Teladan Tugas Ppkn Perihal Perbatasan Kawasan Indonesia

Negara yang memiliki batas eksklusif dengan daratan Indonesia:

– Malaysia

Perbatasan darat antara Indonesia dengan Malaysia di Pulau Borneo memiliki panjang sekitar 2.000 km. Sebagian besar batasnya ialah batas alam yang berupa punggung gunung / garis pemisah air (watershed). Garis batas tersebut membentang dari Tanjung Datu di sebelah barat hingga ke pantai timur pulau Sebatik di sebelah timur. 
Penentuan batas darat diantara kedua negara merujuk kepada kesepakatan antara Hindia-Belanda dengan Inggris pada tahun 1891, 1915 dan 1925. Perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di Asia Tenggara meliputi perbatasan darat yang memisahkan kedua negara di Pulau Kalimantan dan perbatasan laut di sepanjang Selat Malaka, Laut Cina Selatan, dan Laut Sulawesi. Perbatasan darat antara Indonesia-Malaysia membentang sepanjang 2.019 km dari Tanjung Batu di Kalimantan baratlaut, melalui dataran tinggi pedalaman Kalimantan, sampai ke Teluk Sebatik dan Laut Sulawesi di sebelah timur Kalimantan. Perbatasan ini memisahkan provinsi Kalimantan Utara dan Kalimantan Barat di Indonesia dengan negara bab Sabah dan Sarawak di Malaysia.
– Papua Nugini
Batas darat antara Indonesia dengan Papua Nugini (PNG) mengacu pada terhadap Perjanjian antara Indonesia dan Australia mengenai garis-garis batas tertentu antara Indonesia Dan Papua Nugini Tanggal 12 Februari 1973, yang diratifikasi dengan UU No 6 tahun 1973. Garis batas Indonesia dengan Papua Nugini yang disepakati ialah garis batas buatan (artificial boundary), kecuali pada ruas Sungai Fly yang memakai batas alam yang berbentuktitik terdalam dari sungai (thalweg). Garis batas RI-PNG menggunakan meridian astronomis 141º 01’00”BT mulai dari utara Irian Jaya (Papua ) ke selatan sampai ke sungai Fly mengikuti thalweg ke selatan hingga memangkas meridian 141 º 01’ 10” BT. Demarkasi batas sepanjang perbatasan kedua negara (±820km) telah dilakukan bareng antara Indonesia dengan PNG dengan menempatkan sebanyak 52 pilar dari MM 1 hingga dengan MM 14A yang ialah batas utama Meridian Monument.
– Timor Leste
Batas darat antara Indonesia dengan Timor-Leste mengacu kepada kontrakantara pemerintah Hindia Belanda dan Portugis pada tahun 1904 dan Permanent Cort Award (PCA) 1914, serta Provisional Agreement antara Indonesia dan Timor Leste yang ditandatangani pada 8 April 2005. Perbatasan Indonesia dangan Timor Leste terdapat dua sektor adalah, Sektor Barat sepanjang ±120 km dan Sektor Timur (enclave Occussi) sepanjang ±180 km. Pelaksanaan demarkasi batas darat telah dilakukan semenjak tahun 2002. Sampai dengan dikala ini, masih terdapat tiga unresolved segments yang membutuhkan penyelesaian. Ketiga unresolved segments tersebut berada di Manusasi/Oben, Noel Besi/Citrana dan Memo/Dilumil. Namun dibandingkan dengan itu, secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua negara sudah memiliki produk penetapan dan penegasan batas bersama yang wajib dipatuhi oleh para pihak, tergolong Provisional Agreement yang mana di dalamnya salah satunya menyatakan bahwa di dalam penyelesaian unresolved segments, para pihak akan memikirkan kepentingan masyarakat di sekeliling wilayah tersebut. Border Sign Post (BSP) ialah acara yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia Cq Bakosurtanal di perbatasan darat antara Indonesia dan Timor Leste.
 BSP adalah tanda penunjuk batas berwujud sebuah papan pengumuman bagi umum/pelintas batas dan pegawanegeri pengawalan batas bahwa di erat lokasi itu terdapat titik/garis batas negara yang mana hal ini ditunjukkan dengan keterangan jarak. BSP merupakan suatu pelengkap bagi eksistensi titik/garis batas negara. Secara umum, BSP diletakkan di lokasi-lokasi yang teridentifikasi sebagai jalur perlintasan masyarakat atau adanya penduduk yang tinggal di dekat lokasi batas tersebut. Penempatan BSP berguna untuk menolong masyarakat pelintas batas dan pegawanegeri penjagaan untuk mengenali lokasi titik/garis batas, mengerti keberadaan lokasi diri di sekitar titik/garis batas dan menumbuhkan kesadaran perlunya ikut memelihara eksistensi titik/garis batas. Merujuk kepada manfaat dan arti pentingnya di dalam pengelolaan perbatasan, maka diharapkan BSP di perbatasan darat Indonesia dan Timor Leste ini akan mampu menjadi sebuah pilot project untuk perbatasan darat lainnya.

Negara yang berbatasan eksklusif dengan lautan Indonesia:

– Malaysia

Garis batas laut wilayah antara Indonesia dengan Malaysia yaitu garis yang menghubungkan titik-titik koordinat yang ditetapkan berdasarkan komitmen bareng di Kuala Lumpur, pada 17 Maret 1977. Penentuan titik koordinat tersebut ditetapkan berdasarkan Garis Pangkal masing-masing negara. Dengan diberlakukannya Konvensi Hukum Laut Internasional 1982, maka penentuan titik dasar dan garis pangkal dari tiap-tiap negara perlu diratifikasi berdasarkan aturan badan internasional yang gres. Selama ini penarikan batas Landas Kontinen Indonesia dengan Malaysia di Perairan Selat Malaka berpedoman pada Konvensi Hukum Laut 1958.
MoU RI dengan Malaysia yang ditandatangani pada 27 Oktober 1969 yang memutuskan Pulau Jara dan Pulau Perak sebagai acuan titik dasar dalam penarikan Garis Pangkal jelas jelas merugikan pihak Indonesia, alasannya median line yang diambil dalam menentukan batas landas kontinen kedua negara tersebut condong mengarah ke perairan Indonesia. Tidak cuma itu, Indonesia juga belum ada akad dengan pihak Malaysia perihal ZEE-nya. Penentuan ZEE ini sangat penting dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan masing-masing negara.
Akibat belum adanya akad ZEE antara Indonesia dengan Malaysia di Selat Malaka, sering terjadi penangkapan nelayan oleh kedua belah pihak. Hal ini disebabkan karena Malaysia menilai batas Landas Kontinennya di Selat Malaka, sekaligus ialah batas maritim dengan Indonesia. Hal ini tidak benar, karena batas laut kedua negara mesti diputuskan berdasarkan kesepakatanbilateral. Berdasarkan kajian Dinas Hidro-Oseanografi Tentara Nasional Indonesia AL, batas maritim Indonesia dan Malaysia di Selat Malaka seharusnya berada di median line antara garis pangkal kedua negara yang letaknya jauh di sebelah utara atau timur laut batas Landas Kontinen. Berdasarkan ketentuan UNCLOS-82, sebagai coastal state, Malaysia tidak diperbolehkan menggunakan Pulau Jara dan Pulau Perak selaku base line yang jarak antara kedua pulau tersebut lebih dari 100 mil bahari. Jika ditinjau dari segi geografis, daerah yang memungkinkan rawan sengketa perbatasan dalam pengelolaan sumber-sumber perikanan yaitu di bagian selatan Laut Andaman atau di bab utara Selat Malaka.

– Singapura
Penentuan titik-titik koordinat pada Batas Laut Wilayah Indonesia dan Singapura didasarkan pada prinsip sama jarak (equidistance) antara dua pulau yang berdekatan. Pengesahan titik-titik koordinat tersebut didasarkan pada akad kedua pemerintah. Titik-titik koordinat itu terletak di Selat Singapura. Isi pokok perjanjiannya adalah garis Batas Laut Wilayah Indonesia dan bahari wilayah Singapura di Selat Singapura yang sempit (lebar lautannya kurang dari 15 mil laut) yaitu garis terdiri dari garis-garis lurus yang ditarik dari titik koordinat.
Namun, di kedua segi barat dan timur Batas Laut Wilayah Indonesia dan Singapura masih terdapat area yang belum memiliki persetujuanperbatasan. Di mana kawasan itu merupakan daerah perbatasan tiga negara, adalah Indonesia, Singapura dan Malaysia. Pada segi barat di perairan sebelah utara pulau Karimun Besar terdapat kawasan berbatasan dengan Singapura yang jaraknya cuma 18 mil bahari. Sementara di daerah lainnya, di segi timur perairan sebelah utara pulau Bintan terdapat daerah yang sama yang jaraknya 28,8 mil laut. Kedua daerah ini belum memiliki perjanjian batas bahari. Permasalahan timbul sesudah Singapura dengan gencar melaksanakan reklamasi pantai di wilayahnya. Sehingga terjadi pergeseran garis pantai ke arah laut (ke arah perairan Indonesia) yang cukup besar. Bahkan dengan reklamasi, Singapura telah menggabungkan beberapa pulaunya menjadi daratan yang luas. Untuk itu batas daerah perairan Indonesia – Singapura yang belum ditetapkan harus segera tertuntaskan, alasannya adalah bisa menjadikan masalah di abad mendatang. Singapura akan mengklaim batas lautnya menurut Garis Pangkal modern, dengan alasan Garis Pangkal lama telah tidak dapat diidentifikasi.
Namun dengan lewat perundingan yang menguras energi kedua negara, risikonya menyepakati perjanjian batas bahari kedua negara yang mulai berlaku pada 30 Agustus 2010. Batas bahari yang diputuskan yakni Pulau Nipa dan Pulau Tuas, sepanjang 12,1 kilometer. Perundingan ini telah berlangsung sejak tahun 2005, dan kedua tim perundingan sudah berunding selama delapan kali. Dengan demikian urusan berbatasan bahari Indonesia dan Singapura pada titik tersebut tidak lagi menjadi polemik yang bisa menyebabkan konflik, namun demikian masih ada beberapa titik perbatasan yang belum disepakati dan masih terbuka kesempatan terjadinya pertentangan kedua negara. Perbatasan Indonesia dan Singapura terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian tengah (disepakati tahun 1973), bab Barat (Pulau Nipa dengan Tuas, disepakati tahun 2009) dan bagian timur (Timur 1, Batam dengan Changi (bandara) dan Timur 2 antara Bintan.

  Chapter 5, Makalah Bahasa Inggris

– Filipina

Berdasarkan dokumen perjanjian batas-batas bahari Indonesia dan Filipina telah berulang kali melaksanakan negosiasi, utamanya tentang garis batas maritim di bahari Sulawesi dan sebelah selatan Mindanao (semenjak 1973). Namun hingga sekarang belum ada janji karena salah satu pulau milik Indonesia (Pulau Miangas) yang terletak dekat Filipina, diklaim miliknya. Hal itu didasarkan atas ketentuan konstitusi Filipina yang masih mengacu pada treaty of paris 1898. Sementara Indonesia berpegang pada wawasan nusantara (the archipelagic principles) sesuai dengan ketentuan Konvensi PBB tentang aturan bahari (UNCLOS 1982).
– India
Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan India yaitu garis lurus yang ditarik dari titik konferensi menuju arah barat daya yang berada di Laut Andaman. Hal itu berdasarkan kesepakatan pada 14 Januari 1977 di New Delhi, perihal perjanjian garis batas Landas Kontinen kedua negara. Namun, pada beberapa kawasan batas laut kedua negara masih belum ada akad.

– Thailand
Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan Thailand ialah garis lurus yang ditarik dari titik pertemuan ke arah Tenggara. Hal itu disepakati dalam perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan Thailand tentang penetapan Garis Batas Dasar Laut di Laut Andaman pada 11 Desember 1973. Titik koordinat  batas Landas Kontinen Indonesia-Thailand ditarik dari titik bersama yang ditetapkan sebelum berlakunya Konvensi Hukum Laut PBB 1982. Karena itu, telah sepatutnya kontrakpenetapan titik-titik koordinat di atas ditinjau kembali. 
Apalagi Thailand sudah memberitahukan Zona Ekonomi Eksklusif dengan Royal Proclamation pada 23 Februari 1981, yang isinya; “The exclusive Economy Zone of Kingdom of Thailand is an area beyond and adjacent to the territorial sea whose breadth extends to two hundred nautical miles measured from the baselines use for measuring the breadth of the Territorial Sea”. Pada prinsipnya Proklamasi ZEE tersebut tidak menyebutkan perihal penetapan batas antar negara.
– Vietnam
Pada 12 November 1982, Republik Sosialis Vietnam mengeluarkan suatu Statement yang disebut “Statement on the Territorial Sea Base Line”. Vietnam memuat tata cara penarikan garis pangkal lurus yang radikal. Mereka ingin memasukkan pulau Phu Quoc masuk ke dalam daerahnya yang berada kira-kira 80 mil bahari dari garis batas darat antara Kamboja dan Vietnam. Sistem penarikan garis pangkal tersebut dikerjakan memakai 9 turning point. Di mana dua garis itu panjangnya melampaui 80 mil pantai, sedangkan tiga garis lain panjangnya melampaui 50 mil bahari. Sehingga, perairan yang dikelilinginya meraih total luas 27.000 mil2. 
Sebelumnya, pada 1977 Vietnam menyatakan mempunyai ZEE seluas 200 mil bahari, diukur dari garis pangkal lurus yang dipakai untuk mengukur lebar Laut Wilayah. Hal ini tidak sejalan dengan Konvensi Hukum Laut 1982, karena Vietnam berupaya memasukkan pulau-pulau yang jaraknya sungguh jauh dari titik pangkal. Kondisi tersebut menjadikan tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di sebelah utara Pulau Natuna.
– Australia
Perjanjian Indonesia dengan Australia tentang garis batas yang terletak antara perbatasan Indonesia- Papua New Guinea ditanda tangani di Jakarta, pada 12 Februari 1973. Kemudian disahkan dalam UU No 6 tahun 1973, tepatnya pada 8 Desember 1973). Adapun kesepakatan antara Indonesia dengan Australia ihwal penetapan batas-batas Dasar Laut, ditanda tangani paada 7 Nopember 1974. Pertama, isinya memutuskan lima kawasan operasional nelayan tradisional Indonesia di zona perikanan Australia, adalah Ashmore reef (Pulau Pasir); Cartier Reef (Pulau Ban); Scott Reef (Pulau Datu); Saringapatan Reef, dan Browse. Kedua, nelayan tradisional Indonesia di perkenankan mengambil air tawar di East Islet dan Middle Islet, bagian dari Pulau Pasir (Ashmore Reef). Ketiga, nelayan Indonesia tidak boleh melaksanakan penangkapan ikan dan merusak lingkungan di luar kelima pulau tersebut.
Sementara kesepakatan Indonesia dengan Australia, ihwal pengaturan Administrative perbatasan antara Indonesia-Papua New Gunea; ditanda tangani di Port Moresby, pada 13 November 1973. Hal tersebut telah disahkan melalui Keppres No. 27 tahun 1974, dan mulai diberlakukan pada 29 April 1974. Atas perkembangan gres di atas, kedua negara sepakat untuk memajukan efektivitas pelaksanaan MOU 1974.

-Republik Palau
Republik Palau berada di sebelah Timur Laut Indonesia. Secara geografis negara itu terletak di 060. 51” LU dan 1350.50” BT. Mereka yaitu negara kepulauan dengan luas daratan  ± 500 km2. Berdasarkan konstitusi 1979, Republik Palau mempunyai yuridiksi dan kedaulatan pada perairan pedalaman dan Laut Teritorial-nya sampai 200 mil maritim. Diukur dari garis pangkal lurus kepulauan yang mengelilingi kepulauan. Palau mempunyai Zona Perikanan yang diperluas (Extended Fishery Zone) hingga memiliki batas dengan Zona Perikanan Eksklusif, yang lebarnya 200 mil maritim diukur dari garis pangkal. Hal itu menjadikan tumpang tindih antara ZEE Indonesia dengan Zona Perikanan yang diperluas Republik Palau. Sehingga, perlu dijalankan perundingan antara kedua negara agar terjadi kesepakatan tentang garis batas ZEE.

– Timor Leste
Berdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menjadikan terbentuknya perbatasan gres antara Indonesia dengan negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat dan laut antara RI dan Timor Leste sudah dilaksanakan dan masih berlangsung hingga sekarang. First Meeting Joint Border Committee Indonesia-Timor Leste dikerjakan pada 18-19 Desember 2002 di Jakarta. Pada tahap ini disepakati penentuan batas darat berbentukdeliniasi dan demarkasi, yang dilanjutkan dengan perundingan penentuan batas bahari. Kemudian negosiasi Joint Border Committee kedua diselenggarakan di Dilli, pada Juli 2003.
Sumber :
Disusun Oleh : Kelompok 2 
Nur Fadillah, Adibah Ishmah, Zahra Nabila, Febi Amasya, dan Ananda Safana. SMAN 1 KENDARI

SOBAT .. TERTARIK UNTUK MEMBAGIKAN TUGAS SEKOLAH ATAU KULIAH AGAR BERMANFAAT BAGI ORANG LAIN  ??
DARIPADA TUGASNYA DISIMPAN DAN PENUH DI LAPTOP,, YUUK BAGI DI BLOG INI..
SILAHKAN KIRIMKAN TUGAS KALIAN KE EMAIL : annisawally8@gmail.com
TERIMA KASIH DAN SALAM SUKSES… 🙂

Wallahu a’lam…