Syarat Sahnya Perjanjian
Pasal 1320 Kitab Hukum Undang-Undang Hukum Perdata mengendalikan semoga sebuah kesepakatanoleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak, maka persetujuantersebut harus menyanggupi syarat-syarat sahnya perjanjian. Syarat sahnya perjanjian mencakup syarat subyektif dan syarat obyektif
1) Sepakat mereka mengikatkan dirinya
Sepakat atau yang dinamakan dengan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua subyek yang menyelenggarakan kontrakitu harus bersepakat, setuju atau seia sekata tentang hal-hal yang pokok dari persetujuanyang diadakan itu. Apa yang diharapkan oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain.
2) Cakap untuk membuat sebuah perjanjian
Setiap orang yang sudah sampaumur atau pintar baliq dan sehat pikirannya, yaitu cakap berdasarkan hukum. Dalam Pasal 1330 Kitab Hukum Undang-Undang Hukum Perdata disebut selaku orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:
a) Orang yang belum akil balig cukup akal
b) Mereka yang berada di bawah pengampuan
c) Orang-orang wanita dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan kebanyakan terhadap siapa undangundang telah melarang menciptakan perjanjian-kontraktertentu.
Syarat obyektif ialah:
3) Mengenai suatu hal tertentu
Suatu perjanjian harus tentang suatu hal tertentu, artinya apa yang dijadikan obyek dalam perjanjian harus terang.
4) Suatu karena yang halal
“Sebab yang halal” ini dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian. Dengan secepatnya harus dihilangkan sebuah kemungkinan salah sangka, bahwa alasannya itu ialah seseuatu yang menimbulkan seseorang membuat persetujuanitu. Syarat sahnya perjanjian harus dipenuhi untuk menyingkir dari batalnya suatu perjanjian. Jika syarat subyektif tidak dipenuhi, maka salah satu pihak memiliki hak untuk meminta agar kesepakatanitu dibatalkan. Sedangkan kalau syarat obyektif tidak tercukupi maka kontraktersebut batal demi hukum.