Budaya berperan terhadap identitas suatu Negara, begitu juga dengan peta pertentangan sosial, politik dan ilmu pengetahuan yang dimiliki sebuah bangsa ini, melalui sumber daya manusia. Hal ini menerangkan bagaimana sebuah prinsip dari mereka hidup, makan dan minum dalam suatu metode mata pencaharian dan pereburan ruang pertanian yang menjadi sandang, pangan dan papan di masyarakat.
Ketika sebagai budaya mereka hendak bukan siapa – siapa misalnya mereka secara kolektif pada kehidupan sosial penduduk Tionghoa, mirip berjudi, pertentangan sosial, dan lainnya menjadi identitas diri mereka pada penduduk Tionghoa – Batak (Jakarta – Pontianak) di langsungkan pada rumah penduduk contohnya.
Hal ini menerangkan sebuah kejelekan perkotaan, dan kehidupan sosial, hasil ekonomi politik, dan ketersesatan logika sehat dan kehidupan budaya mereka di periode kemudian. Sejarah mencatat banyak sekali pertentangan sosial terjadi menjadi permulaan dari kehidupan beragama mereka di penduduk , menurut hasil rampasan, dan konflik kelas pekerja yang dilangsungkan.
Mustahil menjadi baik, namun biadab bedasarkan budaya yang menjadi indentitas budaya setempat pada masyarakat kelas menegah – kebawah menjadi efek dari setiap kejadian yang terjadi di penduduk , 1999.
Sementara itu menjelaskan bagaimana keberadaan mereka di penduduk dalam melihat banyak sekali faktor kehidupan sosial budaya di masyarakat yang mempunyai nilai dari psikologis kepada faktor kehidupan budaya sosial di penduduk .
Kehidupan Sosial, Kelas Sosial Pontianak
Sementara, itu dilakukan dengan sadar dan kesengajaan terhadap tata cara kesehatan dan wawasan yang berulan pada penduduk Dayak – Batak – Jawa – Melayu di Pontianak (kelas sosial menegah – kebawah).
Hal ini menerangkan bagaimana hasil genetika mereka muncul dalam sistem ekonomi politik di Kota Pontianak, pada era Cornelis MH (selaku petugas partai politik, mantan birokrasi) bagaimana hukum menyaksikan persoalan tersebut di Indonesia, pada prespektif ekonomi politik.
Sementara, itu aneka macam hal terkait dengan kejelekan seorang pemimpin ialah menjadi tampang gres terhadap keadaan dan kehidupan sosial masyarakat di Kalimantan. Berbagai hal terkait itu juga, sudah tercatat dari hasil pembangunan, perebutan kekuasaan, dan kebuasaan seorang Dayak di Kalimatan lewat budaya dan agama Nasrani menerangkan hal tersebut dengan apik.
Tembok kota, menjadi permulaan dari dasar dari kehidupan sosial dan ekonomi penduduk kota yang saat ini terjadi dengan baik, dari hasil pembangunan Jakarta sebelumnya, pada era Kolonial Belanda – Jepang.
Bersembunyi dibalik tembok agama, dan tidak mampu di perkotaan, makan berlanjut kehidupan mereka di pedesaan. Itu ialah identitas diri mereka, dengan adanya urbanisasi ekonomi perkotaan di Jakarta 2008.
Begitu berani, dengan seorang Gubernur dan tokoh agama di sini, akan sungguh memahami kepercayaan dan eksistensi mereka dalam suatu peradaban perkotaan pada kurun itu 1967 – 1999, dengan ekonomi pajak.
Pengetahuan politik yang memiliki pengaruh pada dalam dan mancanegara serta mengacau dan menyiapkan konflik sosial pada budaya massa, media umum di banyak sekali lingkungan dan daerah yang ada di sentra kota di Jakarta dan Pontianak beralih profesi menjadi petani, peternak, kapal, pekerja, dan ajun rumah tangga sebelumnya kelas sosial biasa.
Kekejaman orang Tionghoa – Batak (Protestan – Budha – Kristen) khususnya yang numpang tinggal di Pontianak – Desa, dengan biaya hidup diberikan, dan upah pekerja yang rendah memang berada pada kondisi pertentangan pekerja yang dibuat oleh para toke di pontianak, telah menjadi catatan kepada ekonomi politik kota Pontianak. Hal ini menerangkan bagaimana mereka hidup dan tinggal dan melakukan pekerjaan di Jakarta pada sentra kota itu.
Setelah berjaya selaku buruh kapal, petani, pedagang, maka beralih pada birokrasi terhadap sistem politik Orde Baru Ketika itu di Pontianak – Jakarta, yang menjadi permulaan dari krisis ekonomi politik terjadi dengan kebrutalan orang tersebut.