Pada kala kemerdekaan, dimengerti bahwa Moh Hatta pernah berpena “kurang Cerdas dapat diperbaiki dengan berguru, kurang mahir dapat dihilangkan dengan pengalaman, tetapi tidak jujur mampu diperbaiki.
Pada pendidikan di Indonesia, pada tingkat setempat sudah diterapkan pada tingkat Nasional selaku bagian dari problem Negara kepada sumber manusia, dan ekonomi rakyat menurut tingkat Global, dengan penciptaan manusia yang bermutu.
Pengalaman aku, ketika pendidikan Negeri, di Pontianak, Indonesia hal itu memang sudah terjadi, dengan tata cara pendidikan yang diusung oleh guru-guru yang memang menjadi pemain drama paling baik untuk memerankan tata cara pendidikan dikala ini. Yang lalu nanti ketika cukup umur selaku bagian dari asimilasi budaya.
Hal ini, pastinya berjalan hingga saat ini tidak mampu elakan dikala orang-orang yang melakukan hal itu memang sebagai dasar dari kesadaran diri mereka di Tanah Jawa, dan sampai di Kalimantan.
Pembangunan diberbagai Negara berlangsung dengan metode pemaksaan yang dipraktekkan secara modern. Mereka tidak menguasai teknologi, namun dengan memperalat orang yang berada pada insan dengan sistem politik dan pendidikan yang mereka bangkit.
Itulah orang Indonesia, tidak dipungkiri ketika mereka berada diluar Negaranya, cuma mempesona di sangkar dengan istilah saat ini. Untuk diketahui bahwa berbagai hal terkait dengan potensi mereka terhadap siapa mereka, dan berada darimana mereka sebagai manusia.
Mungkin, akan dijumpai dengan halnya duduk perkara masyarakat Jawa yang memang dikala ini sakit kepala dengan dilema yang masuk seperti invenstasi, ekonomi global, starup, dan lainnya. Kata-kata yang dipraktekkan tersebut, ialah kutipan dari era pemerintahan Bung Karno, dan itu masih digunakan pada tahun 2000an, dan selanjutnya.
Apa yang mempesona hal ini, berkualitaskah mereka ? tampaknya belum juga, dengan banyak sekali hal terkait dengan metode budaya yang diterapkan masih jauh dengan wawasan terhadap pembangunan.