Pelajari kehidupan sosial penduduk Batak – Tionghoa ialah lewat edukasi yang diperoleh. Hal ini dimulai dari agama, pertobatan, budaya dan mata pencaharian mereka dari hasil seksualitas yang menjijikan terhadap agama dan budaya mereka di penduduk di Pontianak secara khusus 2008 -2016.
Membahas kebudayaan mereka hidup kan sarat drama dan kepentingan ekonomi urbanisasi perkotaan terlihat bagaimana mereka hidup di penduduk dengan sistem ekonomi politik, dan budaya mereka saat ini.
Jika diketahui bahwa, dengan tata cara kelas sosial, mestinya mereka menyadari akan kehidupan sosial dan budaya mereka di penduduk secara menyeluruh. Bagaimana mereka hidup, pada metode pemerintah, Negara dan budaya.
Dalam hal ini tidak memungkinkan banyak sekali pengalaman praktik kesehatan digunakan dalam kehidupan sosial mereka di penduduk , dikarenakan ekonomi, tidak sukses dalam pendidikan, tiap pagi harus mampu nilai baik nih contohnya, dan kehidupan beragama dan budaya mereka.
Kehidupan kolektif dilaksanakan, dimulai dari kekerasan, seksualitas, ekonomi, budaya, dan agama, sampai teknologi menyapa, sebelumnya tidak pernah dikerjakan. Hal ini menjelaskan bagaimana mereka hidup dengan mata pencaharian mereka saat ini, secara kolektif dan menyadari bobot pendidikannya.
Rencana kehidupan kesehatan mental pada era revolusi mental dan industri tahun 2011 – 2019 oleh Presiden Jokowi Kalimantan Barat – Jakarta dilaksanakan dengan kejahatan medis mereka di lingkungan keluarga, dan masyarakat.
Hasil kebudayaan makan orang menjadi makan uang, dan hidup dengan seksualitas yang rendah mutu mereka di penduduk Pontianak, dan hasil pembangunan insan yang brutal. Moralitas dan budpekerti mereka hilang dengan faktor jual peler, dan numpang hidup dimasyarakat, dan rumah tangga serta Negara tanpa mengerti injil mereka dalam suatu agama dan budaya.
Tidak menyadari bagaimana ekonomi politik perkotaan yang oleh orang Tionghoa – Budha dan Nasrani – Protestan di kerjakan pada tahun 2000 – 2022 di Kalimantan Barat dan Jakarta, itu menggambarkan kelakuan mereka dikala ini.
Hingga ketika ini, berani bekerja diantara tata cara birokrasi, agama, dan budaya pastinya tanpa mempunyai moralitas dan budaya aib pula selaku orang beragama dalam suau Negara yaitu Indonesia, pada tembok agama.
Ketika mereka menyadari dari hasil kolektifitas mereka, kejahatan mereka dana filsafa pastinya menuai pertanyaan, bagaimana mereka hidup dengan budaya dan agama. Budha dalam hal ini sebuah pengalaman menarik pada lingkungan keluarga, (Budha – Nasrani)– dan (Protestan – Islam). Hidup bergantung pada ekonomi politik seksualitas.
Menjelang aneka macam pertentangan etnik, memang berasal dari lingkungan terkecil dalam menyaksikan bagaimana suatu kejahatan dijadwalkan, guna mendapatkan ekonomi, dan pandangan simpati di penduduk drama yang menawan dalam suatu film, oleh Silaban – Marpaung – Siregar itu (marga).
Hidup dengan tata cara ekonomi politik, dan aneka macam hal terkait pekerjaan, dan mata pencaharian meraka di masyarakat, dan bagaimana agama menempel pada kehidupan sosial budaya, di penduduk sampai dikala ini.
Sistem Etnik Dayak – Batak – Tionghoa, Pontianak dalam sebuah perkampungan dengan kelas sosial rendah sebelumnya, tidak menyadari bagaimana mereka hidup dengan ekonomi, yang di lakukan secara seksualitas.