Membatalkan Shalat Sunnah Qobliyah Sebab Dengar Iqomah

Perintah membatalkan shalat sunah karena mendengar iqamah, dinyatakan dalam beberapa hadis. Diantaranya :

1. Hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ فَلاَ صَلاَةَ إِلاَّ الْمَكْتُوبَةُ

“Apabila telah dikumandangkan iqamah maka tidak ada shalat kecuali shalat wajib.”
(HR. Muslim 1678, Nasai 874 dan yang lainnya)
2. Hadis dari Abdullah bin Malik bin Buhainah radhiyallahu ‘anhu.

Ketika iqamah shalat subuh dikumandangkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat ada sahabat yang sedang shalat sunah. Beliau mengucapkan sesuatu yang saya tidak paham. Usai shalat, kami mengerumuni beliau, kemudian bersabda :

يُوشِكُ أَحَدُكُمْ أَنْ يُصَلِّىَ الْفَجْرَ أَرْبعًا

“Hampir saja diantara kalian ada yang shalat subuh 4 rakaat.”
(HR. Muslim 1682 dan Ibnu Majah 1208).

Dalam riwayat lain, seusai shalat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati orang itu dengan bersabda :

الصُّبْحَ أَرْبَعًا ، الصُّبْحَ أَرْبَعًا

Shalat subuh 4 rakaat, shalat subuh 4 rakaat?
(HR. Bukhari 663)

Al Hafidz al Iraqi menerangkan hadis Abu Hurairah di atas.

إن قوله : “فلا صلاة ” يحتمل أن يراد : فلا يشرع حينئذ في صلاة عند إقامة الصلاة , ويحتمل أن يراد: فلا يشتغل بصلاة وإن كان قد شرع فيها قبل الإقامة بل يقطعها المصلي لإدراك فضيلة التحريم؛ أو أنها تبطل بنفسها وإن لم يقطعها المصلي

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “tidak ada shalat kecuali shalat wajib”
Ada 3 kemungkinan,

1. Kemungkinan pertama, saat iqamah tidak disyariatkan shalat sunah

2. Atau kemungkinan maknanya, jangan melakukan shalat, meskipun shalat sunah telah dimulai sebelum iqamah. Namun dia harus batalkan, semoga mampu mendapatkan keutamaan takbiratul ihram.

  Hak Milik Dalam Hukum Perdata

3. Atau kemungkinan maknanya, dikala iqamah, shalat sunah batal dengan sendirinya, walaupun tidak dibatalkan oleh orang yang melakukannya.
(Nailul Authar, as-Syaukani, 3/102).

Hanya saja, kemungkinan ketiga cukup jauh, alasannya adalah iqamah bukan termasuk pembatal shalat.

Karena itulah, dalam hadis Abdullah bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut orang yang menjalankan shalat qabliyah subuh ketika iqamah, seolah telah melakukan shalat subuh 4 rakaat.

Artinya, qabliyah subuh yang  ia kerjakan tetap sah, walaupun beliau melaksanakan pelanggaran dari segi waktu pelaksanaan.

Kapan Harus Dibatalkan?
Apakah harus dibatalkan dikala mendengar iqamah, apapun posisinya?

As-Syaukani menyebutkan keterangan dari Abu Hamid ulama syafiiyah.

قال الشيخ أبو حامد من الشافعية : أن الأفضل خروجه من النافلة إذا أداه إتمامها إلى فوات فضيلة التحريم وهذا واضح

Syaikh Abu Hamid dari syafiiyah mengatakan : “Yang afdhal, ia batalkan shalat sunah, dengan batasan, bila dilanjutkan akan menjadikan dirinya ketinggalan takbiratul ihram.”Dan argumentasi ini sungguh terperinci.
(Nailul Authar, as-Syaukani, 3/102).

Berdasarkan batas-batas ini, tidak bisa ditegaskan di posisi mana makmum mesti membatalkan shalat sunahnya.

Intinya, ketika makmum merasa dirinya akan ketinggalan takbiratul ihram bila shalat sunah dikerjakan, maka dia mampu segera batalkan shalat sunahnya.

Jika ia di posisi tasyahud simpulan, dan ia percaya kalau dilanjutkan tidak ketinggalan takbiratul ihram imam, maka tidak problem terselesaikan.

Cara Membatalkan Shalat Ketika Iqamah

Batal saat shalat, secara lazim ada 2 sebab :

1. Batal shalat karena thaharahnya batal.

Seperti kentut atau keluar tetesan kencing atau keluar darah haid. Para ulama menegaskan, batal seperti ini tidak butuhada acara khusus, mirip diikuti dengan salam.

  Mengapa Internet Menciptakan Kecanduan ?

Karena ketika orang itu berhadats maka shalatnya tidak lagi dipertimbangkan, sehingga dianggap tidak ada.

2. Batal karena impian pelaku untuk membatalkannya.

Misalnya, mendengar iqamah dan hendak membatalkan shalat atau ada insiden membahayakan, mirip gempa, kemudian membatalkan untuk lari menjauhi bangunan.

Apakah membatalkan shalat untuk masalah yang kedua, mesti didahului dengan salam?

Ulama berlawanan usulan dalam hal ini. Secara biasa ada 2 pertimbangan .

1 Shalat dibatalkan dengan melaksanakan salam;
2. Shalat dibatalkan tanpa harus melakukan salam, namun cukup melakukan perbuatan apapun yang membatalkan shalat, seperti berbicara atau menoleh ke belakang.
Namun perbedaan ini sifatnya cuma afdhaliyah, dalam arti, mana cara yang paling afdhal dalam membatalkan shalat. Karena baik dengan cara pertama maupun kedua, keduanya tidak menawarkan efek kepada keabsahan shalat.
Pendapat pertama, saat membatalkan shalat dianjurkan untuk salam

Merupakan pendapat Syaikh Muhammad al-Mukhtar As Syinqithi.
Beliau menyampaikan :

Orang yang membatalkan shalatnya karena udzur, mirip orang yang melakukan shalat sunah, kemudian hendak dibatalkan, maka ia harus salam, kemudian batalkan shalatnya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Gerakan yang mengharamkan shalat yakni takbiratul ihram, dan yang menghalalkannya yakni salam.”

Dan dia tidak membedakan, apakah salam ini di tengah shalat atau sehabis shalat. Orang ini direkomendasikan untuk salam menurut usulan yang lebih shahih.

Diantara dalil yang mendukung pendapat ini ialah insiden yang pernah dialami Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu. Beliau shalat isya berjamaah bareng Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid Nabawi, lalu beliau pulang, dan menjadi imam shalat di kampungnya.

Ketika mengimami, Muadz membaca surat Al Baqarah, hingga ada makmumnya yang membatalkan diri, alasannya merasa terlalu lama. Dalam hadist itu dinyatakan :

  Makna Kepastian Yang Diharapkan Seorang Perempuan!

فَانْحَرَفَ رَجُلٌ فَسَلَّمَ ثُمَّ صَلَّى وَحْدَهُ وَانْصَرَفَ

Ada orang yang membatalkan shalatnya dan ia salam. Kemudian dia shalat sendirian, lalu pergi…
(HR. Muslim 1068)

Sahabat ini saat membatalkan shalat, dia salam terlebih dulu.

Pendapat kedua, bahwa membatalkan shalat tidak harus dengan salam

Ini ialah usulan Lajnah Daimah.
Ketika ditanya wacana orang yang melaksanakan tahiyatul masjid, lalu mendengar iqamah dan membatalkan shalatnya, apakah harus dengan salam.

Lajnah Daimah menyatakan :

Pendapat yang benar diantara 2 pertimbangan ulama, beliau mampu memutus shalatnya. Dan untuk masalah membatalkan shalat ini tidak harus salam, lalu ia bisa gabung dengan imam.
(Fatwa Lajnah Daimah, 7/312)

Wallahu a’lam…

Sumber utama :
Group 10 Tholabul’ilmi

Website : Tholabul’ilmi: tholabulilmiindonesia.blogspot.com

Follow IG Tholabul’ilmi WA :

Gabung Komunitas Tholabul’ilmi :
Ketik : GabungTI#Nama#Domisili#Status#L/P
Kirim ke:
Ukh Susan Anisya :
+6285374450956
Ukh Petty Nusaybah :
+6285266812579