The Polish Peasant in Europe and America (1918), ataupun studi tentang ras dari Robert Park, yakni Race and Culture (1950), namun dalam sejarah sosiologi, tugas Du Bois condong termarginalkan.
Hal ini alasannya adalah rasisme mengakar tidak cuma dalam budaya Amerika, namun juga termanifestasi dalam reproduksi wawasan sosiologi sekaligus acuan pikir sosiolog-sosiolog perintis itu sendiri.
Jika temuan dari Morris ini benar, aku setuju dengan provokasi dari Profesor Julian Go (2016) dari Universitas Boston yang menjelaskan bahwa mengapa kita menghabiskan banyak waktu mempelajari, menulis, dan berdebat mengenai Chicago school?.
Du Bois memfokuskan studinya pada isu-berita mengenai ras. Kontras dengan tentang secara umum dikuasai dari penganut eugenics dan darwinisme pada waktu itu yang mereproduksi bahwa ras kulit gelap berada dalam posisi inferior secara fisik dan kultural, berdasarkan Du Bois, inferioritas tersebut merupakan produk dari konstruksi sosial (Morris 2015:29).
Hal ini meliputi reproduksi sistem perbudakan, segregasi ras—tergolong yang termanifestasi dalam kebijakan nasional Amerika pada waktu itu. Untuk mengonstruksi perihal alternatif tersebut, Du Bois melaksanakan studi empiris dengan mixed methods di komunitas kulit gelap Philadelphia. Hasil studi ini dipublikasikan dalam The Philadelphia Negro dan The Negroes of Farmville dan menurut Morris ialah pioner studi empiris sosiologi pertama dalam tradisi Amerika.
Suatu desain mengenai adanya suatu konstruksi sosial, dengan reproduksi metode perbudakan yang mengalami berbagai proses pada kebijakan Amerika, tentunya mengarah pada adanya komunitas yang bersangkutan. Jika di Indonesia, tentang hal akan mencakup aneka macam problem terhadap keperluan komunitas untuk lebih mengetahui perkembangan budaya kepada budaya Barat, yang lebih mengarah pada fatwa untuk lebih soft.
Mengenai hal ini, akan ada berdebatan yang berlangsung, mengenap dilema terhadap metode pengetahuan yang mengarah pada dinamika budaya Amerika yang mempunyai potensi terhadap manifestasi reproduksi pengetahuan yang berbeda, karena dalam hal ini akan lebih penting mengenao waktu untuk mempelajari pendidikan yang bagus mengenai Negara lainnya, tergolong Filandia.
Sebuah pengertian tentang adanya sistem produk yang mengarah pada metode sosial yang lebih berlawanan, hal ini karena adanya keterlibatan Du Bois sebagai public sociologist mengenai rasisme yang juga ditunjukkan dalam perdebatannya perihal kebijakan publik bagi pemberdayaan keturunan Afrika-Amerika dengan Booker T. Washington yang disokong oleh Robert Park dari Universitas Chicago.
Perbedaan persepsi perihal metode sosial, mestinya menjadi pandangan tentang ada sistem budaya yang ada terhadap pembauran yang melekat pada persoalan sistem rasisme, etnik serta suku yang berbeda dengan Amerika, bila keberagamaan suku hendaknya diketahui keberadannya pada tata cara tatanan sosial budaya masyarakat yang ada di Indonesia.
Suatu pemberdayaan yang menempel pada perjuangan kepada dinamika budaya masyarakat yang mengarah pada perbedaan suatu tradisi.
Pandangan perihal budaya yang mempunyai peran kepada perubahan sosial budaya masyarakat, muncul ketika duduk perkara kulit putih di Amerika Serikat, menjadi dilema kepada upaya kesempatanyang berlainan dengan wawasan yang pada umumnya mengarah pada sistem kebijakan yang dibentuk, dengan kesempatanpertentangan kepada perkembangan politik Demokrasi di Amerika Serikat.
Ketika itu, yang lebih penting perihal adanya perlawanan dan, secara kongkret akankah kita sebagai sosiolog terjaga bahwa selama ini reproduksi pengetahuan utamanya sosiologi telah terdistorsi oleh rasisme dan berani melaksanakan perlawanan? Hal ini perlu menjadi renungan ke depan bagi sosiolog-sosiolog Indonesia kalau ingin meneruskan acara decentering social theory (Connell 2013; Go 2013.