ANALISIS MATERI BAU-BAUAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
(Dalam Ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits)
Dalam Al-Qur’an:
QS. Yusuf: 93-94,
اذْهَبُوا بِقَمِيصِي هَذَا فَأَلْقُوهُ عَلَى وَجْهِ أَبِي يَأْتِ بَصِيرًا وَأْتُونِي بِأَهْلِكُمْ أَجْمَعِينَ (93) وَلَمَّا فَصَلَتِ الْعِيرُ قَالَ أَبُوهُمْ إِنِّي لأجِدُ رِيحَ يُوسُفَ لَوْلا أَنْ تُفَنِّدُونِ (94)
“Pergilah kalian dengan membawa baju gamisku ini, kemudian letakkanlah baju ini ke paras ayahku nanti dia akan menyaksikan kembali; dan bawalah keluarga kalian seluruhnya kepadaku.” Tatkala kafilah itu sudah keluar (dari negeri Mesir), berkata ayah mereka, “Sesungguhnya saya mencium wangi Yusuf, sekiranya kalian tidak menuduhku lemah nalar (tentu kalian membenarkan saya).”
Tafsir Surah Yusuf: 93-94,
Dan dikala yusuf bertanya terhadap mereka ihwal ayah mereka, mereka mengabarkan ihwal sudah rusaknya pandangan matanya balasan menangisinya. Lalu ia berkata kepada mereka, ”kembalilah kalian terhadap ayah kalian, dengan menenteng pakaianku ini, kemudian tutupkanlah pada paras ayahku, niscaya penglihatnnya akan kembali normal. Kemudian bawalah kepadaku seluruh keluarga kalian.”
Dan dikala kafilah itu sudah keluar dari negeri mesir dengan menenteng pakaiannya, ya’qub berkata terhadap orang-orang yang bersamanya, ”bantu-membantu aku betul-betul mencium aroma yusuf, sekiranya kalian tidak menganggapku kurang pandai dan mgolok-oloku, dan kalian menduga bahwa perkataan ini timbul dariku di luar kesadaranku.”
Seseorang yang menggunakan wewangian akan mendapat pahala berupa diampuni dosa-dosanya, selama bermaksud dalam rangka ibadah sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Bukan semata sebab menggemari wewangian, atau bahkan alasannya ingin dikatakan berpenampilan menawan, simpatik, dan ingin memberikan kelas sosial tertentu di tengah-tengah penduduk .
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memastikan, “Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat, sikat gigi, memakai wewangian, dan memakai busana paling bagus yang dimilikinya, lalu pergi shalat Jumat dan tidak melangkahi bahu orang, lalu shalat sunah dan mendengarkan khutbah hingga selesai, serta tidak berbicara, maka diampuni dosanya antara Jumat itu dan Jumat sebelumnya.” (HR. Ahmad).
Hampir serupa dengan hadits di atas, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, QS. Al-A’raf ayat 31,
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menggemari orang-orang yang berlebih-lebihan.”
Ayat ini selain sanggahan kepada orang-orang jahiliyah yang thawaf telanjang lingkaran, namun menurut Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir memuat perintah memakai parfum alasannya tergolong aksesori.
Secara praksis, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengakui menggemari parfum. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Kesenangan duniawi yang aku suka yakni wanita dan minyak wangi. Dan dijadikan kesegaran mataku di dalam shalat.” (HR. Nasa’i). Hadits ini juga memberi gosip bahwa wewangian hanyalah kesenangan dunia yang mampu menciptakan sejuk dan khusyu’ dalam beribadah.
Tapi intinya, parfum ialah sunah Nabi SAW yang berdimensi civilisasi tinggi. Dalam sebuah ritual, umat Islam kerap membuatkan parfum. Nabi SAW memastikan, “Barangsiapa ditawari minyak bau janganlah menolak, karena minyak bacin itu lezat aromanya dan ringan membawanya.” (HR. Abu Daud).
Secara sosial menggunakan wewangian juga berpahala. ialah, manakala aroma harum yang menyebar dan membuat orang lain jadi senang dan merasa sejuk menghirupnya. Asal saja itu bukan berasal dari wewangian perempuan yang menyebabkan rangsangan bagi pria. Sebab dalam Islam, perempuan hanya boleh menggunakan parfum di rumah saja.
Dalam duduk perkara ini, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bahkan memperlihatkan kreteria wewangian untuk pria dan wanita. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Parfum seorang pria adalah yang tidak jelas warnanya namun terlihat beraroma harumnya. Sedangkan wewangian wanita yakni yang warnanya jelas namun aromanya tidak begitu tajam.” (HR. Baihaqi). Kaprikornus, aroma wewangian wanita dihentikan terlalu tajam.
Lebih tegas lagi, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mewanti-wanti dalam hadits yang ditulis Imam Nasa’i, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, dan Imam Ahmad, “Seorang wanita yang mengenakan wewangian kemudian melalui sekumpulan pria agar mereka mencium aroma harum yang beliau pakai, maka perempuan tersebut yaitu seorang pelacur.” Na’udzubillah.
Terkait dengan wewangian, ada yang istimewa pada diri Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mirip diceritakan dalam suatu kesempatan oleh Anas bin Malik, “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam satu hari pernah berkunjung ke tempat tinggal kami. Kemudian beliau tertidur sebentar (qailulah) di rumah kami hingga tubuh beliau berkeringat. Lalu ibuku mengambil botol dan memasukkan keringat Rasulullah ke dalamnya. Tiba-datang Rasulullah terjaga seraya mengajukan pertanyaan terhadap ibuku, “Hai Umu Sulaim, apa yang kau lakukan kepada diriku?” Ibuku menjawab, “Kami cuma mengambil keringatmu Ya Rasulullah untuk kami jadikan wewangian bagi kami.” Keringat ia merupakan salah satu wewangian yang paling harum aromanya” (HR. Muslim).
Membakar dupa dengan maksud mengikuti tradisi semata alasannya adalah dilakukan oleh orang banyak dan leluhur. Maka hal itu dilarang Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
QS. Al-Isra’ ayat 36,
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kau mengikuti apa yang kau tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya telinga, pandangan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”