Upaya Penanggulangan Pendidikan Bagi Pekerja Anak

Upaya Penanggulangan Pendidikan Bagi Pekerja Anak 
I. PENDAHULUAN
Pembangunan jangka panjang kedua di bidang pendidikan, diarahkan untuk meningkatkan harkat dan martabat insan, serta mutu SDM. Untuk itu, di dalam GBHN, dinyatakan bahwa manusia yang ingin diciptakan lewat pendidikan, ialah insan yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mampu berdiri diatas kaki sendiri, maju, tangguh, pintar, kreatif, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggub jawab, produktif, serta sehat jasmani dan rohani.
Selain itu, pendidikan nasional, juga mesti dapat menumbuhkan jiwa patriotik, dan mempertebal rasa cinta tanah air, mengembangkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial. Kesadaran pada sejarah bangsa, dan perilaku menghargai jasa pendekar serta berorientasi ke abad depan.
Generasi muda selaku anak didik, ialah generasi periode depan, yang hidup pada periode globalisasi dan pasar bebas, akan menghadapi abad kompetisi, yang demikian ketatnya. Sehubungan dengan itu, untuk meningkatkan sumber daya manusia lewat pendidikan, diupayakan empat pengembangan prioritas pembangunan, di bidang pendidikan yaitu: 
1. Pemerataan peluang memperoleh pendidikan, lewat pelaksanaan program wajib berguru pendidikan dasar 9 tahun.
2. Peningkatan mutu pendidikan pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan.
3. Peningkatan keterkaitan dan kesepadanan, antara pendidikan dan keperluan pembangunan.
4. Peningkatan dalam pendidikan dan penguasaan ilmu wawasan, dan teknologi
Dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan yang melanda negara kita, maka dijumpai aneka macam persoalan dalam pendidikan, antara lain kekurangan ekonomi orang bau tanah untuk membiayai pendidikan anaknya. Banyak orang renta yang di PHK, usahanya banyak mengalami kemunduran akibat fluktuasi harga yang tidak menentu. Pada pihak lain, dengan peningkatan harga keperluan pokok, dan barang-barang kebutuhan sehari-hari menyebabkan penghasilan orang bau tanah yang sudah tidak menentu tersebut, tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 
Hal ini menimbulkan belum dewasa usia sekolah, terpaksa mesti melakukan pekerjaan menolong orang tuanya. Anak melakukan pekerjaan ini, menyebabkan terjadinya pembenturan antara kepentingan mencar ilmu di sekolah, dan kepentingan mencari nafkah dikalangan anak-anak dari keluarga tingkat sosial ekonomi, yang kurang mampu tersebut.
II. PERMASALAHAN
Bila kita lihat dari pencapaian Angka Partisipasi Kasar (APK) 94,6% dan Angka Partisipasi Murni (APM) 75,5%, membuktikan bahwa masih banyak anak didik pada usia sekolah, yang belum menempuh pendidikan. Angka ini akan makin bertambah jumlahnya, apabila anak didik, yang melakukan pekerjaan tersebut kemudian memutuskan untuk lebih baik bekerja, daripada bersekolah. Pada sisi lain, jika ditinjau dari segi kenaikan mutu pendidikan, anak pekerja tersebut, tidak mampu mencar ilmu dengan baik, sebab mesti sering tidak mengikuti pelajaran, dan tidak mampu menyisakan waktunya, untuk belajar di rumah, alasannya harus bekerja sehabis bersekolah. Sehubungan dengan urusan di atas, maka perlu ditempuh upaya-upaya, guna menanggulangi permasalahan anak pekerja tersebut, agar mereka mampu terus bersekolah, dan mampu mengikuti pelajaran dengan baik.
III. PEMBAHASAN
Berdasarkan konvensi International Labour Organization (ILO), anak pada usia sekolah, tidak boleh untuk melakukan pekerjaan . Mempekerjakan anak pada usia sekolah, ialah pelanggaran terhadap hak-hak anak, yang seharusnya pada usia tersebut mengecap pendidikan.
Dalam penyelesaiaan penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun (SD – SLTP) dan memulai pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun (SLTA), sangat kompleks masalahnya. Berkaitan dengan upaya, untuk memberikan kesempatan mendapatkan pendidikan, melalui pelaksanaan solusi penuntasan Wajib Belajar, Pendidikan Dasar 9 Tahun (SD –SLTP) dan memulai pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun (SLTA), sudah ditempuh 8 teladan andalan, yakni :
Tingkat Sekolah Dasar
Tingkat SLTP
Tingkat SLTA
1.     Sekolah Dasar Reguler,
2.     SD Kecil,
3.     MI,
4.     Kejar Paket A,
5.     Pondok Pesantren (Kurikulum Nasional)
6.     Sekolah Dasar Paralel (Kelas Jauh)
7.  SLTP Terbuka.
8. Sekolah Rumah (Home Schooling)
1.    SLTP Reguler,
2.    SLTP Kecil,
3.  MTs,
4.  Kejar Paket B,
5   Pondok Pesantren (Kurikulum Nasional),
6.  SLTP Paralel (Kelas Jauh),
7.  SLTP Terbuka.
8. Sekolah Rumah (Home Schooling)
1.    SLTA Reguler (Sekolah Menengan Atas/Sekolah Menengah kejuruan)
2.    SMA/Sekolah Menengah kejuruan/MA Kecil
3.    MA
4.    Kerjar Paket C
5.    Pondok Pesantren (Kurikulum Nasional)
6.    SLTA Paralel (Kelas Jauh)
7.    SLTA Terbuka
8.    Sekolah Rumah (Home Schooling)
Banyak alternatif yang dapat ditempuh oleh anak latih pekerja, supaya mampu bekerja sambil bersekolah, antara lain mengikuti acara Kelompak Belajar Paket A, B, dan C serta bersekolah di SD/SLTP/SLTA Terbuka dan Sekolah Rumah (Home Schooling), atau Sekolah Alternatif dengan beragam bentuk. Sedangkan SD Kunjung/SLTP/SLTA Terbuka ialah merupakan salah satu program andalan utama Wajar Dikdasmen 12 tahun alasannya memberikan beberapa kemudahan, antara lain :
1. Statusnya sama dengan sekolah negeri,
2. Kurikulumnya sama dengan Sekolah Dasar/SLTP/SLTA Negeri (biasa),
3. STTB sama dengan SD/SLTP/SLTA Negeri,
4. Tidak dipungut bayaran,
5. Diberikan buku / modul secara cuma-cuma,
6. Tidak mesti memakai pakaian seragam,
7. Waktu belajar diubahsuaikan dengan komitmen kelompok belajar,
8. Tempat mencar ilmu bisa di Balai Desa atau rumah penduduk, rumah ibadah dll
9. Lulusan Sekolah Dasar/SLTP/SLTA Terbuka bisa melanjutkan ke SLTP/SLTA bahkan bisa ke Perguruan Tinggi.
10. Tempat pendaftaran bersamaan dengan pendaftaran siswa gres SD/SLTP/SLTA Reguler (biasa).
Cara lain yang telah ditempuh yakni melalui Program Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA). Adapun cara mendapatkan tunjangan GN-OTA selaku berikut :
1. Mengisi format yang telah disediakan. Format mesti ditulis dengan tegas. Jenis pekerjaan orang bau tanah, contohnya buruh, petani, penjualasongan, tukang kayu, pembantu rumah tangga, dan lain-lain, jangan ditulis swasta.
2. Formulir yang telah diisi, mesti disalurkan melalui RT, diteruskan ke KOTA (Kelompok Orang Tua Asuh), Lurah/Kades, yang berikutnya dikirim ke F-KOTA (Forum Komunikasi Orang Tua Asuh), Camat, dan berikutnya Camat mengantarke GN-OTA Taman Kanak-kanak II.
3. Kepala Sekolah, mengirim ke KOTA (Kelompok Orang Tua Asuh), selanjutnya, sama dengan proses di atas.
Penyaluran sumbangan terhadap anak yang memenuhi syarat GN-OTA contohnya, dengan pendanaan persyaratan minimal sebagai berikut :
1. Untuk anak SD bernilai Rp 60.000,00 pertahun, dengan detail Rp 45.000,00 dari bentuk perlindungan berupa barang (busana seragam dan sepatu dll), dan Rp 15.000,00 berupa duit, yang diserahkan pribadi terhadap siswa yang menerima.
2. Untuk SLTP bernilai Rp 90.000,00, dengan detail bentuk barang (busana seragam dan sepatu dll) sebesar Rp 65.000,00, dan berupa duit sebesar Rp 25.000,00 pertahun, diserahkan eksklusif kepada siswa, sebagai ongkos sekolah yang bersangkutan.
3. Untuk SLTA bernilai Rp 150.000,00, dengan rincian bentuk barang (pakaian seragam dan sepatu dll) sebesar Rp 100.000,00, dan berupa uang sebesar Rp 50.000,00 pertahun, diserahkan langsung kepada siswa, selaku biaya sekolah yang bersangkutan.
Mengingat kecilnya sumbangan dari GN-OTA, yang hanya sebesar Rp 60.000,00 untuk SD dan Rp 90.000,00 Untuk SLTP, serta SLTA Rp. 150.000,00 tentu dana ini tidak memadai untuk keperluan siswa selama setahun. Oleh karena itu, perlu diberikan pemberian beasiswa tanpa syarat tertentu. Program beasiswa, dinikmati sungguh penting dalam membantu mengendorkan siswa, untuk mengikuti pelajaran di sekolah, terutama bagi siswa yang tidak mampu. 
Syarat untuk menemukan beasiswa ini, antara lain: 1) Memperoleh nilai rapor minimal rata-rata kelas, pada Semester I dan Semester II kelas sebelumnya. 2) Mengingat agak susah bagi siswa, yang tidak berprestasi di kelas, untuk memenuhi syarat di atas, maka patokan selanjutnya yakni siswa tersebut termasuk siswa dari keluarga dalam tolok ukur pra-sejahtera, atau sejahtera satu. 
Siswa tergolong anggota Keluarga Sejahtera I, bila keluarganya dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, adalah: 1) Masing-masing anggota keluarga melakukan ibadah menurut agama yang dianutnya. 2) Pada lazimnya seluruh anggota keluarga makan 2X sehari atau lebih. 3) Seluruh anggota keluarga, mempunyai busana yang berlainan, untuk di rumah bekerja, sekolah, dan bepergian. 4)Bagian paling luas dari rumah, bukan lantai tanah. 5) Bila anak sakit, dibawa ke fasilitas kesehatan. Jika tidak menyanggupi syarat-syarat selaku Keluarga Sejahtera 1, maka keluarga tersebut, digolongkan selaku Keluarga Pra-Sejahtera.
IV. PENUTUP
Pembangunan Jangka Panjang yang kita jalankan, yaitu dalam upaya menyiapkan sumber daya manusia. Pendidikan, yaitu wahana penciptaan sumber daya insan kurun depan, yang diperlukan mampu mengikuti kemajuan kemajuan ilmu wawasan dan teknologi. Program Pelaksanaan Wajib Dikdasmen 12 Tahun, yaitu upaya pemerintah dalam rangka memberikan kesempatan menempuh pendidikan, bagi segenap anak latih usia sekolah.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia, menimbulkan aneka macam urusan, diantaranya adalah banyaknya anak ajar, yang terpaksa, mesti bekerja, menolong beban ekonomi orang tuanya. Anak pekerja, mampu menimbulkan tingginya angka siswa putus sekolah, pada segi kenaikan mutu pendidikan, anak tidak dapat mencar ilmu dengan baik, sehingga akan menurunkan prestasi belajarnya.
Untuk menanggulangi urusan anak melakukan pekerjaan , semoga dapat terus bersekolah, mampu ditempuh, antara lain lewat program pendidikan di SD/SLTP/SLTA Terbuka/ Sekolah Rumah (Home Schooling). Sekolah-sekolah tersebut yaitu acara yang sangat lentur (kenyal) disamping itu mampu dilaksanakan dengan, menunjukkan derma GN-OTA, dan pemberian beasiswa, dari banyak sekali sumber, antara lain beasiswa JPS.
Pemberian dukungan GN-OTA dan bantuan beasiswa, mesti sungguh-sungguh tepat target, yakni diberikan kepada siswa yang benar-benar memerlukan. Oleh karena itu, koordinasi antar pihak-pihak terkait sungguh penting dilakukan dan adanya data-data yang akurat, sehingga pemberian pemberian, tidak salah target.
BIBLIOGRAFI
Beatrice & Ronald Gross. 1983. The Great School Debate, A Thouchstone Book. New York: Simon & Schuster, Inc.
Boediono. 1998. Dampak Krisis Ekonomi dan Moneter Terhadap Pendidikan. Pusat Penelitian Sains dan Teknologi. Jakarta: Lembaga Penelitian UI.
Brown, James Dean, 1995. The Elements of Language Curriculum. Tanpa Kota : Heinle and Heinle Publishers.
Departemen Pendidikan Nasional, 2006. Sekolah Rumah.
Darmanigtyas. 1999. Pendidikan pada Masa dan Setelah Krisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Edith Jayne. 1998. Effective School Development Planning. Bab 6 dari buku ; strategic Management in Schools and Colleges. 
Hidayat Syarief dan Boediono. 1996. Majalah Kajian Ekonomi. Edisi 25 Tahun. Jakarta: Prisma.
Mendikbud. 1997. Sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Proyek PMPWB.
Mangunwijaya, YB.2004. Pendidikan Pemerdekaan. Yogyakarta : Dinamika Edukasi Dasar.
Rosyada, Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis, Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.
Sindhunata. 2000. Membuka Masa Depan Anak-Anak Kita. Yokyakarta : Kanisius.
Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Penerbit BIGRAF Publishing.
_______. 2000. Sentralisasi, Otonomi Daerah dan Otonomi Sekolah. Makalah. Samarinda: 7 November 2000.