Bisnis Mice Sebagai Potensi Unggulan Pariwisata
Pariwisata ialah salah satu industri raksasa dunia yang mendorong perkembangan sektor ekonomi paling cepat. Pada 2008, diperkirakan pelancong di dunia mencapai 920 juta, tetapi alasannya adalah terjadinya krisis global, jumlah kunjungan menurun 4% menjadi 880 juta pada 2009. Walau terjadi penurunan, industri pariwisata khususnya di Asia Pasifik telah kembali pulih, sehingga pada 2010 donasi pariwisata pada PDB meraih 9,2% (US $5.751 milyar) dengan perkembangan 0,5% serta menciptakan 235,8 juta peluang kerja (8,1% dari peluang kerja dunia) (Kusmayadi, 2010 diktipari .org).
Salah satu penentu kemajuan dunia pariwisata di suatu daerah adalah terbukanya daerah itu kepada kemajuan pariwisata di tingkat lebih luas, baik nasional maupun internasional. Di Indonesia, kenaikan iktikad dari dunia internasional kepada negara ini selaku tujuan rekreasi yang menarik mendorong tumbuhnya bisnis MICE (Meeting, Incentive, Conference, and Exhibition), utamanya semenjak 2007.
Dampak besar bisnis MICE dapat dilihat dari perolehan devisa pariwisata dengan diadakannya sejumlah acara konvensi internasional skala besar mirip PATA Travel Mart dan Global Climate Change yang sukses diadakan di Indonesia pada 2010. Peran Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar), para pelaku bisnis MICE, INCCA (Indonesia Congress and Convention Association), dan perguruan tinggi tinggi penting dalam mendukung kemajuan dan kemajuan bisnis MICE dalam konteks penawaran spesial pariwisata di Indonesia, terutama di sepuluh kota besar yang ditetapkan selaku destinasi unggulan MICE, antara lain: Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Medan, Batam, Padang, Makasar dan Ma-nado. Keberadaan Direktorat MICE di Depbudpar diharapkan mampu mendorong semakin meningkatnya industri jasa MICE di negara ini.
A. Apa Bisnis MICE?
Bisnis MICE merupakan bisnis jasa kepariwisataan yang bergerak di seputar Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan Pameran (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition, yang disingkat MICE). Keempat jenis aktivitas kepariwisataan ini ialah perjuangan untuk memberi jasa pelayanan bagi sebuah pertemuan sekelompok orang, terutama para pelaku bisnis, cendekiawan, administrator pemerintah dan swasta, untuk membahas banyak sekali masalah yang berhubungan dengan kepentingan bareng , tergolong memamerkan produk-produk bisnis.
Pertama, meeting merupakan rapat atau konferensi sekelompok orang yang tergabung dalam sebuah asosiasi, di mana perusahaan yang memiliki kesamaan minat dengan tujuan dan kepentingan membicarakan suatu persoalan bareng .
Kedua, incentive mengacu pada perjalanan insentif yang ialah suatu acara perjalanan yang diselenggarakan oleh sebuah perusahaan untuk karyawan dan kawan perjuangan sebagai imbalan penghargaan atas prestasi mereka yang berhubungan dengan penyelengaraan konvensi yang membicarakan kemajuan kegiatan perusahaan yang bersangkutan dan/atau aktivitas ekspo.
Ketiga, convention, ialah pertemuan sekelompok orang (negarawan, usahawan, cendekiawan, profesional dan sebagainya) untuk mambahas masalah yang berhubungan dengan kepentingan bersama, lazimnya dengan jumlah penerima banyak.
Keempat, exhibition, yaitu bentuk aktivitas mempertunjukkan, memperagakan, memperkenalkan, mempromosikan, dan menyebarluaskan info hasil bikinan barang atau jasa maupun informasi visual di sebuah tempat tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk disaksikan pribadi oleh penduduk dalam meningkatkan pemasaran, memperluas pasar dan mencari hubungan dagang.
Usaha jasa MICE tidak mampu dipisahkan dari mata rantai usaha di bidang kepariwisataan dan banyak sekali sektor perjuangan lainnya. Penyelenggaraan MICE selalu melibatkan banyak sektor perjuangan atau industri dan banyak pihak, yang menjadikan pengaruh ekonomi berlipat ganda (multiplier effect) yang menguntungkan dan mampu dinikmati oleh banyak pihak, utamanya karena daya-pengeluaran finansial (spending power) dari segmen MICE tinggi, sekitar 8-10 kali turis biasa. Di antara pihak yang berpotensi mendapatkan keuntungan besar bisnis MICE ialah Percetakan, Hotel, Perusahaan Sovenir, Biro Perjalanan Wisata, Transportasi, Professional Conference Organizer (PCO), Usaha Kecil dan Menengah (UKM), dan Event Organizer.
B. Potensi Perkembangan Bisnis MICE di Indonesia
Secara global, industri MICE di banyak sekali daerah ASEAN, Asia Pasifik, Eropa dan Amerika Serikat pada 2007 rata-rata mengalami pertumbuhan dua digit, dan keadaan ini memiliki dampak konkret terhadap industri MICE di Indonesia. Intinya, keadaan global bisnis itu mendorong bisnis MICE di negara ini. Pada dekade 1990-an, bisnis MICE menjadi bagian penting dari kemajuan kepariwisataan di Indonesia, meskipun di negara-negara industri maju bidang pariwisata ini telah jauh lebih berkembang sebelumnya. Pesatnya pertumbuhan bisnis MICE terjadi seiring kian terbukanya perdagangan internasional dan berkembang pesatnya teknologi isu dan transportasi. Kota besar terutama Jakarta, dan kota-kota besar lain yang berdekatan, masih menyumbang persentase paling besar dalam menghadirkan tamu yang menginap dalam kerangka bisnis MICE.
Dalam kapasitas selaku pengambil kebijakan, pemerintah telah mengontrol dunia pariwisata melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 perihal Kepariwisataan, yang menyebutkan ada 13 sektor perjuangan pariwisata, yakni: (1) Daya Tarik Wisata, (2) Kawasan Pariwisata, (3) Jasa Transportasi Wisata, (4) Jasa Perjalanan Wisata, (5) Jasa Makanan & Minuman, (6) Penyediaan Akomodasi, (7) Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan & Rekreasi, (8) Penyelenggaraan Pertemuan, Perjalanan Insentif, Konferensi & Pameran, (9) Jasa Informasi Pariwisata, (10 Jasa Konsultan Pariwisata, (11) Jasa Pramu Wisata, (12) Wisata Tirta, dan (13) Spa. Terkait dengan MICE, pada Mei 2009 diterbitkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 18/UM.001/MKP/2009 wacana Pedoman Penggunaan Jasa dan Produk Usaha Mikro Kecil Menengah dalam Kegiatan Pertemuan, Perjalanan Insentif, Konferensi dan Pameran. Diharapkan, kesempatan terbuka lebar bagi pelaku UMKM untuk mempromosikan jasa dan produknya dalam acara konferensi, perjalanan insentif, konferensi, dan festival atau bisnis MICE.
Sejumlah penyelenggaraan acara MICE di Indonesia terbukti memberi bantuan kasatmata dalam pembangunan ekonomi, antara lain berupa penerimaan cadangan devisa dalam waktu relatif singkat, penerimaan pajak, absorpsi tenaga kerja dan pengembangan infrastruktur di kota besar seperti Batam, Medan, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Bali, Makassar, dan Manado.
Penghasilan besar dari bisnis MICE itu mampu diperoleh dari subsektor bisnis MICE, antara lain: perjuangan akomodasi mirip hotel, wisma, dan losmen; perjuangan jasa penyewaan audio visual, perjuangan konsumsi baik berupa kedai makanan maupun perusahaan jasa boga atau katering; usaha suvenir yang mencakup sentra perbelanjaan, toko-toko kado, perusahaan kerajinan dari berbagai bahan tekstil pakaian, kulit, kerajinan bambu, kayu, dan rotan; perjuangan jasa hiburan seperti orkestra, sendratari, sanggar kesenian dan kebudayaan serta lawak, dan usaha jasa pengiriman cepat (ekspres) dan pelayaran (shipping). Semua jenis usaha ini mampu diatur oleh UMKM atau setidaknya melibatkan banyak sektor UMKM, terutama di kota-kota besar seluruh Indonesia.
C. Bisnis MICE di Yogyakarta
Yogyakarta yakni kawasan tujuan wisata utama di Pulau Jawa, Indonesia. Kombinasi unik antara candi-candi kuno, sejarah, tradisi, budaya, pendidikan dan kekuatan alam menyebabkan Yogyakarta sangat mempesona untuk dikunjungi. Kota ini merupakan kawasan tujuan wisata MICE yang banyak disenangi banyak sekali kalangan, sebab memiliki fasilitas yang cukup lengkap untuk mendukung kegiatan itu. Di kota ini, misalnya, banyak terdapat hotel dan gedung pertemuan yang mempunyai patokan MICE dan siap menggelar banyak sekali kegiatan, baik skala nasional maupun internasional.
Berdasarkan data kantor Dinas Pariwisata Daerah spesial Yogyakarta (DIY), sampai sekarang di daerah ini tercatat terdapat 33 hotel berbintang, dan 835 hotel melati, di samping sejumlah gedung pertemuan yang mampu mendukung Yogyakarta sebagai tujuan rekreasi MICE. Banyaknya peserta pelatihan, komvensi, bazar maupun aktivitas yang lain berskala nasional maupun internasional yang digelar di Kota Yogyakarta menawarkan bahwa posisi Yogyakarta selaku salah satu daerah pariwisata berbasis MICE makin kokoh.
Pengembangan aktivitas bisnis MICE menjadi salah satu prioritas acara pengembangan pariwisata sebab kegiatan yang digelar di kota akan berefek nyata kepada sektor pariwisata. Forum Silaturahmi Insan Pariwisata (Fosipa) Indonesia yang berpusat di Yogyakarta memiliki anggota dari kelompok pelaku perjuangan rekreasi, baik pengurus hotel, restoran, jasa angkutanrekreasi, dan pramuwisata se Jawa-Bali serta sebagian Sumatera. Di samping itu, banyaknya aktivitas MICE mampu memperlihatkan keuntungan, yakni memajukan penghasilan, tergolong para pemangku kepentingan (stakeholder) pariwisata. Misalnya, produk kerajinan, rumah makan atau restoran, dan hotel banyak diuntungkan banyaknya aktivitas MICE, baik nasional, regional maupun internasional.
Sebagai kota wisata, Yogyakarta terus berbenah dan menambah berbagai kemudahan yang dibutuhkan turis. Bertambahnya hotel, kedai makanan, pusat perbe-lanjaan dan akomodasi olah raga tentu kian memanjakan para turis untuk merasa nyaman berkunjung ke Yogyakarta. Selain itu, kondisi kota ini yang kondusif menjadi daya tarik tersendiri bagi penduduk untuk menyelenggarakan program skala nasional, regional maupun internasional, baik seminar, pekan raya, pertemuan, dan lain sebagainya. Dengan kondisi mirip itu banyak pelaku jasa rekreasi menyambut optimis dan mendukung berbagai aktivitas dalam kerangka bisnis MICE. Sekarang, kemudahan kebutuhan untuk penduduk termasuk pelancong di Yogyakarta makin lengkap. Ketika turis mau belanja, contohnya, pilihan wisata belanja kian banyak tersedia, mengingat kian banyak didirikannya pusat perbelanjaan mo-dern di banyak sekali sudut kota ini.
Tidak cuma urusan belanja, untuk wisata MICE yang lain di Yogyakarta sungguh memadai. Banyak hotel berbintang, Jogja Expo Center (JEC), Malioboro Mall, Ambarukmo Plasa, tergolong Gedung Pasifik Hall di Jalan Magelang, ialah beberapa tempat konvensi dan festival yang banyak diminati para pengunjung. Dibandingkan lainnya, Pasifik Hall masih unggul alasannya adalah tempatnya yang luas dan fasilitas yang memadai. Tempatnya juga stategis dan gampang dijangkau. Banyak penduduk dari luar Yogyakarta mau mengikuti pelatihan, konferensi kantor, pa-meran sampai hajatan ijab kabul memakai kawasan ini.
Dari penjelasan di atas, dapat dimengerti bahwa salah satu akomodasi sungguh penting dalam suatu penyelenggaraan konvensi ialah ruang konferensi (hall) dan hotel. Pertumbuhan hotel dan jumlah kamar berikut fasilitas-fasilitasnya secara langsung akan berpengaruh terhadap penyediaan kemudahan pendukung untuk perjuangan rekreasi MICE. Di antara hotel yang sangat populer untuk penyelenggaraan bisnis MICE antara lain: hotel Bintang 5 (Aquila Prambanan Hotel dan Melia Purosani Hotel); hotel Bintang 4 (Natour Garuda Hotel, Santika Hotel, Sahid Garden Hotel, Yogya International Hotel, Jayakarta Hotel, Radisson Plaza Hotel); hotel Bintang 3 (Mutiara Hotel, Puri Artha Hotel, Sriwedari Hotel & Cottages, Phoenix Heritage Hotel); hotel Bintang 2 (Mendut Hotel, Matahari Hotel); hotel Bintang 1 (Cakra Kembang Hotel, Air Langga Hotel, Dwi Pari Hotel) (Dinas Pariwisata Yogyakarta, 2007).
Perkembangan hotel yang ada di Yogyakarta sangat dipengaruhi pula oleh susukan dari dan/atau ke dunia pariwisata internasional. Dibukanya Bandar Udara Adisucipto Yogyakarta selaku bandar udara internasional pada 21 Februari 2004 sudah membuka peluang sangat lebar bagi pengembangan pariwisata internasional, tergolong bisnis MICE di kota budaya ini. Lokasi geografisnya yang strategis terang menciptakan kota Yogyakarta mudah dijangkau baik menggunakan angkutanudara maupun darat. Untuk angkutanudara, jarak Bandara Adisucipto hanya sekitar 8 km dari sentra kota, dan disokong dengan transportasi setempat yang relatif mencukupi, utamanya armada transportasi darat dalam kota, seperti taksi, transjogja, bis umum, kereta api dengan tarif relatif murah. Kondisi ini disokong dengan keadaan jalan yang bagus dan kemudian-lintas yang relatif tidak sering mengalami kemacetan. Hal ini sungguh berpengaruh pada kenyamanan dan fasilitas bagi wisatawan konvensi, baik selama berlangsungnya konvensi maupun setelah program itu akhir.
Selain itu, ada juga akomodasi yang sungguh mendukung berkembangnya bisnis MICE, yaitu tersedianya sarana telekomunikasi secara mencukupi. Yogyakarta banyak memiliki daerah yang melayani jasa telekomunikasi yang mampu dipakai untuk tujuan setempat, interlokal, dan interlokal. Berkembangnya Warnet (Warung Internet), jaringan telpon kabel yang dipadu dengan speedy dari Telkom, jaringan komunikasi wireless untuk koneksi Internet, dan pesatnya perkembangan kreatif banyak sekali merek komputer dan HP dengan kualitas jauh lebih tinggi memperbesar peluang berkembangnya pariwisata, tergolong bisnis MICE. Semua akomodasi telekomunikasi tersebut sungguh menolong pengguna jasa telekomunikasi, baik untuk penduduk setempat maupun untuk turis.
Akhirnya, kedatangan wisatawan di Yogyakarta tidak mampu dilepaskan juga dari berkembangnya wisata kuliner di kota budaya ini. Berdirinya berbagai hotel berbintang yang menyediakan banyak sekali jenis kuliner dan fasilitas kedai makanan yang bertaraf internasional sangat mendukung kemajuan bisnis MICE internasional. Di lokasi tengah kota dan pinggiran kota juga terdapat rumah makan dengan aneka macam tipe dengan berbagai jenis kuliner mirip Indonesian Food, Chinese Food, European Food, Sea Food, Pizza, Fried Chicken, Thailand Food, Japanese Food, dan lain-lain memperbesar khasanah rekreasi masakan di Yogyakarta. Dengan demikian Yogyakarta mempunyai jumlah dan jenis rumah makan yang lumayan banyak untuk melayani selera wisatawan, tergolong mereka yang terlibat dalam penyelenggaraan bisnis MICE.
Beragamnya fasilitas penyelengga-raan pariwisata di Yogyakarta menjadi daya tarik luar biasa dalam penyelenggaraan acara pertemuan, insentif, konvensi dan pameran untuk memeriahkan obyek-obyek wisata yang ada. Pengembangan yang disengaja atas bisnis MICE ini pasti akan menyebabkan pertumbuhan program itu di kurun yang hendak datang. Karena itu, dapat dikatakan bahwa perjuangan wisata MICE mempunyai imbas berlipatganda (multiplier effect) yang sangat kaitannya dengan mata-rantai usaha kepariwisataan yang lain, mulai dari usaha yang besar seperti hotel berbintang, perjuangan transportasi, kemudahan sampai perjuangan terkecil dan informal seperti usaha pembuatan dan pemasaran cenderamata. Pada tingkat yang lebih riil, di antara pihak yang menerima keuntungan dari kemajuan bisnis ini adalah: pengusaha transportasi, baik tingkat lokal, interlokal, nasional maupun internasional; kemudahan, baik hotel berbintang maupun tak-berbintang; kedai makanan; hibur-an; shooping; cenderamata. Akhirnya, pemerintah juga mampu memutuskan pajak dengan lebih banyak obyek dan subyek pajak terkait dengan aneka macam program bisnis MICE yang diadakan di banyak sekali gedung pertemuan besar.
Uraian mengenai keterkaitan antar-sektor usaha yang bekerjasama dengan penyelenggaraan bisnis MICE tersebut menunjukkan kelebihan bisnis MICE dibandingkan atraksi atau usaha pariwisata yang lain. Penyelenggaraan sebuah acara bisnis MICE akan memberikan efek berlipat ganda (multiplier effect) yang lebih luas dan lebih besar kepada sektor-sektor pendukung pariwisata yang lain.
D. Kendala Bisnis MICE di Yogyakarta
Dalam perkembangannya sekarang, harus diakui bahwa Yogyakarta juga menghadapi kendala dalam pengembangan bisnis MICE. Sebagaimana disebutkan di atas, bisnis MICE banyak berafiliasi dengan variasi kepentingan khusus antara bisnis dan pertemuan, insentif, konvensi dan ekspo. Dalam kerangka itu, diharapkan banyak upaya pemenuhan fasilitas MICE yang mencukupi dan layanan yang ramah serta berkualitas. Hanya saja, sumber daya manusia yang mensuplai bisnis ini belum memadai, baik di dalam maupun di luar hotel, sehingga adaka-lanya pelaksanaan acara dalam kerangka bisnis MICE tidak berlangsung dengan baik dan tak sedikit yang kurang membuat puas. Pembenahan fasilitas harus terus dilaksanakan, tergolong dalam problem perlengkapan dengan teknologi tinggi seperti alat penyajian audio visual, sound system, lighting, komputer, telekomunikasi pada setiap kamar dengan jaringan internasional, dan serupa itu.
Di samping itu, dalam kerangka pemasaran, program penawaran khusus untuk bisnis MICE juga masih relatif terbatas atau parsial. Masing-masing hotel masih membuat acara pemasaran untuk wisata MICE dan mengiklankan akomodasi MICE sendiri-sendiri. Promosi restoran, transportasi, obyek dan atraksi wisata yang terkait dengan bisnis MICE cenderung tidak diikutsertakan menjadi satu gosip. Fakta mirip itu bergotong-royong juga menawarkan semakin ketatnya persaingan yang terjadi di antara pelaku perjuangan wisata MICE, baik tingkat setempat, nasional, regional maupun internasional.
Padahal, jikalau ditangani dengan baik, acara penjualan terpadu yang melibatkan banyak sekali pihak yang terkait dengan wisata konvensi mampu menyediakan info dan menyajikannya dalam bentuk penawaran khusus yang utuh dan mampu menjangkau pasar secara gotong royong. Sinergi ini sangat penting bila para pelaku bisnis MICE ingin dapat berkompetisi kuat dalam pariwisata MICE di tingkat internasional. Singapura menjadi salah satu negara pesaing besar di dalam bisnis MICE, baik dari jalur Australia sampai Korea maupun dari Asia Pasifik ke Eropa dan Amerika Serikat. Dengan kualitas sumber daya insan yang tidak memadai, para pelaku bisnis MICE di Indonesia, dalam hal ini Yogyakarta condong akan kalah saing. Dalam konteks itu, keterpaduan dan kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam kerangka kemitraan sangat penting, begitu juga dengan kiprah dari para pengelola perguruan tinggi tinggi, baik universitas, perguruan tinggi, institut, politeknik dan serupa itu.
E. Penutup
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bisnis MICE sungguh patut dikembangkan di Yogyakarta alasannya adalah kota ini memiliki berbagai kelebihan, baik dilihat dari akomodasi perhotelan, gedung konferensi, fasilitas dan prasarana transportasi, jaringan telekomunikasi dan ketersediaan aneka macam jenis rekreasi tergolong kuliner dan kerajinan. Rasa kondusif tinggal di Yogyakarta condong membuat banyak wisatawan tinggal lebih lama, yang pada gilirannya akan menimbulkan efek yang berlipat ganda dari bisnis wisata MICE. Dengan predikat sebagai kota wisata, kota Yogyakarta sangat potensial dikembangkan lebih lanjut menjadi tempat tujuan rekreasi MICE dengan cakupan akomodasi yang lebih luas dan bermutu. Untuk itu, sinergi di antara para bisnis MICE dalam aktivitas penawaran spesial dan pemasaran serta kemitraan antara pemerintah dan swasta dalam pengembangan dan penyelenggaraan program MICE, khususnya untuk tingkat nasional, regional dan internasional untuk membangun daya saing dan keunggulan bareng .
DAFTAR PUSTAKA
Fandy Tjiptono, 2006, Pemasaran Jasa, Malang, Bayumedia Publishing.
Philip Kotler, John Bower, James Makens, 2002, Pemasaran Perhotelan dan Kepariwisataan, Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta, PT Prenhallindo.
Oka A. Yoeti, 2003, Manajemen Pemasaran Hotel, PT Perca, Jakarta
—————, 2007, Hotel Marketing, Jakarta, PT Perca.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.