Dengan adanya keberatan yang perlu dikenali bahwa dengan masalah pemerintah kepada symbol partai yang menjadi problem bagi protesnya penggunaan kata Ka”bah, yang salah satu symbol sacral Islam, dalam hal ini menilai bahwa adanya penawaran spesial bagi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Partai politik yang menggunakan Ka”bah selaku simbolnya, sementara pada dikala yang serupa partai politik ini ialah saingan partai penguasa yang sedang berada di tampuk pemerintahan, yakni Golkar.
Persaingan untuk mencapai kedudukan tinggi pada tata cara politik di Indonesia, dengan banyak sekali lambing atrubut yang disampaikan. Ketika, hal ini menjadi perdebatan diberbagai stasiun televise, media sosial, dan teknologi pendukung sepanjang dinamika politik berlangsung.
Tidak terkecuali dalam hal ini, dengan PDI Perjuangan yang telah menjadi sorotan bahwa menjadi biang rebut terhadap kadernya di DKI Jakarta, dengan orasi massa dengan banyak sekali perdebatan kepada tata cara politik, aspek lainnya tentang masalah bangsa, serta lainnya.
Hal yang perlu diketahui dikala mereka mengetahui aneka macam masalah politik yang terkadang menjadi “Resolusi pertentangan antar agama”. Salah satu perdebatan terhadap dinamika tata cara politik, menurut program kerja dan lainnya, seringkali hal ini menjadi pemicu persoalan kepada metode partai berkoalisi juga.
Te;ah disampaikan bahwa, aksi protes yang kadang kala menjadi keterkaitan mereka pada setiap tindakan Islami dan mampu dianggap menyerang moralitas bangsa, yang menjadi catatan kepada tata cara pemerintahan dikala ini.
Sejumlah organisasi yang memperkirakan bahwa berbagai hal terkait dengan identitas Islam, yang memang memiliki peran diantaranya Asosiasi yang mengatasnamakan Islam, serta pemboikotan produk luar Negeri, paham ideology mirip Teorisme, gerakan pemuda, serta pernyataan yang menjadi duduk perkara terhadap adanya deklarasi untuk mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat, serta Menteri yang berkaitan hubungannya dengan keamanaan politik dalam dan luar Negeri.
Belum lagi dalam hal ini, organisasi massa yang tergabung dengan massa muslim, padahal para actor dan aktris dalam dua seri senantiasa berpakaian serba minim. Serta berbagai persoalan di penduduk yang hendaknya, menggunakan paham agamanya untuk budaya politik yang diterapkan, dengan praktik lama.
Persoalan yang terus memprovokasi masyarakat dibandingkan dengan memberikan pendidikan politik yang baik, begitu pula dengan ranah hukum dalam siding pengadilan. Persoalan dengan seksualitas menjadi info pada metode tatanan sosial di penduduk , yang hendaknya diketahui dengan acara masyarakatnya, seperti layaknya film yang memang memiliki program televisi.
Berbagai protes yang dilangsungkan setidaknya menjadi dampak bagi manajemen media massa yang bisa dikatakan dengan suatu omong kosong, terlebih dengan pengertian media yang itu ialah pada protes kalangan komunal.