Teladan Usulan Kemajuan Koperasi Di Dalam Kurun Globalisasi Dan Liberalisasi Jual Beli

Perkembangan Koperasi di Dalam Era Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan
Dalam sejarahnya, koperasi sebetulnya bukanlah organisasi usaha tipikal yang khas berasal dari Indonesia. Kegiatan berkoperasi dan organisasi koperasi pada awalnya diperkenalkan di Inggris di sekeliling masa pertengahan. Pada waktu itu misi utama berkoperasi ialah untuk membantu kaum buruh dan petani yang menghadapi problema ekonomi dengan menggalang kekuatan mereka sendiri. Kemudian di Perancis yang didorong oleh gerakan kaum buruh yang tertindas oleh kekuatan kapitalis sepanjang era ke 19 dengan tujuan terutama membangun suatu ekonomi alternatif dari asosiasi-asosiasi koperasi menggantikan perusahaan-perusahaan milik kapitalis (Moene dan Wallerstein, 1993). Ide koperasi ini lalu menjalar ke Amerika Serikat (AS) dan negara-negara lainnya di dunia. Di Indonesia, baru koperasi diperkenalkan pada permulaan periode 20. 
Sejak hadirnya pandangan baru tersebut hingga saat ini, banyak koperasi di negara-negara maju (NM) mirip di Uni Eropa (UE) dan AS telah menjadi perusahaan-perusahaan besar tergolong di sektor pertanian, industri manufaktur, dan perbankan yang bisa bersaing dengan korporat-korporat kapitalis. 
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di NM dan negara-negara sedang berkembang (NSB) memang sungguh diametral. Di NM koperasi lahir selaku gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh alasannya adalah itu berkembang dan meningkat dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi menjangkau posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi tergolong dalam negosiasi internasional. Peraturan perundangan yang mengendalikan koperasi tumbuh lalu selaku tuntutan penduduk koperasi dalam rangka melindungi dirinya. Sedangkan, di NSB koperasi dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kemakmuran penduduk . Oleh sebab itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan kenaikan kemakmuran masyarakat ditonjolkan di NSB, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan (Soetrisno, 2001). Dalam perkara Indonesia, hal ini ditegaskan di dalam Undang-undang (UU) Dasar 1945 Pasal 33 mengenai tata cara perekonomian nasional. Berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dan juga dibuat departemen atau kementerian khusus adalah Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dengan maksud mendukung perkembangan koperasi di dalam negeri. 
Soetrisno (2001) mencatat bahwa pada akhir dekade 80-an koperasi dunia mulai gelisah dengan proses globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan perdagangan yang semakin pesat, sehingga berbagai langkah pengkajian ulang kekuatan koperasi dikerjakan. Hingga tahun 1992 Kongres International Cooperative Alliance (ICA) di Tokyo melalui pidato Presiden ICA (Lars Marcus) masih menyaksikan perlunya koperasi menyaksikan pengalaman swasta utamanya di NM yang bisa membangun koperasi menjadi unit-unit usaha yang besar yang bisa berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan non-koperasi, termasuk perusahaan-perusahaan multinasional, dan pentingnya koperasi di NSB terutama selaku salah satu cara untuk meminimalisir kemiskinan.
Pada tahun 1995 gerakan koperasi menyelenggarakan Kongres koperasi di Manchester, Inggris dan melahirkan sebuah landasan baru yang dinamakan International Cooperative Identity Statement (ICIS) yang menjadi dasar tentang pengertian prinsip dan nilai dasar koperasi untuk menjawab tantangan globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan jual beli. Di dalam konferensi tersebut, disepakati bahwa untuk mampu menghadapi globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan perdagangan koperasi harus bersikap seperti layaknya “perusahaan swasta.”Dengan demikian menuntaskan perdebatan apakah koperasi selaku forum bisnis atau forum “quasi-sosial”. Dan semenjak itu semangat untuk berbagi koperasi terus menggelora di banyak sekali sistim ekonomi yang semula tertutup kini terbuka. Dalam kata lain, mirip yang diungkapkan oleh Soetrisno (2001), koperasi harus berkembang dengan keterbukaan, sehingga liberalisasi ekonomi dan perdagangan bukan musuh koperasi.. 
Pengalaman di Negara-negara Maju
Menurut data dari ICA, di dunia saat ini sekitar 800 juta orang yaitu anggota koperasi dan diestimasi bahwa koperasi-koperasi secara total melakukan lebih dari 100 juta orang, 20% lebih dari jumlah yang diciptakan oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Pada tahun 1994, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa kehidupan dari hampir 3 miliar orang, atau setengah dari jumlah populasi di dunia terjamin oleh perusahaan-perusahaan koperasi. 
Tidak cuma di negara-negara meningkat (NB) yang pendapatan per kapitanya rendah, namun juga di negara-negara maju (NM), terutama di Amerika Utara, Eropa17dan Jepang tugas koperasi sangat penting. (Tabel ). Suatu studi dari Eurostat (2001) di tujuh negara Eropa menunjukkan bahwa pangsa dari koperasi-koperasi dalam menciptaan potensi kerja meraih sekitar 1 persen di Perancis dan Portugal hingga 3,5 persen di Swiss. Menurut ICA, di Kanada 1 dari 3 orang (atau sekitar 33% dari jumlah populasinya) yaitu anggota koperasi. Koperasi (tergolong koperasi kredit atau credit union) melaksanakan lebih dari 160 ribu orang. Gerakan koperasi the Desjardins (koperasi tabungan dan kredit) dengan lebih dari 5 juta anggota adalah pencipta peluang kerja paling besar di Propinsi Québec. Banyak koperasi pertanian mendirikan industri pupuk dan banyak koperasi yang terlibat dalam kegiatan-acara pengeboran minyak bumi. Banyak koperasinya yang memiliki pangsa yang cukup besar di pasar global. Misalnya koperasi-koperasi gula menguasai sekitar 35% dari buatan gula dunia. 
Di Eropa koperasi tumbuh utamanya lewat koperasi kredit dan koperasi pelanggan yang kuat sampai disegani oleh banyak sekali kekuatan. Di jual beli eceran, koperasi-koperasi konsumsi ialah pionir dari penciptaan rantai perdagangan eceran modern (Furlough dan Strikwerda, 1999). Di sektor perbankan di negara-negara seperti Perancis, Austria, Finlandia dan Siprus, berdasarkan data ICA (1998a), pangsa pasar dari bank-bank koperasi mencapai sekitar 1/3 dari total bank yang ada. Bahkan 2 (dua) bank terbesar di Eropa milik koperasi yakni “Credit Agricole” di Perancis dan RABO-Bank di Netherlands. Kredit sebagai kebutuhan universal bagi umat manusia terlepas dari kedudukannya selaku produsen maupun konsumen dan akseptor penghasilan tetap atau bukan adalah anggota memiliki peluang dari koperasi kredit (Soetrisno, 2001). 
Tabel Perkembangan Koperasi di NM, 1922-1998
Sumber: Kalmi (2006). 
Di negara-negara Skandinavia, koperasi menjadi soko guru perekonomian dan memiliki sebuah sejarah yang sungguh panjang. Di Norwegia, 1 dari 3 orang (atau 1,5 juta dari jumlah populasi 4,5 juta orang) yakni anggota koperasi. Koperasi-koperasi susu bertanggung jawab untuk 99% dari buatan susu; koperasi-koperasi pelanggan memegang 25% dari pasar; koperasi-koperasi perikanan bertanggung jawab untuk 8,7% dari jumlah ekspor ikan; dan koperasi-koperasi kehutanan bertanggung jawab untuk 76% dari bikinan kayu. Di Finlandia, koperasi S-Group punya 1.468.572 anggota yang mewakili 62% dari jumlah rumah tangga di negara tersebut. Grup-grup koperasi dari Pellervo bertanggung jawab untuk 74% dari produk-produk daging, 96% dari produk-produk susu, 50% dari bikinan telor, 34% dari produk-produk kehutanan, dan menanggulangi sekitar 34,2% dari jumlah deposito di bank-bank di negara tersebut. Pada tahun 1995, dua koperasinya yang masuk di dalam 20 koperasi pertanian terbesar di Uni Eropa (UE) ialah Metsaliitto (kayu) dengan penghasilan 3.133 juta ecu dengan 117.783 anggota, dan Valio (produk-produk susu) dengan penghasilan 1.397 juta ecu, 47 anggota dan 5.101 pekerja. Di Denmark, pada tahun 2004 koperasi-koperasi pelanggan meguasai pasar 37% dan dua koperasi pertaniannya, yaitu MD Foods (produk-produk susu) dan Danish Crown (daging) masuk 20 koperasi pertanian paling besar di UE berdasarkan nilai omset pada tahun 1995. Pada tahun itu, penghasilan MD Foods mencapai 1,681 miliar ecu dengan 8919 petani sebagai anggota dan melakukan 3678 orang, sedangkan Danish Crown nyaris mencapai 1,577 miliar ecu dengan 12560 orang anggota dan 6965 pekerja. Di Sweden, koperasi-koperasi pelanggan memegang 17,5% dari pasar pada tahun 2004, dan pada tahun 1995 satu koperasi pertaniannya dari subsektor susu masuk 20 besar di EU, adalah Arla dengan omset 1,369 miliar ecu, anggota 10365 orang, dan mengerjakan 6020 orang. 
Di Jerman, sekitar 20 juta orang (atau 1 dari 4 orang) ialah anggota koperasi, dan koperasi yang jumlahnya meraih 8106 unit telah memberikan bantuan kasatmata bagi perekonomian negara tersebut, diantaranya membuat potensi kerja untuk 440 ribu orang. Salah satu sektor dimana koperasi sangat besar perannya yakni perbankan. Misalnya, bank koperasi Raifaissen sungguh maju dan penting peranannya, dengan kantor-kantor cabangnya di kota maupun desa. Pada tahun 1995, ada dua koperasi dari Jerman yang masuk 20 koperasi pertanian paling besar di UE, yaitu Baywa (fungsi multi) dengan penghasilan 3.542 juta ecu dan menjalankan 10794 orang, dan RHG (fungsi multi) dengan penghasilan 1.790 juta ecu, 260 anggota, dan 2.946 pekerja.
Di Inggris, diperkirakan sekitar 9,8 juta orang adalah anggota koperasi, dan pertanian merupakan sektor di mana tugas koperasi sangat besar. Sektor lainnya yaitu pariwisata. Biro perjalanan swasta terbesar di negara itu adalah sebuah koperasi. Pada tahun 1995, Milk Marque, koperasi produk-produk susu, masuk 20 koperasi pertanian terbesar di UE, dengan omset meraih 2.393.000.000 ecu, dengan jumlah anggota tercatat sebanyak 18 ribu orang dan memberi kesempatan kerja ke 300 orang. Sedangkan di Irlandia, koperasi-koperasi pertaniannya yang juga masuk di dalam kalangan besar tersebut ialah The Irish Dairy Board (jumlah anggota: 71), Avonmore (13245), dan Kerry Group (6000) yang seluruhnya di bidang buatan susu dengan omset antara 1.463,3 juta ecu sampai 1.523,3 juta ecu. Jumlah kesempatan kerja yang diciptakan oleh ketiga koperasi susu tersebut meraih antara 2010 sampai 6426 orang.
Di Perancis jumlah koperasi tercatat sebanyak 21 ribu unit yang memberi pekerjaan terhadap 700 ribu orang, sedangkan di Italia terdapat 70400 koperasi yang melaksanakan hampir 1 juta orang pada tahun 2005. Pada tahun 1995 menurut omset tahunannya, tiga koperasi di Perancis masuk 20 koperasi pertanian terbesar di EU, ialah Sodiaal untuk produk-produk susu dengan omset hampir meraih 2,6 miliar ecu, Socopa untuk daging dengan 1,99 miliar ecu, dan UNCAA untuk input-input dan produk-produk daging dengan omset 1.527.900 ribu ecu. 
Di negara-negara Eropa Timur, koperasi juga sungguh maju. Misalnya, di Hongaria, koperasi-koperasi konsumen bertanggung jawab kepada 14,4% dari makanan nasional dan penjualan-pemasaran eceran biasa pada tahun 2004. Di Polandia, koperasi-koperasi susu bertanggung jawab untuk 75% dari produksi susu di dalam negeri. Di Slovenia, koperasi-koperasi pertanian bertanggung jawab untuk 72% dari produksi susu, 79% dari sapi, 45% dari gandum, dan 77% dari bikinan kentang. Di Slovakia, terdapat lebih dari 700 koperasi yang menjalankan hampir 75 ribu orang. 
Di Selandia Baru, 40% dari populasi remaja adalah anggota koperasi, dan 22% dari PDB negara tersebut berasal dari perusahaan-perusahaan koperasi. Koperasi-koperasi bertanggung jawab untuk 95% dari pasar susu di dalam negeri dan 95% dari ekspor susu. Pasar domestik untuk banyak komoditas yang lain juga didominasi oleh koperasi: 70% dari pasar daging, 50% dari pasar suplai pertanian, 70% dari pasar pupuk, 75% dari penjualan farmasi, dan 62% dari pasar groseri. 
Belanda, meskipun negaranya sungguh kecil, namun koperasinya sungguh maju. Salah satu yakni Rabo Bank milik koperasi yang ialah bank ketiga paling besar dan konon bank ke 13 paling besar di dunia. Contoh lain ialah jual beli bunga. Mayoritas perdagangan bunga di negara ini digerakkan oleh koperasi bunga yang dimiliki oleh para petani setempat. Belanda juga punya banyak koperasi yang berkecimpung di sektor pertanian yang masuk 20 koperasi pertanian paling besar di UE, ialah Campina Melkunie (produk-produk susu), Cebeco Handelsrand (input dan buatan pertanian), Friesland Dairy Foods (produk-produk susu), Coberco (produk-produk susu), Demeco (daging), dan Greenery/VTN (buah-buahan dan sayur-sayuran), dengan penghasilan paling kecil 1,346 miliar ecu (VTN) hingga terbesar 3.1 miliar ecu (Campina), jumlah anggota paling sedikit 50 orang (Cebeco) dan terbanyak 17850 orang (VTN) dan jumlah pekerja paling sedikit 3000 orang (Dumeco) dan terbanyak 7490 orang (Friesland). Di negara tetangganya Belgia, pada tahun 2001 tercatat jumlah koperasi meraih 29.933 unit, dan koperasi farmasinya mempunyai pangsa pasar sekitar 19,5%. 
Sementara itu, di AS 1 dari 4 orang (atau sekitar 25% dari jumlah pendudu) yaitu anggota koperasi. Lebih dari 30 koperasi punya penghasilan tahunan lebih dari 1 miliar dollar AS. Salah satu koperasi yang sungguh besar yaitu koperasi kredit (credit union) yang jumlah anggotanya mencapai sekitar 80 juta orang dengan rata-rata jumlah simpanannya 3000 dollar (Mutis, 2001). Di Negara Paman Sam ini koperasi kredit berperan penting utamanya di lingkungan industri, misalnya dalam pemantauan kepemilikan saham karyawan dan menyalurkan gaji karyawan. Begitu pentingnya tugas koperasi kredit ini sehingga para buruh di Amerika Serikat (seperti juga di Kanada) sering memperlihatkan julukan koperasi kredit sebagai “bank rakyat”, yang dimiliki oleh anggota dan menunjukkan layanan kepada anggotanya pula (Mulyo, 2004). Selain di sektor kredit, koperasi di AS juga kuat di sektor-sektor lainnya tergolong, industri, pertanian dan enerji. Sekitar 90% lebih distribusi listrik desa di AS dikuasai oleh koperasi. Koperasi Sunkis di California mensuplai bahan dasar untuk pabrik Coca Cola, sehingga pabrik tersebut tidak perlu menciptakan kebun sendiri. Dengan demikian pabrik Coca Cola cukup membeli sunkis dari koperasi Sunkis yang dimiliki oleh para petani sunkis (Mutis, 2001). 
Koperasi di AS terutama sungguh penting di pertanian. Data 2002 memberikan bahwa pada tahun itu, ada sekitar 27 ribu lebih koperasi pertanian dengan sekitar 156,19 juta petani sebagai anggotanya (banyak dari mereka menjadi anggota dari lebih dari 1 koperasi. Jumlah ini terbesar di antara kalangan NM (Tabel 4). Koperasi di pertanian terfokus pada aktivitas-aktivitas berikut ini: pemasaran produk-produk pertanian, pemasokan bahan baku/input, dan yang terkait dengan pelayanan-pelayanan petani lainnya. Mereka menguasai kurang lebih 28% hingga 30% pangsa pasar (Zeuli dan Cropp, 2005).20Beberapa koperasi pertanian yang sungguh maju di AS ialah Agrilink, Cenex Harvest States, Dairy Farmers of America, Farmland, dan Land O’ Lakes. 
Tabel Jumlah koperasi pertanian di NM, 2002

Keterangan:  data 1996;  data 1995;  tidak ada data 
Sumber: International Co-operative Alliance, www.coop.org/statistics.html. (April, 2002); untuk tahun 1996 dan 1995 dari van Bekkum dan van Dijk (1997) yang dikutip dari Nello (2000). 
Hal penting yang lain yang dapat dilihat dari tabel tersebut yakni bahwa di Finlandia dan Inggris, perbandingan data yang ada untuk dua abad ialah 1996 dan 2002 memberikan adanya penurunan jumlah koperasi yang cukup signifikan. Banyak literatur mengenai koperasi di Eropa dan AS menyampaikan bahwa dalam 20 tahun terakhir ini memang koperasi-koperasi di dua kawasan tersebut menghadapi persaingan yang kian ketat yang memaksa mereka untuk melakukan penggabungan, akuisisi, atau kerja sama dalam bentuk-bentuk lain selaku salah satu taktik untuk survive. Misalnya Nello (2000) memaparkan bahwa memang semenjak final 90an banyak koperasi di Eropa yang melaksanakan strategi tersebut. 
Pada tahun 2002 jumlah koperasi di negara adi daya ini tercatat mencapai 48 ribu unit di nyaris semua jalur bisnis, memberikan pelayanan terhadap 120 juta anggota, atau sekitar 4 dari setiap 10 masyarakatdi negara tersebut. 100 koperasi paling besar di AS, diperingkat menurut omset, secara individu menciptakan paling sedikit 346 juta dollar AS dan dalam total mencapai 119 miliar dollar AS pada tahun tersebut (Zeuli dan Cropp, 2002) (Tabel). 

Tabel 100 Koperasi terbesar menurut Omset dan Sektor Bisnis di AS, 2002

Sumber: Zeuli dan Cropp, 2002). 
Di Jepang, 1 dari setiap 3 keluarga yaitu anggota koperasi. Koperasi menjadi wadah perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian. Koperasi-koperasi pertanian menciptakan output sekitar 90 miliar dollar AS dengan 91% dari jumlah petani di negara tersebut sebagai anggota. Peran koperasi di pedesaan Jepang sudah mengambil alih fungsi bank sehingga koperasi sering disebut pula selaku “bank rakyat” alasannya adalah koperasi tersebut beroperasi dengan menerapkan tata cara perbankan. Bahkan salah satu bank besar di Jepang yakni koperasi, yakni bank Nurinchukin bank (Rahardjo, 2002). 
Di negara-negara Asia lainnya dengan tingkat pembangunan ekonominya yang telah relatif tinggi mirip Singapura dan Korea Selatan, peran koperasi juga sungguh besar. Di Singapura 50% dari jumlah populasinya yaitu anggota koperasi. Koperasi-koperasi konsumennya memegang 55% dari pasar dalam pembelian-pembelian supermarket dan memiliki sebuah penghasilan sebesar 700 juta dollar AS. Di Korea Selatan, koperasi-koperasi pertanian punya anggota lebih dari 2 juta petani (90% dari jumlah petani), dan menghasilkan output sebanyak 11 miliar dollar AS. Koperasi-koperasi di subsektor perikanan mempunyai pangsa 71%. 
Koperasi konsumen di Singapura, mirip juga di misalnya Jepang, Kanada dan Finlandia bisa menjadi pesaing terkuat perusahaan raksasa ritel aneh yang menjajal masuk ke negara tersebut (Mutis, 2003). Bahkan di beberapa negara tersebut, mereka berupaya untuk mengarahkan perusahaannya agar berbentuk koperasi. Dengan membangun perusahaan yang berbentuk koperasi diharapkan masyarakat lokal mempunyai potensi besar untuk memanfaatkan kesempatandan asset ekonomi yang ada di daerahnya (Mulyo, 2004). 
Hebatnya perkembangan dari koperasi-koperasi di negara-negara maju tersebut memberi kesan bahwa koperasi tidak bertentangan dengan ekonomi kapitalis. Sebaliknya, koperasi-koperasi tersebut tidak hanya bisa selama ini bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar non-koperasi, tetapi mereka juga menyumbang kepada perkembangan ekonomi dari negara-negara kapitalis tersebut. Seperti sudah diterangkan di atas bahwa koperasi lahir pertama kali di Eropa yang juga ialah kawasan lahirnya tata cara ekonomi kapitalis. 
Banyak studi-studi perkara atau laporan-laporan perihal keberhasilan dari koperasi-koperasi di NM. Misalnya dari Trechter (2005) mengenai the Fonterra Cooperative Group (FCG) di Selandia Baru (SB) dan the Australian Wheat Board (AWB). Dalam suatu jangka waktu yang relatif pendek, pemasaran susu di SB telah berubah dari suatu sektor yang terfrakmentasi ke dalam sejumlah koperasi yang saling berkompetisi ke satu sektor yang didominasi oleh satu koperasi. Tahun 1996 ada 14 koperasi susu di SB. Sekarang cuma ada satu koperasi susu yang besar, yaitu FCG, dan dua yang kecil berbasis regional yang beroperasi di SB. Tahun 2000, Kiwi Cooperative Dairies (Kiwi) dan New Zealand Dairy Group (NZDG) mendominasi industri susu di SB dan mereka yakni pesaing-pesaing berat. Negosiasi-perundingan antara Kiwi dan NZDG yang kesannya membuat terbentuknya FCG sungguh usang dan alot. Menurut website-nya, FCG ialah korporasi paling besar di SB, dengan 7% dari PDB negara itu, menyumbang sekitar 20% dari cadangan devisa SB, dan perusahaan susu terbesar ke empat di dunia (http://fonterra.com). FCG melalui Kiwi Dairies dan NZDG memiliki sejumlah merek pelanggan yang sangat besar lengan berkuasa, diantaranya Anchor, Peters and Brownes, dan Tip Top. FCG punya sekitar 12.300 anggota dan akomodasi-kemudahan bikinan di Brazil dan Australia, selain di SB. FCG secara cepat memperluas pengaruhnya di pasar susu di Australia dengan berbelanja Australian Food Holdings, bab dari National Food dan upaya-upaya yang sedang dilakukan untuk memperluas kepemilikannya dari Koperasi Bonlac dari 25% ke 50%. Tujuan utama dari didirikannya FCG yaitu untuk meraih pengurangan biaya-ongkos dan untuk menyediakan sebuah landasan yang lebih efektif untuk bisa bersaing di pasar-pasar susu global. Kedua tujuan ini mempromosikan penggabungan dua tipe yang teridentifikasi dari pengurangan-pengurangan ongkos-biaya. Pertama, rasionalisasi dari rantai suplai diharapkan mampu menciptakan pengurangan-pengurangan yang substansial. Fasilitas-kemudahan dan posisi-posisi yang duplikat dieliminasi melalui penggabungan itu. Kedua, penggabungan itu diperlukan mampu menciptakan FCG bisa merealisasikan skala ekonomis, yang berarti biaya rata-rata, yang berarti juga harga jual rata-rata per satu unit output menjadi murah. 
Pendirian FCG waktu itu diperlukan bisa meningkatkan kemampuan dari industri susu SB untuk bersaing di pasar-pasar internasional. FCG cocok dengan definisi dari sebuah generasi baru dari koperasi dalam banyak hal: (1) koperasi tersebut miliki dan diawasi oleh pemakai (dengan santunan bunyi berdasarkan jumlah susu yang diserahkan bukan menurut satu orang-satu bunyi); (2) laba-keuntungan dibagikan berdasarkan pemakaian; (3) FCG bukan sepenuhnya sebuah koperasi berdasarkan keanggotaan karena koperasi itu mesti menerima penyuplai-pemasok baru; (4) FCG punya sebuah relasi kontraktual dengan produsen-produsennya yang mesti punya satu bab dari stok susu FCG untuk setiap kilo dari susu yang akan diserahkannya. 
Karakteristik penting lainnya dari FCG ialah bahwa koperasi tersebut memiliki sebuah konsentrasi yang kuat pada pengerjaan produk-produk yang bermacam-macam yang membuat kesetiaan pembeli dan harga premium. 
AWB juga mempunyai sebuah sejarah yang panjang. Didirikan oleh pemerintah Australia pada tahun 1939 dan memberikan otoritas untuk mengekspor gandum. Pada tahun 2001 AWB ekspor lebih dari 15 juta mt, gandum dan mempunyai pembeli-pembeli di lebih dari 40 negara. AWB punya saham 3% dari jumlah ekspor dan 12% dari ekspor pertanian Australia. Di dalam konteks Australia dan pasar gandum global, AWB ialah pemain utama. Pada tahun 2001, AWB memegang saham paling besar kedua (17%) dari pemasaran-penjualan di pasar gandum global. 
Peterson (2005), mengatakan bahwa koperasi mesti memiliki kelebihan-kelebihan kompetitif dibandingkan organisasi-organisasi bisnis yang lain untuk bisa menang dalam kompetisi di dalam abad globalisasi dan jual beli bebas dikala ini. Keunggulan kompetitif disini didefinisikan selaku suatu kekuatan organisasional yang secara terperinci menempatkan suatu perusahaan di posisi terdepan dibandingkan pesaing-pesaingnya. Faktor-faktor kelebihan kompetitif dari koperasi harus datang dari: (1) sumber-sumber tangible seperti mutu atau keunikan dari produk yang dipasarkan (contohnya formula Coca-Cola Coke) dan kekuatan modal; (ii) sumber-sumber bukan tangible seperti brand name, reputasi, dan contoh administrasi yang dipraktekkan (misalnya tim manajemen dari IBM); dan (iii) kapabilitas atau kompetensi-kompetensi inti yaitu kemampuan yang kompleks untuk melakukan suatu rangkaian pekerjaan tertentu atau acara-kegiatan kompetitif (contohnya proses penemuan dari 3M). Menurutnya, salah satu yang mesti dikerjakan koperasi untuk bisa memang dalam persaingan yaitu membuat efisiensi ongkos. Tetapi ini juga mampu ditiru/dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan lain (non-koperasi). Kaprikornus, ini bukan suatu kelebihan kompetitif yang sebetulnya dari koperasi. Menurutnya satu-satunya kelebihan kompetitif bantu-membantu dari koperasi ialah relevansinya dengan anggota. Misalnya, di koperasi bikinan komoditas-komoditas pertanian, melalui anggotanya koperasi tersebut mampu melacak materi baku yang lebih hemat biaya, sedangkan perusahaan non-koperasi harus mengeluarkan uang untuk mencari materi baku murah. 
Loyd (2001) memastikan bahwa koperasi-koperasi perlu mengerti apa yang bisa menciptakan mereka menjadi unggul di pasar yang mengalami pergeseran yang semakin cepat akibat banyak faktor multi tergolong pertumbuhan teknologi, kenaikan pendapatan penduduk yang menciptakan perubahan selera pembeli, inovasi-inovasi material baru yang bisa menciptakan output lebih hemat biaya, ringan, baik kualitasnya, tahan lama, dsb.nya, dan kian banyaknya pesaing-pesaing gres dalam skala yang lebih besar. Dalam menghadapi pergeseran-perubahan tersebut, menurutnya, faktor-aspek kunci yang menentukan keberhasilan koperasi yaitu: (1) posisi pasar yang besar lengan berkuasa (antara lain dengan mengeksploitasikan potensi -potensi vertikal dan mendorong integrasi pelanggan); (2) pengetahuan yang unik tentang produk atau proses produksi; (3) sungguh memahami rantai buatan dari produk bersangkutan; (4) terapkan suatu strategi yang cemerlang yang mampu merespons secara sempurna dan cepat setiap pergantian pasar; dan (5) terlibat aktif dalam produk-produk yang memiliki tren-tren yang meningkat atau harapan-kesempatan kala depan yang bagus (jadi berbagi kesempatan yang sungguh tepat). 
Berdasarkan observasi mereka tehadap pertumbuhan dari koperasi-koperasi pekerja di AS Lawless dan Reynolds (2004) memberikan beberapa standar kunci dan praktek-praktek terbaik. Menurut mereka, persyaratan-tolok ukur kunci untuk mengawali sebuah koperasi yang sukses adalah selaku berikut: (1) mempunyai kepemimpinan yang visioner yang bisa “membaca” kecenderungan kemajuan pasar, kemajuan teknologi, pergeseran pola kompetisi, dll.; (2) menerapkan struktur organisasi yang sempurna yang mencerminkan dan mengiklankan sebuah kultur terbaik yang sesuai terhadap bisnis bersangkutan (antara lain keadaan pasar/persiangan dan sifat produk atau proses bikinan dari produk bersangkutan); (3) inovatif dalam pendanaan (jadi tidak cuma tergantung pada kontribusi anggota, namun juga lewat penjualan saham ke non-anggota atau pinjam dari bank); dan (4) memiliki orientasi bisnis yang kuat. Sedangkan best practices berdasarkan mereka ialah tergolong: (1) anggota sepenuhnya mengerti industri-industri atau sektor-sektor yang mereka guleti dan kekuatan-kekuatan serta kekurangan-kekurangan dari koperasi mereka; (2) struktur organisasi atau contoh manajemen yang dipraktekkan sepenuhnya didukung oleh anggota (metode manajemen bisa secara kolektif atau dengan sebuah struktur hirarki manajemen/dewan pengurus; (3) punya suatu misi yang didefinisikan secara jelas dan konsentrasi; dan (4) punya pendanaan yang cukup. 
Sedangkan berdasarkan Pitman (2005) dari hasil penelitiannya kepada kinerja banyak sekali macam koperasi di Wisconsin (AS), selain faktor-faktor di atas, koperasi yang sukses yakni koperasi yang melaksanakan hal-hal berikut ini: (1) memakai komite-komite, penasehat-penasehat dan jago-mahir dari luas secara efektif; (2) selalu menawarkan info yang lengkap dan up to date kepada anggota-anggotanya sehingga mereka tetap terlibat dan suportif; (3) melaksanakan rapat-rapat atau konferensi-pertemuan bisnis dengan memakai acara yang terencana, mekanisme-mekanisme dewan legislatif, dan pengambil keputusan yang demokrasi; (4) menjaga relasi-kekerabatan yang bagus antara manajemen dan dewan administrator/pengurus dengan peran-peran dan tanggung jawab- tanggung jawab yang didefinisikan secara terperinci; (5) mengikuti praktek-praktek akutansi yang baik, dan mempersentasikan laporan-pembukuan keuangan secara regular; (6) menyebarkan aliansi-aliansi dengan koperasi-koperasi yang lain; dan (7) berbagi kebijakan-kebijakan yang jelas terhadap konfidensial dan pertentangan kepentingan. 
Keeling (2005) meneliti mengapa dalam bertahun-tahun dewasa ini banyak koperasi-koperasi besar di California termasuk dua yang terkenal Tri-Valley Growers (TVG) dan the Rice Growers Association (RGA) telah tutup, sedangkan banyak yang lain sedang mengalami kesusahan-kesusahan keuangan. Perkembangan-pertumbuhan tersebut memberi kesan bahwa koperasi-koperasi di California mungkin semakin mengalami kesulitan untuk bersaing dalam iklim bisnis pertanian dikala ini dengan kompetisi yang kian ketat dari produk-produk luar negeri tergolong dari China. Akhirnya, hasil studi tersebut mendukung hipotesis awal bahwa, RGA dan TVG tutup utamanya balasan variasi dari sejumlah aspek berikut: (1) kurangnya pendidikan dan pengawasan dari dewan administrator/pengurus; (2) administrasi yang tidak efektif; dan (3) keanggotaan yang pasif. 
Sedangkan bagi Anderson dan Henehan (2003), administrasi dan direktur yang efektif dalam arti cepat mengambil sebuah keputusan yang sempurna dalam merespons kepada kemajuan-pertumbuhan bisnis terkait (misalnya pergantian pasar atau masuknya pesaing-pesaing gres) sangat memilih kesuksesan suatu koperasi. Mereka mesti memutuskan bahwa dengan tindakan yang cepat koperasi mereka mampu menerima keberhasilan-kesuksesan yang maksimum. Menurut mereka, koperasi yang bisa berhasil atau paling tidak yang mampu survive dalam era kompetisi yang makin ketat ini, diantara faktor-faktor kunci lainnya, yaitu yang dipimpin oleh dewan administrator bermutu. Dan untuk mendapatkan eksekutif-direktur berkualitas ialah tugas para anggota untuk menentukan mereka. Kemudian, dewan direktur bertanggung jawab dalam menyeleksi manajer yang berkualitas, berbagi suatu seni manajemen yang besar lengan berkuasa, dan mengimplementasikan suatu struktur keuangan yang baik. Selain itu, para anggota juga mesti aktif memonitor kinerja dari koperasi, dewan dan manajemennya. 
Di NM koperasi utamanya di pertanian dikala ini sedang mengalami perubahan akibat kompetisi global yang kian sengit dan perubahan selera pelanggan. Di AS, akibat kompetisi dari produk-produk pertanian dari luar negeri dan pergeseran pola konsumsi, telah terjadi konsolidasi dari produksi pertanian. Pada tahun 1969 terdapat 2.730.250 petani di negara tersebut, dan pada tahun 1997 jumlahnya merosot ke 1.911.859, sebuah penurunan 30%. Pada waktu yang serupa, rata-rata skala perjuangan petani meningkat. Saat jumlah petani menurun dan jumlah bikinan per petani meningkat, setiap individu pembeli produk-produk pertanian menjadi sungguh penting bagi koperasi koperasi setempat penyuplai dan penjualan produk-produk pertanian. Pada waktu bersamaan, koperasi-koperasi pertanian tersebut yang menghadapi pembeli yang lebih minim, masing-masing dengan daya beli yang lebih besar, bersaing lebih berangasan satu dengan yang lainnya untuk menerima pembeli/laba. Industri-industri yang memasok petani (bibit, pupuk dll.) dan industri-industri pembuatan produk-produk pertanian sedang mengalami sebuah periode dari konsolidasi, yang menyisakan lebih minim jumlah pemain untuk bersaing mendapatkan bisnis dari sisa produsen yang masih ada. Sebagai tambahan, perusahaan-perusahaan kunci di industri-industri tersebut dalam banyak masalah juga merupakan koperasi pemasok-penyuplai dan pembeli-pembeli setempat produk-produk pertanian. Ini artinya pilihan menjadi lebih minim bagi koperasi dikala harus menetapkan membeli dari dan memasarkan terhadap siapa, yang meminimalkan daya tawar dari koperasi setempat tersebut. Saat mirip ini dimana koperasi-koperasi lokal berjuang untuk menghadapi tantangan-tantangan seperti itu, banyak yang merespons dengan melakukan perubahan structural.
Dari observasi mereka, Vandeburg, dkk. (2000) memperoleh banyak manajer-manajer koperasi lokal melaksanakan perubahan struktural dengan cara bergabung, akuisisi, bekerja sama, dan melakukan aliansi strategis dengan koperasi-koperasi yang lain atau dengan perusahaan-perusahaan berorientasi penanam modal. Dari inovasi tersebut, mereka menyimpulkan bahwa langkah-langkah seperti itu yakni sangat tetap biar koperasi-koperasi pertanian bisa survive atau tetap kompetitif dalam kondisi mirip yang digambarkan di atas. 
Tetapi di atas segalanya, mutu dari manajer atau dewan administrator sangatlah krusial. Mereka harus mampu membaca kemajuan tren-tren di pasar domestik dan global, baik yang sedang berlangsung dikala ini maupun kemungkinan-kemungkinan yang mau terjadi di kala depan. Mereka mesti mampu merespons secara cepat dan tepat setiap pergantian yang terjadi.(Barr, 2005). 
Dari pengamatannya terhadap pertumbuhan koperasi di AS, McKenna (2001) menjabarkan sejumlah karakteristik dari koperasi yang sukses. Diantaranya yang paling menonjol ialah: (1) menerapkan strategi yang rasional yang cocok dengan lingkungan usahanya yang berlaku untuk mampu tetap beroperasi; (2) memiliki sebuah visi yang lebih luas dari hanya memproduksi bahan baku (produsen perlu mengetahui apa artinya menanam dalam nilai tambah); (3) keputusan-keputusan didasarkan pada isu yang kredibel; (4) keuangan baik; (5) pemilik atau dewan direktur mampu memimpin dengan baik (dewan administrator yang lebih banyak diambil dari luar bisa menaikkan kemampuannya untuk menciptakan keputusan-keputusan strategis) ; (6) menggunakan/melakukan manajer professional (ini juga mengembangkan kinerja koperasi); dan (6) punya harapan menjadi “yang paling jago di kelompoknya” vs. “menambah rantai nilai”. 
Dari penelitiannya terhadap pertumbuhan koperasi pertanian dan persoalan-urusan yang dihadapi oleh koperasi di Uni Eropa (UE), Nello (2000) memperlihatkan sejumlah langkah yang mesti diambil semoga koperasi pertanian bisa berkembang dengan baik, yang antara lain adalah (1) menghilangkan ketidakunggulan dari petani-petani kecil-kecilan yang terfregmentasi dengan cara menolong mereka untuk mengkonsentrasi suplai, menstabilkan harga produsen, dan mengembangkan kekuatan tawar dari petani-petani (anggotanya); (2) menciptakan peluang atau kesanggupan petani untuk mengeksploit skala irit dan meningkatkan kapasitas mereka untuk bersaing pada sebuah pasar yang lebih besar (contohnya pasar ekspor); (3) memperbaiki mutu dan mengoptimalkan orientasi pasar, dan dengan cara itu membantu petani untuk menyanggupi ajakan-permintaan yang meningkat dari konsumen untuk produk-produk kuliner yang bervariasi, aman, dan spesifik regional (spesialisasi); (4) menolong petani untuk bisa memperbaiki mutu dalam proses buatan, pembungkusan, penyimpanan dan lain sebagainya sesuai kriteria-persyaratan internasional yang berlaku; (5) memperbaiki kinerja manajemen, dewan administrator dan organisasi koperasi untuk meningkatkan kepuasan anggota; dan (6) menjamin sumber pendanaan yang cukup. 
Dengan membandingkan koperasi perdesaan di Belanda dengan di Afrika Sub-Sahara, Braverman, dkk. (1991) menyimpulkan bahwa buruknya kinerja koperasi di Afrika Sub-Sahara (atau di banyak negara berkembang (NB) kebanyakan) disebabkan oleh sejumlah aspek yang mampu dibedakan antara aspek-aspek eksternal diluar kontrol koperasi dan faktor-faktor internal. Faktor-faktor internal utamanya yaitu kekurangan partisipasi anggota, persoalan-persoalan struktural dan kendali, dan kesalahan administrasi. Sedangkan faktor-aspek eksternal khususnya yaitu intervensi pemerintah yang terlalu besar yang sering didorong oleh donor, kesusahan lingkungan-lingkungan ekonomi dan politik, dan impian-cita-cita yang tidak realistic dari peran dari koperasi. Menurut mereka, problem yang paling signifikan ialah cara bagaimana koperasi itu dipromosikan oleh pemerintah. Promosi yang sifatnya dari atas ke bawah sudah menghalangi anggota untuk aktif ikut serta dalam pembangunan koperasi. Bentuk-bentuk organisasi dan acara-acara yang harus dilaksanakan dikontrol oleh pihak luar. Kaprikornus koperasi sudah gagal untuk berubah menjadi unit-unit yang berdikari dan sepenuhnya menurut anggota. Masih dalam kaitan ini, Linstad (1990) mengatakan bahwa di banyak NB kadang kala pemerintah menyaksikan dan memakai koperasi sebagai suatu alat untuk mengerjakan jadwal-jadwal pembangunannya sendiri. Koperasi sering dibutuhkan bahkan di paksa berfungsi selaku kemakmuran sosial dan sekaligus sebagai organisasi ekonomi, yang dengan sendirinya memberi beban sangat berat kepada struktur administrasi koperasi yang pada umumnya lemah. Menurut Braverman, dkk. (1991), sedikit sekali perhatian diberikan kepada kondisi-kondisi ekonomi dimana koperasi-koperasi dibutuhkan melaksanakan banyak sekali kegiatan. Promosi koperasi yang tidak diskriminatif, adalah tanpa memberi perhatian pada hal-hal mirip dinamik-dinamik internal, insentif, struktur kendali, dan pendidikan dari anggota, kadang kala sudah menciptakan koperasi-koperasi menjadi organisasi-organisasi birokrasi yang sangat tergantung pada pinjaman pemerintah dan politik. Oleh alasannya itu, Gentil (1990) menegaskan bahwa semoga koperasi maju maka korelasi antara pemerintah dan koperasi yang didefinisikan ulang. 
Rangkuman dari hasil Konferensi Tahunan Koperasi-Koperasi Petani, Oktober 29-20, 2001 di LasVegas, Nevada (AS)22menghasilkan beberapa butir penting yang disampaikan oleh pembicara-pembicara perihal tantangan yang dihadapi oleh koperasi pada era kini ini. Diantaranya dari Larson, adalah selaku berikut: (1) membangun suatu tata cara koperasi yang menyatukan tugas setempat dan tugas regional; dalam kata lain bagaimana koperasi lokal dan koperasi regional bisa melakukan pekerjaan sama untuk jangka panjang); (2) menciptakan penghasilan yang cukup (atau memaksimalkan profit); (3) membuatkan atau menyempurnakan seni manajemen dan keahlian pemasaran (mensegmentasikan pasar cuma awal); (4) acara-acara SDM; dan (5) menyebarkan dan melakukan sebuah seni manajemen e-commerce. Pesan paling utama dari Larson untuk koperasi-koperasi setempat yaitu bahwa kinerja keuangan yang solid sangat penting; koperasi-koperasi harus memiliki tujuan-tujuan penggerak/kenaikan kinerja. 
Selain studi-studi perkara di atas, beberapa pengamat koperasi di Indonesia juga menjajal menganalisa kesuksesan koperasi di NM. Misalnya menurut Soetrisno (2001, 2003a,b,c), versi-model keberhasilan koperasi di dunia lazimnya berangkat dari tiga kutub besar, yakni konsumen mirip di Inggris, kredit seperti di Perancis dan Belanda dan produsen yang meningkat pesat di daratan Amerika, khususnya AS dan di beberapa negara di Eropa. Dari evaluasinya, Soetrisno menyaksikan ada beberapa syarat semoga koperasi mampu maju, ialah: (i) skala usaha koperasi mesti patut secara ekonomi;23(ii) koperasi harus memiliki cakupan aktivitas yang meraih keperluan masyarakat luas, kredit (simpan-pinjam) mampu menjadi platform dasar menumbuhkan koperasi;24(iii) posisi koperasi produsen yang menghadapi duduk perkara bilateral monopoli menjadi akar memperkuat posisi tawar koperasi;25dan pendidikan dan kenaikan teknologi menjadi kunci untuk meningkatkan kekuatan koperasi (pengembangan SDM).