Kehidupan sosial masyarakat akhlak, akan berbeda dengan penduduk terbaru lainnya. Dalam hal ini, kehidupan sosial budaya kafetaria – kafe primitive, dan tidak berpengetahuan ialah salah satu identitas budaya mereka secara luas.
Budaya dan agama, menerangkan banyak sekali hal terkait dengan moralitas, kebertahanan hidup mereka di masyarakat, tanpa menyadari kelas sosial, dan ekonomi mereka di masyarakat secara khusus.
Dengan aneka macam hal terkait dengan moralitas dan pekerjaan yang mereka terima, hasil dari penciptaan pendidikan di Pontianak, oleh orang Tionghoa dengan membuat tenaga kerja, perbudakaan, dan metode ekonomi.
Ada yang buruk di masyarakat Tionghoa – Batak – Dayak (penduduk budbahasa) disini, begitu juga dengan Melayu di Pontianak, merupakan cambuk bagi mereka terhadap pembangunan manusia, dan ekonomi di Kalimantan Barat, khususnya di Keuskupan Agung Pontianak, dan Katolik (GKE) serta HKBP.
Hal yang perlu dijelaskan disini yakni ketika mereka hidup dengan ekonomi, moralitas dan budaya mereka di masyarakat secara luas terhadap pembangunan mereka, secara vitalitas. Tanpa meminimalisir aneka macam hal terkait intrik, dan kejahatan di masa lalu mereka selama di Pontianak.
Tanpa memliki malu itu ialah agama Nasrani, Nasrani dan Islam itu orang – penduduknya di Pontianak, dan Budha dan Konghucu. Pandangan sosologis menyaksikan berbagai hukum yang ada di Indonesia, memang dapat digantikan dengan uang, dan itu adalah oknum yang bermain dalam hal tersebut, dan menciptakan mirip Sihombing – Marpaung sesuai dengan turunan preman kapal di Pontianak itu, hasil tampungan pendidikan di Pontianak.
Hal tersebut menjelaskan eksistensi mereka, dan kehidupan sosial mereka secara luas di sini, dan bagaimana budaya kehidupan moralitas, adab, dari kehidupan orang bau tanah mereka.
Fakta membuktikan adanya resistensi kehidupan sosial, dan bagaimana kehidupan numpang hidup mereka sebelumnya di Pontianak – Jakarta 80an – 2011 menjelaskan metode ekonomi mereka pada rumah tangga, di masyarakat, budaya dan agama.
Hasil pembangunan insan, dengan ambisi, dan penyimpangan ilmu wawasan dan agama menjadi catatan yang apik bagi kebudayaan di Pontianak, pada kelas sosial menegah saat ini yang berawal dari penduduk biasa. Hal ini pastinya dikala mereka berkumpul yang senasib maka menciptakan pertentangan sosial, agama, dan kekerasan juga terjadi juga.
Suatu pengertian yang bagus, dan ketidakmaluaan orang Indonesia ini, menjadi catatan kepada hasil pembuahan, dan pembangunan ekonomi yang diterima berdasarkan hasil perbudakaan, seksualitas dan kekerasan yang terjadi di aneka macam daerah di Indonesia, dalam setiap pekerjaannya.
Agama dan Ekonomi Politik, Birokrasi
Perlawanan agama sebelumnya, Katolik dan Nasrani menjadi catatan sejarah panjang di Indonesia, dan dilokal namun tidak memiliki malu dengan apa ekonomi yang mereka terima disini. Numpang hidup pada gereja katolik yang ada, telah menjadi bukti faktual pada ekonomi politik PDI Perjuangan di Jakarta, Pontianak Petugas partai Gubernur Cornelis MH – Sutarmidji MH.
Moralitas, ekonomi dan kekuasaan menjadi catatan kepada demokrasi di Indonesia, khususnya bagi pemimpin Negara di Indonesia. Menjadi momok, dan buah bibir bagi bangsa yang lain. Kesan moralitas dan kekuasaan yang rendah, upah pekerja minim, agama tidak iri pada negara lain, dan penghasilan setiap individu.
Hal ini menerangkan banyak sekali perlawanan sebelumnya serta dampak ekonomi, dan kepentingan orang Tionghoa, yang mencakup transportasi, teknologi, dan pengetahuan terhadap agama dan Negara, sertai keluarga dalam ruang lingkungan terkecil, memang menjadi permainan ekonomi mereka di penduduk , menjadi pengalaman mempesona selama di Pontianak.
Ada juga, orang tionghoa yang tidak tahu diri, utamanya dengan hasil ekonomi, tidak berlainan jauh dari orang Batak di sini, biasanya asal bicara, dan siapa lawan bicaranya di penduduk , dan identitas diri mereka, dari ekonomi terima dalam pendidikan dan numpang hidup untuk bersekolah dan lainnya.
Penghancuran orang secara agama alasannya adalah bukan siapa – siapa dan tidak mendapatkan apa – apa seperti ekonomi menjadi penting, biasanya ialah orang yang tidak menyenangi kita, karena tidak berseksualitas.
Orang tidak tahu diri mirip Sihombing – Marpaung (perompak kapal) tidak mempunyai kejujuran dalam bekerja, dan seksualitas serta ekonomi, dan Tionghoa – Dayak, Melayu numpang hidup di gereja Nasrani khususnya di Keuskupan Agung Pontianak. Hidup dengan ekonomi rendah, dan seksualitas rendah pula berani untuk hidup berumah tangga, untuk mampu dibangun moralitas, budaya dan budbahasa kehidupan sosial mereka.