“SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA”
Berbeda dengan kasus pengujian undang-undang, dalam sengketa kewenangan antara lembaga negara legal standing pemohon haruslah didasarkan pada adanya “kepentingan eksklusif” kepada kewenangan yang dipersengketakan. Oleh akhirnya, pemohon yang mengajukan permohonan masalah ini mesti memenuhi persyaratan selaku berikut :
(i) Pemohon yakni lembaga negara yabg kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945.
(ii) Mempunyai kepentingan pribadi kepada kewenangan yang dipersengketakan.
(iii) Ada kekerabatan kausal kerugian yang dialami kewenangan langsung dengan kewenangan yang dikerjakan oleh forum lain.
Meskipun satu forum negara menemukan kewenangannya dari UUD 1945, menjadi pertanyaan apakah semua mempunyai legal standing untuk mengajukan permintaan? Lembaga yang secara tegas disebut dalam Undang-Undang Dasar 1945 yakni MPR,Presideb,DPR, DPD, BPK, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemilihan Umum, Komisi Yudisial, Pemerintahan Daerah, dan Bank Sentral. (lebih jelasnya baca Peraturan Mahkamah Agung Nomor 08/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara MK RI pasal 2 ).
Dalam perkara sengketa kewenangan forum negara ini, jelas mesti disebutkan dalam permintaan pemohon forum mana yang menjadi termohon yang merugikan kewenangannya yang diperoleh dari UUD 1945. Hal-hal ini terang dikontrol dalam Pasal 61 ayat (1) dan (2) UU MK. Perdata ini tentu berhubungan dekat dengan adanya duplikasi atau tumpang tindih kewenangan antara satu lembaga negara dengan lembaga negara lain. Akan tetapi, juga mampu terjadi bahwa kewenangan satu lembaga negara sebagaimana diperoleh dari Undang-Undang Dasar 1945 telah diabaikan oleh forum negara lain, baik dalam satu keputusan atau kebijakan negara. Permohonan pemohon mesti menguraikan secara terang 3 (tiga) hal yang diuraikan di atas dalam positanya dan kemudian dalam bab petitum atau tuntutannya pemohon harus meminta agar MK menyatakan dengan tegas Lembaga Negara yang ditarik selaku termohon tidak mempunyai kewenangan yang dipersengketakan. Hal ini memiliki arti bahwa termohon tidak berhak melakukan kewenangan yang dipersengketakan karena secara sah kewenangan tersebut yakni kewenangan Pemohon. Ketentuan dalam pasal 65 UU MK secara tegas menyatakan bahwa Mahkamah Agung tidak mampu ditarik menjadi pihak termohon dalam kewenangan forum negara seperti ini. Meskipun sulit dibayangkan bahwa tidak akan pernah ada ketidakjelasan kewenangan anatar Mahkamah Agung dengan lembaga lain maka apapun benturan kewenangan yang mungkin ada. Hal demikian tidak dipecahkan melalui permohonan semacam itu, apalagi di depan Mahkamah Konstitusi.
Sumber bacaan :
“Buku Ajar Hukum Acara Mahkamah Konstitusi” halaman 171-173 oleh:
Prof, Dr. H Abdul Latif, SH.,MH.
Dr. H. Muhammad Syarif Nuh., SH.,MH.
Dr. Hamza Baharuddin., SH., MH.
H. Hasbi Ali, SH.,MH.
Said Sampara.,SH., MH