Kehidupan Sosial, Ekonomi Tionghoa Di Pontianak 1999

Kehidupan sosial masyarakat Tionghoa, yang lekat dengan jual beli sudah dimulai semenjak abad kolonial Belanda. Hal ini menjelaskan banyak sekali aktivitas perdagangan, dan aktivitas sosial terjadi di perkotaan Pontianak.

Ekonomi perkotaan, akan lekat dengan jual beli penduduk Tionghoa, termasuk dengan adanya bangunan tinggi pada kala Belanda, hingga dikala ini. Yang baik yaitu saat aneka macam aktivitas masyarakat Tionghoa akan lekat dengan budaya perkotaan di penduduk pribumi dan Tionghoa.

Persoalan yang lekat dengan masyarakat Tionghoa akan berada pada kondisi ekonomi politik di masyarakat saat ini. Mental masyarakat yang lekat dengan jual beli opium akan berada pada keadaan penduduk Tionghoa menurut latar belakang penduduk perkotaan sampai ketika ini terjadi.

Ketika industry masuk pada periode Orde Baru tepatnya 1980an di Jakarta perdagangan, dan industry terus maju menurut hasil ekonomi budaya di penduduk . Akan berlainan ketika di Pontianak, yang masih di jumpai parit dan sungai, serta kendaraan yang sampai ketika ini berada pada keadaan penduduk terbangun sesuai dengan keperluan ekonomi di masyarakat hingga saat ini.

Konflik Ekonomi, Sosial

Persoalan yang berlawanan ialah saat penduduk Tionghoa berada pada suatu tata cara ekonomi politik pribumi dan Tionghoa yang mempunyai kapasitas penduduk yang memiliki rencana terhadap kehidupan sosial budaya mereka di masyarakat sampai dikala ini.

Hal ini menjelaskan bagaimana bangunan tinggi, rumah terjadi dengan adanya persoalan pertentangan sosial ekonomi, dan yang lain. Berdasarkan pembangunan perkotaan di Pontianak pada tahun 1980an – 2008 berjalan, banyak sekali hal terkait problem kelas sosial, dan budaya di masyarakat hendaknya menjadi perayaan terhadap kebudayaan ekonomi perkotaan sampai ketika ini terjadi.

  Islam - Protestan, Berubah-Berubah Berdasarkan Keperluan Ekonomi Budaya

Perubahan akan berbeda saat, mengetahui kehidupan sosial penduduk Tionghoa tidak lekat dengan perbedaan sosial di Jakarta. Ketidaksenangan terhadap aspek pendidikan, budaya dan sosial baik itu wanita dan laki – laki, serta Batak – Tionghoa – Dayak. 

Hingga planning konflik sosial, perjudian yang melibatkan anggota polisi yang terjadi di perkotaan, dan konflik massa terjadi di masyarakat kota Pontianak, di dasari dari ketidaksenangan pada ekonomi budaya.

Tidak hanya itu saja, masyarakat Tionghoa Hulu – Pontianak – Jakarta, yang melakukan pekerjaan kalau mengirim kue atau pesanan, tidak lekat dengan pekerjaan kurir dan ternyata susah untuk dipanggil membuka pintu untuk mengambil pesanannya, Mesti berteriak, dan ada CCTV, itu ada dilingkungan amsyarakat Tionghoa – Dayak. Hasil ekonomi perkotaan di Jakarta – Pontianak terjadi.