Efektivitas Metode Jigsaw dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa pada Pelajaran Geografi
Geografi ialah sebuah mata pelajaran yang sangat unik, alasannya merupakan adonan dari Geografi fisik (IPA), Geografi manusia (IPS) dan Geografi teknik (penerapan IPA dan IPS). Masyarakat Indonesia menatap pelajaran Geografi tergolong kelompok pelajaran IPS dan sifatnya hafalan. Stigma ini masih melekat dengan dekat di benak orang renta siswa, siswa dan lebih parah lagi sebagian besar guru mata pelajaran di sekolah sampai ketika ini.
Di samping itu, dalam metode pendidikan nasional Kurikulum Geografi mendapat kedudukan yang kurang penting dan bukan ialah prioritas. Hal ini mampu kita lihat dari kedudukannya dalam rapor SMA, ialah di urutan paling bawah. Sebagian besar (lebih dari 60%) materi Geografi yang menjadi materi Ujian Nasional (UN) ialah bahan kelas X (sepuluh) adalah materi pelajaran yang sifatnya kebumian (Geografi fisik) dan sebetulnya memiliki keterkaitan sungguh erat dengan pelajaran IPA serta diharapkan tingkat pemahaman siswa yang cukup tinggi.
Suatu kondisi yang sangat ironis apabila kita lihat pada kenyataannya bahwa, pelajaran Geografi ini diajarkan di kelas X cuma 1 jam per minggu atau 4 jam pelajaran dalam satu bulan. Hal ini sungguh tidak mengherankan bila rata-rata perolehan nilai tes Pra UN dibandingkan dengan hasil UN tidak mengalami perbedaan yang signifikan. Pemerolehan rata-rata hasil berguru siswa tiap semester relatif kecil dan banyak siswa yang tidak dapat mencapai tingkat ketuntasan berguru. Bahkan, dalam lima tahun terakhir tingkat ketidaklulusan siswa cukup tinggi dibandingkan dengan pelajaran lain.
Dengan demikian, kegundahan guru Geografi akan kesuksesan siswa dalam menempuh cobaan nasional relatif lebih tinggi daripada guru mata pelajaran ujian nasional lainnya. Kondisi pengajaran Geografi di atas diperparah lagi jika kita lihat permintaan kurikulum sesuai dengan rancangan Taksonomi Bloom, ialah siswa diarahkan untuk tidak sekedar mesti mempunyai kompetensi C1 (hafalan) akan tetapi juga dituntut untuk mempunyai kompetensi C2 (pemahaman), yang sesungguhnya mempunyai tingkatan yang lebih tinggi. Kondisi mirip ini perlu segera diselesaikan. Guru Geografi dan siswa mempunyai tugas yang besar dalam menentukan kesuksesan pembelajaran. Guru dan siswa harus berhubungan dalam pembelajaran termasuk dalam mengatasi duduk perkara-masalah pembelajaran. Salah satu cara menangani masalah itu yakni melalui penelitian tindakan kelas (PTK). Untuk menghalangi dan menunjukkan arah yang jelas dalam penelitian tindakan kelas, perlu adanya suatu rumusan observasi.
Adapun rumusan duduk perkara dalam PTK yang dilaksanakan di kelas XI IPS SMAK 3 BPK PENABUR Bandung yakni sebagai berikut.
1. Apakah tata cara pembelajaran Jigsaw efektif dalam upaya memajukan pengertian siswa tentang pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan pada pelajaran Geografi di kelas XI IPS SMAK 3 BPK PENABUR Bandung?
2. Apa urusan-problem yang timbul dalam penerapan tata cara pembelajaran Jigsaw dalam upaya mengembangkan pemahaman siswa wacana pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan pada pelajaran Geografi di kelas XI IPS SMAK 3 BPK PENABUR Bandung? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas tata cara pembelajaran Jigsaw dalam upaya peningkatan pemahaman siswa ihwal pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan pada pelajaran Geografi di kelas XI IPS SMAK 3 BPK PENABUR Bandung.
Di samping itu, tujuan observasi ini juga untuk mengidentifikasi permasalahanpermasalahan yang timbul dalam penerapan sistem pembelajaran Jigsaw dan dalam upaya peningkatan pemahaman siswa ihwal pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan pada pelajaran Geografi di kelas XI IPS SMAK 3 BPK PENABUR Bandung. Hasil observasi ini diharapkan sangat berfaedah untuk memajukan hasil perolehan UN dan mengurangi risiko ketidaklulusan, dan dijadikan contoh untuk pengembangan tata cara pembelajaran yang interaktif dan menawan siswa untuk berguru.
Di samping itu siswa lebih mudah memahami materi pelajaran Geografi yang memiliki tingkat kesusahan relatif tinggi. Minat berguru siswa pada pelajaran Geografi juga meningkat alasannya dapat meningkatkan kesadaran siswa untuk lebih menyayangi lingkungan alam dan ini semua akan mengembangkan mitigasi peristiwa yang sering terjadi di lingkungannya.
Kajian Pustaka
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan utama dalam kehidupan insan yang mempertimbangkan bagaimana menjalani kehidupan ini untuk mempertahankan hidup. Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab I, pendidikan yaitu perjuangan sadar dan bersiklus untuk merealisasikan situasi mencar ilmu dan proses pembelajaran supaya akseptor bimbing secara aktif membuatkan kesempatandirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, etika mulia, serta keahlian yang dibutuhkan bagi dirinya, penduduk , bangsa dan negara. ( Amri, 2010:1). Dengan demikian, Geografi selaku salah satu mata pelajaran di Sekolah Menengan Atas, dibutuhkan memiliki kurikulum dan pengajaran yang mengacu dan sejalan pada tujuan pendidikan nasional.
1. Kurikulum Geografi
Geografi ialah sebuah ilmu yang bermanfaat dalam menunjang dan mendorong peningkatan kehidupan, dan tanda-tanda alam dan kehidupan dipandang selaku hasil proses alam yang terjadi di bumi akan berfaedah bagi makhluk hidup.
Dengan demikian fungsi mata pelajaran Geografi yaitu
(a) berbagi wawasan wacana teladan-acuan keruangan dan proses yang berkaitan;
(b) membuatkan keterampilan dasar dalam menemukan data dan gosip, mengkomunikasikan, dan menerapkan wawasan Geografi untuk kepentingan pembangunan ; dan
(c) menumbuhkan perilaku, kesadaran, dan kepedulian terhadap lingkungan hidup dan sumber daya, serta toleransi keraga-man sosialbudaya masyarakat (Sumaatamadja, 1981).
Kaprikornus substansi kurikulum Geografi yakni meliputi keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disuguhkan secara berkesinambungan antara semua jenjang pendidikan. Agar mata pelajaran Geografi berguna bagi siswa, maka perlu pendekatan khusus, adalah pendekatan yang dapat mendorong proses pelatihan keterampilan yang menggalakkan cara mencar ilmu aktif, memprioritaskan cara berguru yang menyebarkan daya akal sehat serta kemandirian anak dalam menghadapi lingkungan kehidupan yang terus berubah. Ahli pendidikan Geografi Trevor Bennetts (Graves, 1973) menyarankan untuk pembelajaran Geografi dipakai pendekatan yang berbeda untuk tingkat atau jenjang pendidikan yang berlainan. Dengan demikian, setiap tingkatan membutuhkan tata cara pengajaran Geografi yang berbeda, karena daya pikiran sehat siswa mengalami pertumbuhan selaras dengan semakin bertambahnya usia dan bertambahnya pengalamannya.
2. Metode pembelajaran
Metode pembelajaran Geografi pada dasarnya sungguh bervariatif dan interaktif, namun dalam penerapannya dibutuhkan kemampuan khusus disesuaikan dengan keadaan lingkungan siswa, ketersediaan media dan tingkat kesusahan bahan pelajaran. Tiga bagian tersebut harus menjadi pendapatdalam menentukan Kriteria Ketutasan Minimal (KKM) yang harus dicapai dari setiap proses pembelajaran. Dengan usulanpada argumentasi pendekatan yang mampu mendorong proses pelatihan keterampilan yang menggalakkan cara berguru aktif, mengutamakan cara mencar ilmu yang menyebarkan daya akal budi serta kemandirian anak dalam menghadapi lingkungan kehidupan yang terus berubah, maka salah satu caranya adalah dengan cooperatif learning jigsaw.
a. Cooperative Learning
Menurut Slavin, pendekatan konstruktivistik dalam pengajaran yakni menerapkan pembelajaran kooperatif secara ekstensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih gampang mendapatkan dan memahami konsep yang merepotkan kalau mereka mampu saling mendiskusikan rancangan tersebut dengan temannya (Muslich, 2007). Terdapat lima fase atau langkah utama dalam pembelajaran kooperatif, yaitu pertama, pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk berguru. Kedua, diikuti dengan penghidangan gosip, umumnya dalam bentuk mulut. Ketiga, siswa dikelompokkan ke dalam golongan-kalangan belajar. Keempat, guru membimbing siswa, pada saat siswa melakukan pekerjaan sama menyelesaikan peran. Kelima, menyuguhkan hasil kerja golongan dan guru melaksanakan penilaian secara verbal atau pemantauan.
b. Jigsaw Learning
Jigsaw Learning pada hakikatnya merupakan tata cara pembelajaran kooperatif yang berpusat pada siswa. Siswa mempunyai tugas dan tanggung jawab besar dalam pembelajaran. Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator. Tujuan sistem Jigsaw ini yaitu membuatkan kerja tim, keahlian berguru kooperatif dan penguasaan wawasan secara mendalam yang mustahil diperoleh siswa bila siswa mempelajari materi secara individual. Dalam Jigsaw Learning ini, siswa dibagi menjadi dua golongan, ialah “golongan awal” dan “golongan jago”. Setiap siswa yang ada dalam “golongan permulaan” mengkhususkan diri pada satu bagian dari sebuah unit pembelajaran.
Siswa dalam “golongan awal” ini kemudian dibagi lagi untuk masuk ke dalam “golongan mahir” untuk mendiskusikan bahan yang berbeda. Siswa kemudian kembali ke “kalangan permulaan” untuk mendiskusikan materi hasil “golongan ahli” pada siswa “golongan permulaan”. Dalam konsep ini semua siswa mesti mampu menerima kesempatan dalam proses mencar ilmu supaya semua aliran siswa mampu dikenali.
Adapun langkah-langkah yang dijalankan dalam pembelajaran dengan menggunakan tata cara Jigsaw yakni sebagai berikut.
- Siswa dikelompokkan ke dalam 6 anggota tim.
- Tiap orang dalam tim diberi bab materi yang berbeda.
- Tiap anggota dalam tim diberi bagian bahan yang ditugaskan
- Anggota dari tim yang berlawanan yang telah mempelajari bagian/sub bagian yang serupa bertemu dalam golongan gres (kalangan andal) untuk mendiskusikan sub bab mereka.
- Setelah final diskusi, sebagian tim andal tiap anggota kembali ke kalangan asal dan bergantian mengajar sahabat satu tim mereka wacana sub bagian yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan betul-betul .
- Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
- Guru memberi penilaian.
- Penutup.
c. Teknik Evaluasi
Teknik penilaian sangat penting untuk mengukur keberhasilan tata cara pembelajaran yang dipergunakan. Untuk itu diperlukan ketelitian di dalam menentukan teknik penilaian tepat, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Makara secara tidak pribadi tes mampu dipakai untuk mengetahui kemajuan dan pertumbuhan. “Tes ialah sebuah alat atau mekanisme yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-informasi yang dikehendaki wacana seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan cepat dan tepat (Indrakusuma, 1993:21)”. Berikut ini yaitu beberapa teknik evaluasi yang dipergunakan.
1. Tes tertulis
Tes tertulis yakni salah satu jenis tes yang dipergunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan sebuah proses mencar ilmu mengajar, berbentukpertanyaan-pertanyaan atau pernyataan yang membutuhkan balasan. Tes tertulis mesti sesuai dengan patokan kompetensi dalam kurikulum, yang dijabarkan dalam beberapa indikator. Tes tertulis ada dua macam, ialah tes opsi ganda (multiple choice test) dan tes uraian. Multiple choice test terdiri atas sebuah informasi atau pemberitahuan wacana sebuah pengertian yang belum lengkap. Untuk melengkapinya, siswa memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Atau Multiple choice test terdiri atas bab informasi (stem) dan bagian kemungkinan jawaban atau alternatif (option). Kemungkinan balasan (option) terdiri atas satu tanggapan benar dan beberapa pengecoh (Anonim, 2010: 1). Namun, tes tertulis obyektif ini mempunyai kekurangan, adalah akseptor asuh cenderung melakukan tebakan (guessing), sehingga perlu dilengkapi dengan tes subyektif.
2. Tes verbal
Tes ekspresi yakni tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik dan siswa. Makara tes ini berupa pertanyaan dan diujikan dengan cara diucapkan. Tes ini bermaksud untuk menguji atau mengukur kemampuan siswa dalam berpikir akal dan mengukur kemampuan olah kata, dalam bentuk analisis. Pengertian ini disokong teori yang dikemukakan oleh Thoha (2003) yang menerangkan bahwa “tes ini termasuk kelompok tes verbal, ialah tes soal dan jawabannya memakai bahasa lisan”. (Anonim, 2010).
3. Tes perbuatan (afektif dan psikomotor)
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan aneka macam cara, antara lain pengamatan perilaku, pertanyaan langsung (untuk mengukur pandangan siswa kepada suatu persoalan), laporan portofolio (individu dan kalangan), dan penggunaan skala perilaku.
Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan PTK yang dijalankan oleh tim yang terdiri atas ketua:
- Petrus Trimantara, guru SMAK 2 BPK PENABUR Bandung;
- Sekretaris, observer: Anna Mey Hasian Sinaga, guru SMAK 1 BPK PENABUR Bandung;
- Observer Tri Joko Setiarso, guru SMAK 1 BPK PENABUR Bandung,
- fasilitator/ dokumentator: Wahyu Catur Wibowo, guru SMFK BPK PENABUR Bandung dan pengajar di kelas: Ary Widi Kristiani, guru SMAK 3 BPK PENABUR Bandung PTK ini bertujuan untuk memperbaiki pembelajaran di kelas sehingga hasil pembelajaran siswa meningkat. PTK dilakukan dalam tiga siklus dengan empat tahap adalah perencanaan, pelaksanaan acara, observasi, dan refleksi untuk masing-masing siklus.
Subjek dan Tempat Penelitian Subjek dan tempat penelitian dipilih siswa kelas XI IPS SMAK 3 BPK PENABUR Bandung Tahun Pelajaran 2010/2011 dengan berbagai pertimbangan,
pertama, SMAK 3 BPK PENABUR mempunyai lokasi cukup ideal dan lingkungan yang kondusif untuk berguru.
Kedua, banyak ditemukan persoalan dalam proses mencar ilmu mengajar.
Ketiga, sangat mempesona untuk dijadikan obyek penelitian tindakan kelas biar dapat memberikan masukan dalam pengembangan metode mengajar yang berhubungan , sesuai dengan abjad siswa dan lingkungannya. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data memakai survei dan studi pustaka.
Survei dilakukan dengan menggunakan beberapa alat, selaku berikut
(1) angket pra-penelitian,
(2) pre-tes : tes tertulis, berupa opsi ganda,
(3) post-tes : tes tertulis, berupa opsi ganda,
(4) lembar penilaian, dan
(5) lembar observasi.
Studi pustaka dipergunakan untuk memperkuat kajian teoritis dan memper-berpengaruh data primer yang diperoleh melalui survei. Waktu Penelitian Waktu penelitian dikelola sebagai berikut.
Tabel Waktu Kegiatan Penelitian
Analisis Data Analisis data apalagi dulu melaksanakan reduksi, penjabaran dan tabulasi data yang terkumpul. Hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan analisis data untuk menjawab hipotesis yang diajukan. Pembahasan
Tabel Persepsi Siswa Kelas XI-IPS perihal Pelajaran Geografi
1. Siklus 1
Siswa SMAK 3 BPK PENABUR Bandung ratarata memandang pelajaran Geografi yakni pelajaran yang kurang penting, sukar, dan bersifat hafalan. Untuk menunjukkan citra lebih obyektif dan sebagai pembanding, maka dilaksanakan pra-observasi kepada kelas XI-B dab XI-C. Dari data pra-observasi diperoleh gambaran, tertera dalam tabel. Tabel menunjukkan citra bahwa dominan siswa masih beranggapan Geografi merupakan pelajaran “hafalan” (C1). Hal ini menunjukkan, masih terjadi kesenjangan dalam teladan pikir siswa dan permintaan Kurikulum pelajaran Geografi terutama kompetensi dasar adalah “pemahaman”, atau menurut taxonomi Bloom yakni C2. Sedangkan sebagian kecil dari responden yang menilai bahwa Geografi bukan pelajaran hafalan. Dengan demikian guru mata pelajaran Geografi memiliki peran yang sungguh berat untuk menyelesaikan agar teladan pikir siswa tidak lagi bersifat hafalan.
Pada tabel, dari 29 responden terlihat lebih banyak didominasi (76%) kesengsem berguru Geografi dan juga menunjukkan, Geografi sebagai pelajaran “hafalan” tidak menyurutkan minat siswa untuk belajar Geografi. Hanya 20% saja siswa yang tidak terpesona terhadap mata pelajaran Geografi. Dengan demikian, mata pelajaran Geografi masih mempunyai peluang untuk dikembang-kan menjadi pelajaran yang sangat menawan. Namun data ini juga menggambarkan, jumlah 20% inilah yang semestinya mendapatkan perhatian serius semoga mau mencar ilmu Geografi.
Tabel Persepsi Siswa Kelas XI -IPS wacana Pelajaran Geografi dan Ketertarikan pada Mata Pelajaran Geografi
Metode yang dipakai pada siklus 1 yaitu metode demontrasi, dengan video klip wacana pemanfaatan tanaman untuk mendaur ulang styrofoam dan metode konstruktifisme. Dengan sistem ini siswa mampu mendapatkan dan mampu menjelas-kan manfaat dari tanaman yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Pada siklus 1 ini siswa mempresentasikan hasil temuannya di dalam golongan dan di depan kelas. Kegiatan epilog diisi penilaian dengan post tes dan penugasan agar siswa membuat portopolio dalam bentuk power point wacana faedah berkembang- flora (dengan di dukung info dari internet).
Pada pelaksanaan aktivitas pengajaran ditemukan beberapa problem, yakni pengorganisasian waktu tidak terperinci, penyiapan multi media sehingga urutan pembelajaran menjadi tidak berurutan, apersepsi guru terlalu lama (semestinya tidak lebih dari 15 menit) sehingga pembelajaran akan lebih berkonsentrasi pada siswa dan bahan asuh terlalu luas dan mendalam sehingga ketika disampaikan proses pembelajaran dengan pemutaran klip film dan insight (pengalaman faktual) menggunakan fasilitas /laboratorium alam SMAK 3 BPK PENABUR Bandung.
Hasil refleksi pada siklus 1 memperlihatkan sejumlah perbaikan. Pertama perbaikan RPP perlu diadaptasi dengan bahan dan waktu yang tersedia; kedua, perlu persiapan media yang lebih baik sesuai dengan kondisi siswa, bahan dan waktu yang tersedia; ketiga, berhubungan dengan tanaman atau lingkungan hidup, siswa disarankan tidak memetik daun yang ada di taman sekolah alasannya dapat merusak lingkungan; dan keempat isyarat di sampaikan dengan lisan sehingga beberapa siswa kurang menyimak dengan jelas, mempunyai pengaruh kurang efektif, dan guru dalam memberikan arahan perlu dengan intonasi bunyi yang terang. Sungguhpun demikian, diharapkan perbaikan lebih lanjut dalam siklus ke 2.
Siklus 2
Gambaran kegiatan berguru mengajar pada siklus kedua adalah selaku berikut. Pada pelaksanaan acara pengajaran ditemukan dua problem. Pertama, waktu yang digunakan kurang dengan adanya diskusi tim ahli dan masing-masing siswa mesti mempresentasikan kepada tim asal (jumlah siswa 36) dan waktu yang di kerjakan 2 kali pertemuan (80 menit).
Kedua, konsepkonsep yang berhubungan dengan industri yang berefek pencemaran belum dimengerti alasannya bahan berkaitan dengan industri belum di ajarkan, yang ialah materi latih Geografi XII. Hasil yang diraih pada siklus kedua ialah siswa bisa membuat kesimpulan dan membu-at peta desain dan dari hasil angket pertanda, siswa kepincut belajar Geografi dengan tata cara pengajaran jigsaw. Hasil refleksi siklus 2 yakni selaku berikut. Pertama, apersepsi masih terlalu usang, tidak cocok dengan alokasi waktu yang tersedia dalam RPP.
Kedua, gangguan teknis pada saat pengoperasian multi media sehingga mengusik proses mencar ilmu mengajar. Ketiga, siswa lebih bergairah pada materi asuh. Keempat, pengertian siswa ten-tang materi bimbing tercapai. Siklus 3 Metode yang digunakan pada siklus 3 ialah sistem Jigsaw yang dilengkapi dengan kartu bahan. Masing-masing siswa mendapatkan kartu dan mempelajari isi bahan dalam kartu tersebut. Siswa yang mempunyai pokok bahasan yang sama berkumpul dalam satu kelompok. Setiap kalangan berdiskusi tentang bahan sesuai dengan pokok bahasan masing-masing. Setiap golongan mempresentasikan hasil diskusi kelompok di depan kelas, dengan cara bergiliran.
Hasil yang diraih pada siklus 3 yaitu siswa merasa senang dan mampu mengerti bahan terbukti dengan hasil perolehan pencapaian tes. Dari grafik 1 diperoleh gambaran sebagian besar siswa (41%) menyatakan bahwa pandangan siswa wacana Jigsaw menolong, 26% siswa menyatakan sangat membantu, dan 26% siswa menyatakan cukup membantu dalam memahami bahan SDA. Hanya 7% siswa yang mempunyai persepsi bahwa Metode Jigsaw kurang menolong dalam memahami bahan SDA.
Grafik Persepsi Siswa wacana Metode Jigsaw
Grafik Respon Siswa terhadap Metode Jigsaw
Dari grafik 2 diperoleh gambaran bahwa tanggapansiswa kepada Metode Jigsaw menyenangkan (62%), cukup menggembirakan (29%), sungguh menggembirakan (6%). Hanya (3%) siswa yang memberikan tanggapankurang menyenangkan kepada Metode Jigsaw.
Dari grafik 3 diperoleh citra sebagian besar siswa (85%) mengalami kesusahan dalam melaksanakan metode Jigsaw bila siswa belum memahami rancangan materi asuh. Hanya 15 % siswa yang tidak mengalami kesusahan dalam melakukan tata cara Jigsaw.
Grafik Respon Siswa terhadap Metode Jiqsaw
Dari grafik 4 diperoleh gambaran sebagian besar siswa (67%) membutuhkan penjelasan ihwal metode Jigsaw baik secara lisan, goresan pena, maupun dengan teladan, 15 % siswa membutuhkan klarifikasi baik mulut maupun goresan pena, dan 18 % siswa membutuhkan klarifikasi verbal saja.
Grafik Kesulitan Siswa dalam Pelaksanaan Metode Jiqsaw
Dari grafik 5 diperoleh citra sebagian besar siswa (91%) mengetahui bahwa peran guru dalam melaksanakan sistem Jigsaw selaku fasilitator saja dan 9% siswa yang belum memahami bahwa tugas guru selaku fasilitator dalam Metode Jigsaw.
Dari grafik 6 diperoleh citra sebagian besar siswa (88%) mencicipi bahwa waktu yang dibutuhkan dalam pembelajaran dengan tata cara Jigsaw tidak efektif dan 12% siswa yang menyatakan bahwa waktu yang diperlukan efektif.
Grafik Peran Guru sebagai Fasilitator dalam Metode Jiqsaw
Grafik Efektivitas Waktu dalam Metode Jiqsaw
Dari grafik 7 diperoleh citra sebagian besar siswa (55%) merasa sangat penting informasikelengkapan apa saja yang perlu disediakan dalam melakukan pembel pemikiran dengan tata cara Jigsaw, 3% siswa menyatakan penting, dan 42 % siswa menyatakan kurang penting pemberitahuan kelengkapan dalam melakukan Metode Jigsaw.
Grafik Tanggapan Siswa ihwal Perlu Tidaknya Pemberitahuan Kelengkapan dalam Melaksanakan Metode Jiqsaw
Hasil pembelajaran pada siklus 3 ini ialah siswa merasa bahagia dan mampu mengerti materi terbukti dengan hasil perolehan pencapaian tes. Rata-rata tes permulaan kelas XI C yaitu 66,31 dan tes selesai yakni 74,86 sedangkan tes permulaan kelas XI B ialah 65,36 dan tes selesai yaitu 71, 44. Baik kelas XI-C maupun XI-B mengalami peningkatan nilai rata-rata. Pencapaian tingkat ketuntasan kelas XI-C meraih 100% walaupun ada 3 siswa yang mengalami penurun nilai. Sedangkan kelas XIB mengalami penurunan dalam pencapaia KKM adalah sebesar 8% (dari 100% turun menjadi 92%). Dari refleksi siklus 3, ditemukan adanya hambatan dan solusi menanggulanginya dalam pengajaran Geografi. Pertama, materi ajar Geografi wacana konsep-desain Geografi fisik dan Geografi sosial, Geografi teknik sungguh banyak. Hambatannya, waktu yang disediakan oleh pemerintah kurang.
Cara penanggulangannya yakni pembelajaran Geografi perlu dilengkapi bahan didik dengan modul ajar. Penyampaian dengan memakai multi media lebih mempesona. Setiap penyampaian materi idealnya diawali dengan pre tes dan selesai post tes. Tugas siswa (portofolio siswa) contohnya eksplorasi tentang materi-materi, harus dilengkapi. Kedua, rancangan-desain Geografi Fisik (IPA) dan Geografi Teknik (materi SIG/Sistem Informasi Geografi dan perpetaan), sulit dimengerti oleh siswa IPS. Hambatannya kalau tidak disokong alat yang mencukupi menerangkan bahan tersebut maka materi sulit diketahui, terjadi verbalisme, serta materi tidak membumi.
Cara menanggulangan ialah perlu pemahaman ditunjang dengan alat-alat pendidikan dan latihan selaku bentuk aplikasi teori. Ketiga, kemajuan Geografi Teknik telah sedemikian cepat, sedangkan sarana penunjang materi didik kurang memadai. Hal ini menjadikan bahan latih bersifat verbalisme, alasannya peserta asuh tidak mendapat pengalaman konkret. Cara penanggulangan yaitu pembelajaran dilengkapi dengan multi media yang sangat menolong dan menunjang materi ajar. Keempat, pengajaran Geografi (aspek fisik dan faktor sosial) dibutuhkan pendekatan dan tata cara yang variatif. Untuk itu, dibutuhkan waktu dan prasarana yang mendukung biar mengembangkan pengertian siswa.
Cara penanggulangan yaitu guru mesti lebih inovatif dan kreatif untuk membangun interaksi dengan siswa, sehingga pembelajaran dapat mengasyikkan dan meningkatkan minat siswa kepada bahan asuh oleh alasannya waktu berguru, maka perlu pembiasaan materi dengan metode yang sempurna, salah satunya sistem Jigsaw.
Kesimpulan Dari hasil analisis dan refleksi 1, 2, dan 3 diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Metode pembelajaran Jigsaw efektif dalam upaya mengembangkan pengertian siswa tentang pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan pada pelajaran Geografi di kelas XI IPS SMAK 3 BPK PENABUR Bandung. Metode Jigsaw efektif dalam upaya meningkatkan pengertian siswa terbukti dengan hasil perolehan siswa dalam tes. Dengan tata cara ini tingkat ketuntasan siswa meraih 100%. Siswa yang semula tidak menyukai Geografi dan tidak tuntas dalam pembelajaran menjadi menggemari dan tuntas.
2. Ada permasalahan-persoalan penerapan metode pembelajaran Jigsaw dalam upaya memajukan pemahaman siswa ihwal pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan pada pelajaran Geografi di kelas XI IPS SMAK 3 BPK PENABUR Bandung.
Adapun permasalahan-masalah tersebut ialah sebagai berikut.
Pertama, diperlukan antisipasi yang lebih kreatif dari guru untuk menyiapkan siswa wacana bahan ajar pada saat memakai metode Jigsaw.
Kedua, siswa yang kurang wawasan terhadap materi materi latih kurang aktif dalam diskusi.
Ketiga, guru kesusahan memantau aktifitas diskusi golongan alasannya adalah jumlah siswa di dalam satu kelas lumayan banyak (36 siswa).
Keempat, sistem Jigsaw memerlukan waktu yang usang dalam pelaksanaannya sebab setiap anak dituntut untuk turut ikut serta.
Guru mengalami kesusahan dalam menentukan sistem penilaian yang sempurna pada saat menerapkan tata cara jigsaw.
Saran
1. Guru yang hendak mengajar dengan sistem Jigsaw hendaknya menyiapkan kelas dengan menerangkan terlebih dahulu materi yang akan didiskusikan pada pertemuan selanjutnya. Guru mesti mengetahui intake siswa, sehingga di dalam menerapkan sistem Jigsaw, keberagaman kesanggupan siswa setiap golongan merata. Dengan demikian kegiatan kalangan dapat berlangsung baik.
2. Sebelum pelaksanaan metode Jigsaw siswa hendaknya mempelajari bahan diskusi pada pertemuan berikut lewat media lain mirip internet, majalah, koran, bulletin, dan media lain yang mendukung.
3. Kebijakan penyusunan kurikulum pendidikan Geografi hendaknya lebih terintegrasi dan penambahan waktu untuk kelas X, XI dan XII masing-masing sebanyak 4 jam pelajaran.
Daftar Pustaka
Allman, B., et al. (2010). Menjadi guru kreatif biar dicintai murid sampai mati. Yogyakarta : Golden Books
Amri, Sofan dan Iif Khoiru A. (2010). Konstruksi pengembangan pembelajaran : Pengaruhnya terhadap prosedur dan praktik kurikulum. Jakarta : Prestasi Pustaka
Daryanto. (2007). Media pembelajaran : Peranan sangat penting dalam meraih tujuan pembelajaran. Jakarta : Gaya Media http://viviap.wordpress.com/2010/04/01/testulis-dan-verbal/
Mulyasa. (2009). Praktik penelitian tindakan kelas. Bandung : Rosda Karya Sumaatmadja, Nursid. (1981). Studi Geografi:Suatu pendekatan dan evaluasi keruangan. Bandung : Alumni
Suparman S. (2010). Gaya mengajar yang menggembirakan siswa. Yogyakarta : Pinus Book Publisher
Supriyono, Agus. (2007). Cooperaative learning: Teori dan aplikasi paikem. Jakarta : Pustaka Pelajar Surapranata, S. dan M. Hatta. (2004). Penilaian portofolio : Implementasi kurikulum 2004. Bandung :
Rosdakarya Susilo, (2007). Panduan penelitian langkah-langkah kelas, Yogyakarta : Pustaka
Book Publisher Trianto. (2007). Model-versi pembelajaran kreatif berorientasi konstruktivistik. Surabaya: Prestasi Pustaka
Webe, Agung. (2010). Smart teaching: 5 Metode efektif lejitkan prestasi anak asuh. Yogyakarta: Jogja Bangkit