Memejamkan Mata Saat Shalat

Bagaimana sih hukum memejamkan mata ketika sedang shalat?

Nah… aku percaya diantara kalian niscaya sadar dan mungkin sering memejamkan mata ketika shalat,, entah mungkin sebab memang pengen nutup mata atau ngantuk.. ehehehe

Eiiits…. jangan anggap hal ini remeh yah sahabat.. alasannya apa yang kita kerjakan ternyata sudah dikontrol termasuk memejamkan mata ketika sedang shalat ini..
Yuuuukkkksss… untuk lebih jelasnya silahkan baca penjelasan di bawah ini yah.. supaya berfaedah 🙂

Sunnahnya shalat itu dengan mata terbuka, bukan memejamkan mata, karena mencontek Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dimana pandangan mata beliau dikala shalat memandang ke daerah sujud atau ke arah kiblat.

Aisyah radhiyallahu anha berkata:

دَخَلَ رَسُولُ اللهِ صلى عليه و سلم الْكَعْبَةَ مَا خَلَفَ بَصَرُهُ مَوْضِعَ سُجُودِهِ حَتَّى خَرَجَ مِنْهَا

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam masuk Ka’bah (untuk melakukan shalat) dalam keadaan pandangan beliau tidak meninggalkan tempat sujudnya (terus mengarah ke tempat sujud) hingga ia keluar dari Ka’bah.”
(HR. Al-Hakim 1/479 dan Al-Baihaqi 5/158. Kata Al-Hakim, “Shahih di atas syarat Syaikhan.” Hal ini disepakati Adz-Dzahabi. Berkata Syeikh Al Albani : Hadist Shahih).

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

قَالَ لَقَدْ رَأَيْتُ الْآنَ مُنْذُ صَلَّيْتُ لَكُمْ الصَّلَاةَ الْجَنَّةَ وَالنَّارَ مُمَثَّلَتَيْنِ فِي قِبْلَةِ هَذَا الْجِدَار

“Sungguh saya telah melihat sekarang semenjak aku mengimami kalian, nirwana dan neraka digambarkan di kiblat tembok ini..” (HR. al-Bukhari 1/150 no.749)

Al-Hafizh ibnu Hajar rahimahullah mengatakan :

وَقَالَ ابْنُ بَطَّالٍ : فِيهِ حُجَّةٌ لِمَالِكٍ فِي أَنَّ نَظَرَ الْمُصَلِّي يَكُونُ إِلَى جِهَةِ الْقِبْلَةِ ، وَقَالَ الشَّافِعِيُّ وَالْكُوفِيُّونَ : يُسْتَحَبُّ لَهُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَوْضِعِ سُجُودِهِ ؛ لِأَنَّهُ أَقْرَبُ لِلْخُشُوعِ  

  Tugas Seni Budaya Dan Jawabannya

“Ibnu Bathal rahimahullah menyampaikan :

“Di dalam hadits (di atas) terdapat hujjah bagi imam Malik rahimahullah bahwa persepsi orang yang sedang shalat dihadapkan ke arah kiblat.”

Dan Imam Asy-Syafi’I rahimahullah serta ulama ulama Kufah menyampaikan bahwa digemari bagi orang yang shalat untuk menyaksikan ke arah kawasan sujudnya alasannya itu lebih erat terhadap ke-khusyu’an.”
(Fath Al-Bari 2/271)

Ada hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam ihwal larangan memejamkan mata dikala shalat, namun hadits ini lemah. Sehingga para ulama menghukumi memejamkan mata ketika shalat cuma makruh saja, bukan haram.

“Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلَاةِ فَلَا يَغْمِضْ عَيْنَيْهِ

“Jika salah seorang diantara kamu sekalian sedang shalat, janganlah memejamkan kedua matanya”.
( Al-Mu’jam Al-Kabir Lith-Thobroni, no.10956-Hadits Dhaif ).

Berkata Al-Hafizh ibnu Rajab rahimahullah  :

وأما تغميض البصر فِي الصلاة ، فاختلفوا فِيهِ : فكرهه الأكثرون ، منهم : أبو حنيفة والثوري والليث وأحمد .قَالَ مُجَاهِد : هُوَ من فعل اليهود .

“Adapun memejamkan mata dalam shalat, maka terdapat ikhtilaf dalam hal ini. Kebanyakan ulama memakruhkannya, diantara mereka ialah : Abu Hanifah rahimahullah, Ats-Tsauri rahimahullah, Al-Laits rahimahullah dan imam Ahmad rahimahullah. Mujahid rahimahullah menyampaikan :“Memejamkan mata itu tergolong tindakan orang orang Yahudi.”
(Fathul Bari 6/443)

Namun bila di depannya ada kasus yang mengganggu misalkan ada gambar, lukisan atau yang mampu mengganggu kekhusyu’an maka boleh memejamkan mata

Berkata Ibnu Qoyim rahimahullah :

إذا كان أكثر خشوعاً بتفتيح العينين فهو أولى ، وإن كان أخشع له تغميض العينين لوجود ما يشغله عن الصلاة من تزويق وزخرفة فإنه لا يكره قطعاً بل القول باستحباب التغميض أقرب إلى مقاصد الشرع وأصوله من القول بالكراهة . ( زاد المعاد 1/283 )

  Hak Milik Dalam Hukum Perdata
“Bahwa seseorang bila lebih khusyu’ dengan membuka kedua matanya itu lebih utama. Kalau sekiranya memejamkan kedua mata itu lebih khusu’ sebab ada gangguan yang mengusik shalat dari ukiran dan hiasan maka pasti hal itu tidak dimakruhkan bahkan pertimbangan dengan proposal menutup mata itu lebih bersahabat tujuan syariat serta pokok daripada usulan memakruhkan.” (Zadul Ma’ad, (1/283)) .

Berkata Syeikh Utsaimin rahimahullah :

الصَّحيحُ أنَّه مكروهٌ؛ لأنه يُشبه فِعْلِ المجوس عند عبادتهم النيران، حيث يُغمضون أعينَهم. وقيل: إنه أيضاً مِن فِعْلِ اليهودِ، والتشبُّه بغير المسلمين أقلُّ أحواله التحريم، كما قال شيخ الإِسلام رحمه الله، فيكون إغماضُ البَصَرِ في الصَّلاةِ مكروهاً على أقل تقدير، إلا إذا كان هناك سبب مثل أن يكون حولَه ما يشغلُه لو فَتَحَ عينيه، فحينئذٍ يُغمِضُ تحاشياً لهذه المفسدة.

“Yang benar, memejamkan mata di dalam shalat adalah kasus yang dibenci, sebab mirip tindakan orang orang Majusi dalam peribadatan mereka kepada api, di mana mereka memejamkan mata.

Dikatakan pula bahwa hal itu termasuk tindakan orang orang Yahudi.

Sementara ibarat selain muslimin minimal hukumnya haram, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam rahimahullah

Oleh karena itu, menejamkan mata dalam shalat minimalnya makruh (dibenci), kecuali jika disana ada alasannya, seperti misalnya di sekitarnya terdapat perkara perkara yang mampu melalaikannya dari shalat bila dia membuka matanya.

Dalam kondisi seperti itu, dia boleh memejamkan mata untuk menyingkir dari kerusakan tersebut.
(As-Syarhul Mumti’,3/41)

Berkata Syeikh Muhammad Munajed hafidzahullah :

اتفق العلماء على كراهة تغميض العينين في الصلاة لغير حاجة ، فقد نص صاحب الروض على كراهته لأنه من فعل اليهود( الروض المربع 1/95 ) وكذلك صاحب منار السبيل والكافي وزاد لأنه مظنة النوم ( منار السبيل 1/66 ، الكافي 1/285) ونص صاحب الإقناع على كراهيته إلا لحاجة كما لو خاف محذوراً بأن رأى أمته أو زوجته أو أجنبية عريانة (الإقناع 1/127 ، المغني 2/30 ) وكذلك صاحب المغني .

  Ngetrip Bulukumba “Bira-Bara Beach”

Para ulama setuju makruh memejamkan kedua mata dalam shalat tanpa ada keperluan. Pemilik kitab ‘Roud’ menegaskan akan makruhnya karena hal itu tergolong prilaku orangYahudi.
(Roudul Murbi’, (1/95).

Begitu juga pemilik kitab Manarus sabil dan Kafi serta Zad karena hal itu mengarah untuk tidur. Manarus Sabil, (1/66) Kafi, (1/285).

Pemilik kitab ‘Al-Iqna’ menegaskan akan makruhnya kecuali jika ada keperluan mirip takut (sesuatu) yang dilarang. Melihat budak perempuan, istri atau orang abnormal telanjang,
(Al-iqna’, 1/127)

Begitu juga pemilik Al-Mugni, Al-Mugni, 2/30).


Sumber :
Group online WA Tholabul ‘ilmi
Wallahu ‘alam