriman uang via elektronik (mirip melalui komputer atau Internet) atau lewat telepon akan tidak mempunyai bukti tertulis sama sekali. Hal ini pasti akan rentan kepada timbulnya kerawanan-kerawanan dan timbul disputes di kemudian hari, di amping mampu terjadi pula penipuan/pemalsuan. Oleh karena itu, biasanya bank yang menggunakan teknik ini akan memakai sistem konfirmasi tertulis yang dilakukan segera sesudah dilakukan transfer. Di samping itu, tersedia pula beberapa versi pengawalan lainnya, mirip sumbangan pola tanda tangan,penentuan kepada yang disebut dengan perumpamaan test key, merekam suara percakapan telepon, dan lain-lain.
Undang-undang No.8 tahun 1997 memang tidak mengontrol duduk perkara pembuktian, tetapi UU ini telah memberi kemungkinan terhadap dokumen perusahan yang telah diberi kedudukan selaku alat bukti tertulis asli untuk di amankan lewat penyimpanan dalam mikro film. Selanjutnya, kepada dokumen yang disimpan dalam bentuk elektronis ( paperless ) ini dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah. Di samping itu dalam Pasal 3 UU No.8 Tahun 1997 telah memberi kesempatan luas kepada pengertian atas alat bukti, adalah: “dokumen keuangan berisikan catatan, bukti pembukuan, dan data pendukung administrasi keuangan, yang ialah bukti adanya hak dan keharusan serta kegiatan perjuangan perusahaan’’. Selanjutnya, Pasal 4 UU tersebut menyatakan “ dokumen yang lain terdiri dari data atau setiap goresan pena yang berisi informasi yang memiliki nilai guna bagi perusahaan walaupun tidak terkait eksklusif dengan dokumen perusahaan’’. Berdasarkan uraian tersebut, maka tampaknya UU ini telah memberi kemungkinan dokumen perusahaan untuk dijadikan sebagai alat bukti.
Hukum pembuktian perdata sebagaimana telah dikemukakan, telah menyebutkan alat-alat bukti secara limitatif, yaitu cuma menyebutkan lima macam alat bukti. Dari kelima macam alat bukti tersebut. Dalam masalah perdata, bukti tulisan mendapat kedudukan selaku alat bukti yang utama, terlebih yang disebut dengan bukti goresan pena yang berbentukdata otentik. Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian formil, materil dan mengikat (selaku alat bukti yang tepat, sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya). Beberapa asas yang penting diindahkan dalam aturan pembuktian, ialah:
Pertama, asas Audi et alteram partem ialah bahwa kedua belah pihak yang bersengketa mesti di perlakukan sama atau dalam praktek di kenal dengan “equal justice under law”.
Kedua, somasi harus diajukan pada pengadilan dimana tergugat bertempat tinggal atau diketahui dengan “Actor sequitur lembaga rei”. Asas ini di kembangkan bertolak dari apa yang dikenal dalam aturan pidana dengan “Presumtion of innocense”.
Ketiga, asas actori incumbit probatio, ialah bahwa siapa yang mengaku memiliki hak harus membuktikannya, asas ini berdasarkan kepada apa yang terlihat telah ada secara sah haruslah untuk sementara dibiarkan dalam keadaan demikian untuk kepastian hukum. Namun demikian, yang harus dibuktikan tersebut hanyalah yang faktual saja, yakni adanya sebuah kejadian dan bukan tidak adanya peristiwa.
Asas-asas tersebut berlaku dalam hukum acara perdata (Hukum pembuktian yang biasa), sedangkan untuk hukum pembuktian dalam UUITE, aturan pembuktiannya bersifat khusus (lex specialis), mesti tetap mengacu pada hukum pembuktian yang biasa (HIR/RBg atau Hukum Acara Perdata gres yang mau datang). Dengan meningkatnya acara elektronik, maka alat pembuktian yang mampu dipakai secara hukum harus juga mencakup informasi atau dokumen elektronika untuk memudahkan pelaksanaan hukumnya. Selain itu hasil cetak dari dokumen atau informasi tersebut juga harus mampu dijadikan bukti yang sah secara hukum. Untuk mempermudah pelaksanaan penggunaan bukti elektronik (baik dalam bentuk elektronik atau hasil cetak), maka bukti elektronik mampu disebut selaku ekspansi alat bukti yang sah, sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Namun bukti elektronika tidak dapat dipakai dalam hal-hal spesifik, seperti dalam pengerjaan dan pelaksanaan surat-surat terjadinya perkawinan dan putusnya perkawinan, surat-surat yang berdasarkan undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis, persetujuanyang berhubungan dengan transaksi barang tidak bergerak, dokumen yang berhubungan dengan hak kepemilikan dan juga dokumen lainnya yang menurut peraturan perundang-seruan mengharuskan adanya akreditasi notaris atau pejabat yang berwenang.[6]
Informasi elektronika baru dapat dinyatakan sah kalau memakai tata cara elektro yang cocok dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Suatu bukti elektronika mampu memiliki kekuatan aturan kalau informasinya dapat dijamin keutuhannya, dapat dipertanggungjawabkan, dapat diakses, dan mampu ditampilkan, sehingga menerangkan suatu keadaan. Orang yang mengajukan suatu bukti elektronik harus mampu menawarkan bahwa isu yang dimilikinya berasal dari metode elektronika yang terpercaya.
Saat ini, dengan kian pesatnya kemajuan teknologi info, dimana dengan adanya kemajuan tersebut orang dapat melaksanakan transaksi-transaksi perdagangan dengan tanpa kehadiran para pihak, mirip transaksi perdagangan dilaksanakan dengan online trading. Menurut anutan yang lazim dianut kini, perjanjian harus dianggap lahir pada dikala pihak yang melaksanakan penawaran (offerte) menerima jawaban yang termaktub dalam surat tersebut, sebab detik itulah yang mampu dianggap selaku detik lahirnya kesepakatan. Walaupun lalu mungkin yang bersangkutan tidak membuka surat itu, yakni menjadi tanggungannya sendiri.
Sepantasnyalah yang bersangkutan membaca surat-surat yang diterimanya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, karena perjanjian telah lahir. Perjanjian yang telah lahir tidak dapat ditarik kembali tanpa izin pihak musuh. Saat atau detik lahirnya perjanjian ialah penting untuk diketahui dan ditetapkan, berhubung adakalanya terjadi sebuah pergeseran undang-undang atau peraturan yang mempengaruhi nasib perjanjian tersebut, contohnya dalam pelaksanaannya atau dilema beralihnya sebuah risiko dalam suatu perjanjian jual beli. Tempat tinggal (domisili) pihak yang menyelenggarakan penawaran (offerte) itu berlaku sebagai kawasan lahirnya atau ditutupnya perjanjian. Tempat ini pun menjadi hal yang penting untuk menetapkan aturan manakah yang hendak berlaku.
Dokumen elektro yang ditandatangani dengan sebuah digital signature dapat dikategorikan selaku bukti tertulis. Akan namun, terdapat sebuah prinsip hukum yang mengakibatkan sulitnya pengembangan penggunaan dan dokumen elektronik atau digital signature, ialah adanya syarat bahwa dokumen tersebut harus mampu dilihat, diantardan disimpan dalam bentuk kertas. Masalah lain yang mampu muncul berkaitan dengan dokumen elektronik dan digital signature ini adalah persoalan cara untuk memilih dokumen yang asli dan dokumen salinan. Berkaitan dengan hal ini telah menjadi prinsip aturan biasa bahwa:
a. dokumen asli mestilah dalam bentuk persetujuantertulis yang ditandatangani oleh para pihak yang melakukan perjanjian;
b. dokumen asli cuma ada satu dalam setiap perjanjian; dan
c. semua reproduksi dari persetujuantersebut ialah salinan.
Dalam praktik jual beli saham di pasar modal pemanfaatan teknologi elektro ini di rasakan sebagai sebuah kewajiban, karena praktik sebelumnya peralihan saham lewat transfer sungguh menghalangi diimobilisasinya (dalam Hukum Perseroan diketahui dengan Scriptless Trading). Kenyataan ini menginginkan hukum yang dapat menertibkan suatu tanda kepemilikan saham yang terjamin imobilitasnya serta dapat terjamin kepastian hukumnya. Hukum pembuktian yang dikelola dalam UU mesti bersifat khusus, mirip halnya dalam beracara kepailitan pun demikian. Bidang-bidang hukum yang lain mirip Hukum Acara Perdata (dalam BW, HIR/RBg), UUPT, dan sebagainya yang mengontrol duduk perkara pembuktian tetap diakui selaku aturan umum. Artinya undang-undang yang sudah ada dibiarkan tetap menertibkan secara biasa sebelum ada pencabutan terhadap ketentuan-ketentuan undang-undang tersebut dan undang-undang yang baru sebagai hukum special/khusus akan patuh pada asas lex specialis derogat lex generalis.[7]
Orang yang mengajukan sebuah bukti elektronika harus mampu memberikan bahwa informasi yang dimilikinya berasal dari sistem elektro yang terpercaya. Salah satu alat yang dapat dipakai untuk menentukan keaslian atau keabsahan sebuah bukti elektro ialah tanda tangan elektronika. Pasal 11 UUITE menyebutkan bahwa “tanda tangan elektronika harus dapat diakui secara hukum sebab penggunaan tanda tangan elektro lebih cocok untuk suatu dokumen elektronik.
Salah satu alat yang mampu dipergunakan untuk memilih keaslian atau keabsahan sebuah bukti elektronika adalah tanda tangan elektronika. Agar suatu tanda tangan elektronika mampu diakui kekuatan hukumnya, maka syarat-syarat yang mesti dipenuhi adalah : [8]
a. Data pengerjaan tanda tangan cuma terkait terhadap penunjuktangan saja;
b. Data pengerjaan tanda tangan cuma berada dalam kuasa penandatangan pada saat penandatangan;
c. Perubahan kepada tanda tangan elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan mampu diketahui;
d. Perubahan kepada informasi elektro yang berhubungan dengan tanda tangan elektro mampu dimengerti sesudah waktu penandatanganan;
e. Terdapat cara tertentu yang digunakan untuk mengidentifikasi siapa penandatangannya;
f. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penandatangan sudah menunjukkan kesepakatan kepada isu elektronika yang ditandatangani. Orang yang menggunakan tanda tangan elektronika atau terlibat didalamnya mempunyai kewajiban untuk mengamankan tanda tangan semoga tanda tersebut tidak dapat disalahgunakan oleh orang yang tidak berhak.
Pengamanan tanda tangan elektronika diantaranya meliputi syarat : [9]
a. Sistem tidak dapat diakses oleh orang lain yang tidak berhak;
b. Penandatangan harus waspada terhadap penggunaan tidak sah dari data pembuatan tanda tangan oleh orang lain;
c. Penandatangan harus memakai cara atau aba-aba yang direkomendasikan oleh penyelenggara tanda tangan elektro. Penandatangan mesti menginformasikan terhadap orang yang mempercayai tanda tangan tersebut atau terhadap pihak penunjang layanan tanda tangan elektronik jika dia percaya bahwa :
1. Data pembuatan tanda tangan telah dibobol; atau
2. Tanda tangan dapat mengakibatkan risiko, sehingga ada kemungkinan bobolnya data pembuatan tanda tangan;
d. Dan kalau akta digunakan selaku pendukung tanda tangan elektronik, maka semua berita yang disediakan harus benar dan utuh.
Jika syarat tersebut gagal untuk dipenuhi, maka orang tersebut bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan. Pada dasarnya lembaga sertifikasi elektronika ialah pihak ketiga yang menjamin identitas pihak-pihak secara elektronik. Dalam dunia teknologi berita, seperti Internet, seseorang dapat dengan mudah menciptakan identitas lain (teladan, nama chatting, alamat e-mail). Oleh karena itu, pemerintah atau penduduk mesti dapat membentuk sebuah lembaga sertifikasi yang terpercaya, agar pelaku usaha dapat melaksanakan usaha dengan fasilitas elektronik secara kondusif.
Fungsi lain dari sertifikat elektronika yakni menjamin keaslian tanda tangan elektro. Dalam hal ini, penyelenggara elektro mesti memastikan hubungan antara tanda tangan elektronik dengan pemilik tanda tangan tersebut. Selain itu penyelenggara juga harus menginformasikan tentang hal-hal yang digunakan untuk mengetahui data pembuatan tanda tangan, dan menandakan bahwa tandatangan elektronika yang berlaku aman. Penyelenggara sertifikasi elektro Indonesia harus berbadan aturan Indonesia dan beroperasi di Indonesia.[10]
Di Indonesia saat ini gres saja disahkan ketentuan khusus wacana alat bukti yang mengakui informasi dan dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah diikuti ketentuan-ketentuan tentang prasyarat dan standar yang mesti dipenuhi perihal akurasi dan kebenaran alat bukti dimaksud ialah yang terdapat didalam rumusan Pasal 5 UUITE tersebut di atas. Mengenai masalah dokumen elektronika (termasuk e-contract dan digital signature) sebagai alat bukti di pengadilan, pada dasarnya hakim menurut Pasal 22 Algemene Bepalingen (AB) tidak boleh menolak untuk mengadili suatu kasus yang belum ada pengaturan hukumnya. Selain itu hakim juga dituntut untuk melaksanakan rechtsvinding (penemuan aturan) dengan mengkaji norma-norma yang berkembang dalam penduduk dalam menuntaskan perkara dimaksud. Alat bukti dapat mengemban amanah kalau dilaksanakan dengan cara:
1. Menggunakan peralatan komputer untuk menyimpan dan memproduksi Print Out;
2. Proses data mirip kebanyakan dengan memasukkan inisial dalam metode pengelolaan arsip yang dikomputerisasikan; dan
3. Menguji data dalam waktu yang sempurna, setelah data dituliskan oleh seseorang yang mengenali kejadian hukumnya.
Syarat-syarat lainnya yang mesti dipenuhi:
1. Mengkaji berita yang diterima untuk menjamin keakuratan data yang dimasukkan;
2. Metode penyimpanan dan langkah-langkah pengambilan data untuk menangkal hilangnya data pada waktu disimpan;
3. Penggunaan program komputer yang betul-betul mampu dipertanggung jawabkan untuk memproses data;
4. Mengukur uji pengambilan keakuratan acara; dan
5. Waktu dan persiapan model print-out computer .
Sebelum UUITE bergotong-royong sudah ada beberapa hal yang menyangkut dengan penggunaan dan pengukuhan dokumen elektro selaku alat bukti yang sah, misalnya:
1. Dikenalnya online trading dalam kegiatan bursa efek; dan
2. Pengaturan mikro film selaku media penyimpanan dokumen perusahaan yang sudah diberi kedudukan sebagai alat bukti tertulis asli dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tetang Dokumen Perusahaan.
Namun demikian, pengaturan seperti ini tidak mampu menunjang dan mengakomodasikan pertumbuhan cyberspace kebanyakan dan e-commerce pada khususnya. Digital signature ialah salah satu informasi spesifik dalam e-commerce. Digital signature pada prinsipnya berkenaan dengan jaminan untuk “message integrity” yang menjamin bahwa pengirim pesan (sender) yakni sungguh-sungguh orang yang berhak dan bertanggung jawab untuk itu. Hal ini berlainan dengan tanda tangan lazimyang berfungsi sebagai akreditasi dan penerimaan atas isi pesan/dokumen. Persoalan hukum yang muncul seputar hal ini antara lain berkenaan dengan fungsi dan kekuatan aturan digital signature.
Beberapa keuntungan yang ditawarkan dari penggunaan digital signature, yaitu antara lain:
1. Authenticity (Ensured) Dengan menggunakan digital signature maka dapat ditunjukkan dari mana data elektronik tersebut bahu-membahu berasal. Integritas pesan terjamin sebab adanya digital certificate yang diperoleh menurut aplikasi yang disampaikan terhadap certification authority oleh user/subscriber. Digital certificate berisi info perihal pengguna, antara lain: identitas, kewenangan, kedudukan aturan, dan status dari user. Dengan eksistensi digital certificate ini maka pihak ketiga yang bekerjasama dengan pemegang digital certificate tersebut dapat merasa yakin bahwa pesan yang diterimanya yakni benar berasal dari user tersebut.
2. Integrity
Penggunaan digital signature mampu menjamin bahwa pesan atau data elekronik yang diantarkan tersebut tidak mengalami suatu perubahan atau penyesuaian oleh pihak yang tidak berwenang. Jaminan authenticity ini dapat dilihat dari adanya fungsi hash dalam sistem digital signature dimana peserta data mampu melakukan pembandingan hash value. Jika hash valuenya sama dan sesuai maka data tersebut benar-benar otentik, tidak termodifikasi semenjak dikirimkan sehinga terjamin keasliannya.
3. Non- Repudiation
Pengirim pesan tidak akan dapat menyangkal bahwa beliau sudah mengantarkan pesan jikalau ia memang telah mengantarkan pesan tersebut. Ia juga tidak mampu menyangkal isi pesan tersebut. Hal ini disebabkan digital signature yang memakai enkripsi asimetris yang melibatkan private key dan public key. Suatu pesan yang sudah dienkripsi dengan memakai kunci privat akan cuma dapat dibuka/dekripsi dengan kunci public milik pengirim.
4. Confidentiality
Dengan prosedur digital signature yang sedemikian rupa maka akan dapat terjamin kerahasiaan suatu pesan yang dikirimkan. Hal ini dimungkinkan sebab tidak siapa saja mampu mengetahui isi pesan/data elektro yang telah di-sign dan dimasukkan dalam digital envelope. Pada lazimnya tanda tangan digital memakai teknik kriptografi kunci publik, kunci simetrik dan suatu fungsi hash satu arah. Teknik-teknik yang dipakai tersebut akan berubah dan meningkat seiring dengan pertumbuhan teknologi info itu sendiri. Namun demikian, pada prinsipnya sebuah tanda tangan digital setidaknya mesti memiliki sifat sebagai berikut:
1. Otentik
2. Aman
3. Interperabilitas dari perangkat lunak, maupun jaringan dari penyuplaijasa
4. Konfidensialitas
5. Hanya sah untuk dokumen itu saja atau kopinya yang sama persis
6. Dapat diperiksa dengan mudah
7. Divisibilitas, berkaitan dengan spesifikasi simpel transaksi baik untuk volume besar maupun transaksi kecil-kecilan.
Mengingat transaksi elektronik sungguh gampang disusupi atau diubah oleh pihak-pihak yang tidak berwenang, maka sistem keselamatan dalam bertransaksi menjadi sungguh penting untuk menjaga keaslian data tersebut. Oleh karena itu, diharapkan tata cara dan prosedur pengamanan yang handal, dalam konteks penggunaan metode komunikasi dengan jaringan terbuka (mirip Internet), supaya timbul akidah pengguna terhadap sistem komunikasi tersebut. Tindakan pencegahan untuk mengorganisir risiko tersebut termasuk penggunaan “Public Key Criptography” untuk Tanda Tangan Digital dan mensyaratkan keterlibatan Pihak Ketiga Terpercaya (yang telah disertifikasi) dan independen untuk memastikan bahwa pemegang Kunci Publik ialah individu yang dimaksud. Dalam suatu tata cara Public-Key Cryptographi, Certification Authority (CA)-Otoritas Sertifikasi atau Thrusted Third Party (TTP) merupakan Pihak Ketiga Terpercaya (Trustworthy) atau sebuah institusi yang dapat menunjukkan rasa percaya kepada para pelaku transaksi maya tersebut.
Adapun pemahaman Certification Authority (CA) atau Thrusted Third Party adalah suatu tubuh aturan yang berfungsi sebagai pihak ketiga yang patut dipercaya, yang memperlihatkan dan mengaudit akta elektronik (sertifikat digital) serta menyediakan layanan keselamatan yang dapat mengemban amanah oleh pengguna dalam menjalankan pertukaran gosip secara elektro dan menyanggupi 4 (empat) aspek keamanan yakni : Confidentiality (Informasi yang dipertaruhkan cuma bisa terbaca oleh akseptor yang berhak dan tidak mampu dipahami oleh pihak yang tidak berhak); Authentification (identitas pihak yang terkait dapat dimengerti atau menjamin authentification pemilik Kunci Publik Kriptografi); Integrity (Informasi terkirim dan diterima tidak berubah); dan Non repudiation (pihak yang terkait tidak dapat menyangkal bahwa beliau telah melakukan transaksi tertentu atau menawarkan landasan untuk pembuktian terjadinya sebuah transaksi). [11]
Di Indonesia kegiatan e-commerce walaupun bersifat virtual namun dikategorikan sebagai langkah-langkah dan tindakan hukum yang aktual. Secara yuridis untuk ruang cyber telah tidak pada tempatnya lagi untuk mengkategorikan sesuatu hanya dengan ukuran dan kualifikasi konvensional untuk mampu dijadikan objek dan tindakan, sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlampau banyak kesusahan dan hal-hal yang lolos dari jerat hukum. Kegiatan e-commerce ialah acara virtual namun memiliki pengaruh sangat nyata walaupun alat buktinya bersifat elektro, dengan demikian, subjek pelakunya mesti dikualifikasikan pula selaku telah melaksanakan perbuatan hukum secara kasatmata.
Salah satu hal penting ialah duduk perkara keamanan. Terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keselamatan di cyberspace, pertama ialah pendekatan teknologi, kedua pendekatan sosial budaya-akhlak, dan ketiga pendekatan hukum. Untuk menanggulangi gangguan keamanan pendekatan teknologi memang mutlak dikerjakan, mengingat tanpa pendekatan teknologi sebuah jaringan akan sungguh mudah disusupi atau diakses secara illegal dan tanpa hak. Oleh alasannya adalah itu, pendekatan aturan dan sosial budaya-adat sebagai bentuk pendekatan berikutnya menjadi sungguh penting. Pendekatan aturan yaitu dalam bentuk tersedianya aturan aktual akan menunjukkan jaminan kepastian dan sebagai landasan penegakan hukum (law enforcement) jikalau terjadi pelanggaran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan bahwa syarat sahnya suatu perjanjian adalah kesepakatan para pihak, kecakapan untuk membuat perjanjian, sebuah hal tertentu dan sebuah alasannya adalah yang halal dapat diterapkan untuk menentukan keabsahan kontrakjual beli elektro. Kontrak elektro mesti juga mengikat para pihak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 ayat (1) UUITE. Menurut Pasal 19 UUITE para pihak yang melakukan transaksi elektronik mesti menggunakan tata cara elektro yang disepakati. Makara sebelum melaksanakan transaksi elektro, maka para pihak apalagi dahulu menyepakati tata cara elektronik yang akan digunakan untuk melakukan transaksi.
Tanggung jawab para pihak dalam perdagangan lewat Internet ialah pihak penjual bertanggung jawab atas semua produk atau jasa yang sudah di iklankannya di Internet serta bertanggung jawab atas pengiriman barang atau jasa yang sudah dipesan oleh seorang pembeli. Sedangkan pembeli bertanggung jawab untuk mengeluarkan uang sejumlah harga dari produk atau jasa yang telah dibelinya dari penjual. Pasal 15 dan 16 UUITE menerangkan bahwa metode penyelenggaraan gosip dan transaksi elektronika harus dikerjakan secara aman, jago dan dapat beroperasi sebagaimana mestinya. Penyelenggaraan tata cara elektronik bertanggung jawab atas sistem yang diselenggarakannya. Namun, jika adanya pihak lain yang secara tanpa izin melaksanakan tindakan sehingga tata cara berlangsung tidak seharusnya, maka penyelenggara metode elektro tidak bertanggung jawab atas hasilnya.
Berdasarkan sistem pembuktian hukum privat yang masih menggunakan ketentuan yang dikelola dalam KUH Perdata maka dalam aturan pembuktian ini, alat-alat bukti dalam kasus perdata terdiri dari : bukti tulisan, bukti saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, legalisasi dan bukti sumpah (Pasal 1866 BW atau 164 HIR). Sedangkan UUITE menyertakan suatu bentuk metode pembuktian elektronika adalah adanya tanda tangan elektronika (digital signature) yang ialah suatu tata cara pengamanan yang bertujuan untuk memutuskan otentisitas dari sebuah dokumen elektronik. Ia memakai cara yang berlawanan untuk menandai sebuah dokumen sehingga tidak cuma mengidentifikasi dari pengirim, tetapi mesti juga memastikan keutuhan dari dokumen tersebut (Pasal 1 butir 5 UUITE). Pasal 5 UUITE menertibkan secara khusus perihal sahnya suatu perjanjian yang menyebutkan bahwa bukti elektro baru mampu dinyatakan sah kalau memakai tata cara elektronika yang cocok dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Suatu bukti elektronik dapat mempunyai kekuatan aturan apabila informasinya mampu dijamin keutuhannya, dapat dipertanggungjawabkan, mampu diakses, dan mampu ditampilkan, sehingga mengambarkan suatu keadaan. Keabsahan data transaksi adalah yang menjamin untuk terjadinya perdagangan lewat Internet, baik itu mencakup tanda tangan ataupun yang lain yang menjadi sebuah bentuk keabsahan dari suatu kontraktersebut. Kontrak elektronik dalam transaksi elektro, harus mempunyai kekuatan aturan yang sama dengan kontrak konvensional.
B. Saran
1. Perlu dikerjakan sosialisasi UUITE sehingga masyarakat dapat mengerti dan mengetahui tentang ihwal keabsahan persetujuanlewat Internet tersebut. Dalam hal ini sosialisasi dimaksudkan juga biar masyarakat dapat melaksanakan transaksi e-commerce ini sesuai dengan hukum yang berlaku dan juga supaya terdapat persamaan pandangan, sehingga tidak terdapat kendala dalam penerapannya.
2. Bagi para pihak yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan kontrakyang sudah disepakati bersama, mampu mengajukan gugatan perdata untuk memperoleh pembayaran ganti rugi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 12 UUITE.
3. Pemerintah seyogyanya memperlihatkan pengawasan yang lebih ketat lagi bagi para pihak yang melaksanakan transaksi elektro ini yaitu dengan jalan melakukan/mengharuskan diadakannya sebuah registrasi terhadap segala aktivitas yang menyangkut kepentingan lazim didalam kemudian lintas elektronika tersebut, tergolong registrasi atas perjuangan-perjuangan elektro (e-business) yang berupa virtual shops ataupun virtual services yang lain dan kewajiban terdaftarnya seorang pembeli dalam suatu perusahaan penyelenggaraan sistem pembayaran sehingga proses transaksinya dapat berjalan lancar dan tidak ada satu pihak pun yang merasa dirugikan.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Jual-beli adalah suatu kesepakatanatau kesepakatan mana pihak yang satu memajukan dirinya untuk menyerahkan sutau produk atau jasa dan pihak yang lain mengeluarkan uang harga yang sudah dijanjikan.
2. Penjual yaitu yang dibebani kewajiban untuk menyerahkan barang ditinjau dari sisi ketentuan umum aturan perjanjian.
3. Pembeli yakni pihak yang harus mengeluarkan uang harga pembelian pada waktu dan tempt sebagaimana ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
4. Wanprestasi yakni pelaksanaan keharusan yang tidak sempurna pada waktunya atau dikerjakan tidak menurut sepantasnya.
5. Tanggung jawab ialah kondisi wajib menanggung segala sesuatunya jikalau ada sesuatu hal, boleh dituntut dipersalahkan, dan sebagainya.
6. Internet yaitu jaringan publik yang sungguh luas dan besar (huge/wide spread network), layaknya yang dimiliki oleh suatu jaringan publik,elektronik, yang murah, cepat, dan akomodasi aksesnya, dan juga selaku media penyampaian pesat/data sehingga dapat dijalankan pengiriman info secara mudah dan ringkas baik dalam bentuk data elektronika analog maupun digital.
7. Tanda tangan elektronik (digital signeture) adalah gosip elektronika yang diletakan, memiliki kekerabatan eksklusif atau tersosialisasi pada suatu berita elektronik lain yang dibuat oleh penunjuktangan untuk memberikan identitas dan statusnya sebagai subjek aturan,termasuk dan tidak terbatas pada penggunaan infrastruktur kunci publik (tanda tangan digital), biometrik,kriptografi simetrik.
8. Menurut Wikipedia media elektronika yaitu media yang menggunakan elektro atau energi elektronika mekanis bagi penggunaa akhir untuk mengakses kontennya.
9. Media elektronik yaitu suatu media yang mnyampaikan sesuatu yang berupa elektro.
10. Integritas ialah mutu, sifat atau keadaan yang memperlihatkan kesatuan yang utuh sehingga mempunyai kesempatandan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran.
11. Saksi adalah seseorang yang memiliki informasi tangan pertama tentang sebuah kejahatan atau kejadian dramatis melalui indra dan dapat membantu memastikan pertimbangan-pendapatpenting dalam suatu kejahatan atau peristiwa.
12. Elektronik e-commerce yaitu aktivitas-aktivitas bisnis yang menyangkut konsumen (consumers) , manufaktur (manufactures), service providers,dan pedagang pinata (intermediaries) dengan memakai jaringan-jaringan komputer (computer network) adalah internet. E-commerce sudah meliputi spectrum aktivitas komersial.
13. Perdagangan/perniagaan yakni acara tukar menukar barang atau jasa atau keduanya yang menurut kesepatakan bareng bukan pemaksaan.
14. Display yaitu suatu cara penataan produk barang yang dipraktekkan perusahaan tertentu dengan tujuan mempesona minta konsumen.
15. Transaksi yakni sebuah aktivitas yang dijalankan seseorang yang menimbulkan perubahan kepada harta atau keuangan yang dimiliki baik itu bertambah atau berkurang.
16. Perikatan ialah relasi aturan yang terjadi dua orang (pihak) atau lebih adalah pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lain wajib menyanggupi prestasi.
17. Gugatan ialah suatu surat yang diajukan oleh penguasa pada ketua pengadilan yang berwenang yang menampung tuntutan hak yang didalamnya mengandung suatu sengketa dan ialah landasan pemeriksaan kasus dan sebuah pembuktian kebenaran sebuah hak.
18. Pembuktian yakni penghidangan alat-alat bukti yang sah berdasarkan aturan terhadap hakim yang mengusut sebuah masalah guna memperlihatkan kepastian tentang kebenaran insiden ynag dikemukakan.
19. Kesepakatan ialah persesuan pernyataan keinginanantara satu orang atau lebih dnegan pihak lainnya yang menyelenggarakan perjanjian.
20. Alat bukti yaitu alat-alat yang ada relevansinya dengan suatu tindakan atau kejadian dimana alat-alat tersebut dapat dipergunakan selaku bahan pembuktian guna menimbulkan dogma bagi hakim atas kebenaran suatu langkah-langkah atau insiden yang telah dilaksanakan terdakwa.
21. Elektronik adalah alat yang dibuat berdasarkan prinsip elektronik serta hal atau benda yang menggunakan alat tersebut untuk penggunaan langsung dan sehari-hari.
22. Kontrak atau perjanjian adalah kesepakan antara dua orang atau lebih mengenai hal tertentu yang disetujuan oleh mereka.
23. Pedagang ialah orang yang melaksanakan jual beli memperjual belikan barang yang tidak diproduksi sendiri untuk menemukan sesuatu keuntungan.
24. Konsumen yakni setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam penduduk baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain yang tidak untuk diperdagangkan.
25. Penawaran yaitu jumlah barang dan jasa yang tersedia untuk dijual pada aneka macam tingkat harga dan suasana.
26. Pelaku usaha yakni setiap orang atau tubuh perjuangan baik yang berupa badan hukum maupun yang bukan tubuh hukum yang didirikan atau berkedudukan atau lewat aktivitas dalam wilayah aturan RI baik sendiri maupun bantu-membantu lewat kesepakatanmenyelenggaran kegiatan usaha dibidang ekonomi.
27. Bank yaitu badan usaha yang menghimpun dana dari penduduk dalam bentuk tabungan dan menyalurkannya terhadap penduduk dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk yang lain dalam rangka memajukan taraf hidup rakyat banyak.
28. Provider yaitu perusahaan yang menawarkan banyak sekali layanan yang menyangkut internet dan lazimdisebut ISP (internet Service Provider).
29. Pengiriman yaitu segala upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam sebuah organisasi untukmemberikan pelayanan jasa berupa pengiriman barang.
30. Pembayaran yaitu Pembayaran yakni kegiatan pemindahan dana guna menyanggupi suatu kewajiban yang muncul dari suatu kegiatan ekonomi.
31. Informasi adalah pesan (ucapan atau lisan) atau kumpulan pesan yang berisikan order sekuens dari simbol, atau makna yang mampu ditafsirkan dari pesan atau kumpulan pesan. Informasi mampu direkam atau ditransmisikan.
32. Pengolahan Data Elektronik (PDE) atau Electronic Data Processing (EDP) yakni manipulasi dari data ke dalam bentuk yang lebih mempunyai arti berupa sebuah isu dengan memakai sebuah alat elektro, ialah komputer.
33. Otentikasi atau otorisasi yaitu verifikasi apakah seseorang itu ialah orang yang berhak. Biasanya melibatkan username dan password, namun mampu menyertakan sistem lain yang mengambarkan identitas, mirip kartu bakir, sidik jari, dll.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad M.Ramli, 2004, ”Cyber law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia”. PT.Refika Aditama, Bandung.
Edmon Makarim, 2000, “Kompilasi Hukum Telematika”, PT Gravindo Persada Jakarta.
Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Menuju Kepastian Hukum di Bidang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jakarta 2007.
WWW.Klinik, “ Telekomunikasi dan Teknologi Hukum E-Commerce”. Diakses pada Senin. 7 April 2008.
Mieke Komar Kantaatmadja, 2001,” Cyber Law Suatu Pengantar”. Elips Bandung.
http://dokumen.tips/documents/jual-beli-lewat-internet.html. Diakses pada Kamis,31 Maret 2016.
[1]Ahmad M.Ramli,Cyber law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia (Bandung:PT.Refika Aditama,2004), hal.1
[1] Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, PT Gravindo Persada Jakarta 2000. Hal. 65
[2] Ibid, Hal 77
[3]Ibid, Hal. 90
[5]WWW.Klinik, “ Telekomunikasi dan Teknologi Hukum E-Commerce”. Diakses pada Senin. 7 April 2008
[6] Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Menuju Kepastian Hukum di Bidang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jakarta 2007. Hal. 14
[7] Mieke Komar Kantaatmadja. Cyber Law Suatu Pengantar. Elips Bandung 2001 Hal. 37
[8] Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Op.cit, Hal. 16
[9] Ibid, Hal 16-17
[10] Ibid, Hal 17
[11] Ibid, Hal. 52-53