Tentang Pemindahan Ibukota Jakarta Ke Luar Jawa, Serius?

Beberapa waktu lalu presiden Jokowi mengeluarkan statement di rapat terbatas terkait pemindahan ibukota Jakarta.

Lho kok dipindahin memangnya kenapa?. Presiden merasa masalah banjir dan kemacetan di Jakarta sudah parah dan membuat kerugian besar hingga triliunan per tahun. Lalu salah siapa sih sebetulnya Jakarta ini?.

Tenang gak usah salah menyalahkan dahulu, kita ulas dulu secara sejarah dan geografis supaya mampu tahu awal awalnya.

Padahal dulu saat jabat gubernur DKI pak presiden pernah berkata “persoalan banjir dan kemacetan lebih mudah diatas kalau aku jadi presiden”, ups..tapi ya sudahlah, ternyata faktanya memang sulit ya pak ngurus Jakarta itu.

Oke berbicara wacana Jakarta maka persoalannya mampu dilihat dari sejarah, geografi dan sosiologi dan ini memang sungguh kompleks.

Saya sering naik motor ke Jakarta alasannya adalah rumah di Bekasi dan menyaksikan memang ada yang gak beres dengan tata kota ini baik dari segi fisik maupun sosial.

Sungai yang banyak sampah, macet dimana-mana, terlampau banyak kendaraan eksklusif, banjir, rob, Kota Tua yang bacin comberan (beneran lho pas saya nongkrong di sekitaran kota renta bau banget comberan).

Oke lalu kenapa sih Jakarta jadi padat dan berurusan mirip ini?. Cerita sejarah singkatnya gini, dulu wilayah Jakarta itu masuk kekuasaan Tarumanegara.

Nah di jaman kerajaan ini pun ternyata kawasan Jakarta sudah banjir lho?. Buktinya ada prasasti Tugu peninggalan Tarumanegara yang menceritakan pembangunan susukan air Chandrabaga dan Ghomati. Jadi raja Tarumanegara dulu itu menjadi aktivis proyek antisipasi banjir wilayah Jakarta.

Wilayah Jakarta ialah kawasan dataran rendah dengan belasan sungai bermuara dan banyak rawa-rawa. Makanya kenapa banyak nama wilayah Rawa Buaya, Rawa Bokor, dan Rawa-Rawa yang lain.

  Teladan Badan Kerjasama Ekonomi Regional Antar Negara

Itu asal muasal toponomi (penamaan) daerahnya. Makara terperinci bahwa udah dari dahulu Jakarta banjir alasannya adalah faktor geografisnya punya kerentanan begitu.

Lanjut lagi saat abad kolonialisme Belanda, dahulu VOC merancang pusat jualan di wilayah timur/Ambon alasannya merupakan sumber rempah-rempah.

Lalu pas pemerintahan Gubernur Jan Pieterzon Coen yang bertangan besi dipindah lah sentra dagang ke Batavia.

Seorang staf penerangan Amerika telah menawarkan kritik terkait pemindahan pusat dagang tersebut sebab kawasan Batavia yaitu rawa dan bila pembangunan pesat disini maka akan menyebabkan banjir dan menciptakan sakit kepala gubernur-gubernur yang menjabat selanjutnya.

Tapi hal ini gak digubris gubernur VOC tersebut, balasannya banjir senantiasa terjadi di abad kolonial VOC sampai kini.

Total ada 66 gubernur VOC yang GAGAL TOTAL alias gak mampu menyelesaikan problem banjir Jakarta. Nah lho Belanda aja gak bisa ngurus, kita sekarang ribut nyalahin gubernur, piye to?

Gundukan sampah dikala banjir di Jakarta

Oke jadi sudah terperinci ya bahwa sejarah mencatat bahwa banjir itu sejak dulu sudah terjadi dan kini ialah warisannya.

Kemudian lanjut ke masalah kedua ialah kemacetan yang menciptakan kita kian stres. Kok mampu macet gitu ya?.

Kunci utama yaitu pada masyarakatbaik dari segi kuantitas maupun mutu. Jakarta punya populasi 10 juta dan tiap hari orang-orang ini bermobilitas di jalan yang serupa, ya niscaya macet lah.

Pembangunan kota Jakarta juga tumpang tindih dari pusat pemerintahan, dagang, industri berat semua diaduk hasilnya menciptakan kekacauan.

Makara memang grand rancangan Jakarta itu tidak ada sehingga kita sekarang kena batunya. Pembangunan pesat menciptakan daratan Jakarta turun sehingga memiliki potensi tenggelam dalam dekade ke depan.

  Ngabuburit Di Bandara Internasional Kertajati

Jumlah penduduk Jakarta kian pesat sebab arus urbanisasi yang dimulai sejak kurun orde gres. Urbanisasi tak terkendali sehingga Jakarta makin padat dan kemacetan yaitu hasil dari overpopulasi.

Kan ada transportasi massa?.  Jumlah moda angkutanmassa saat ini tidak sepadan dengan populasi bro.

Selain itu yang gak kalah penting ialah kebijakan pemerintahnya yang gagal merancang arah pembangunan kota.

Mobil murah, motor murah, kredit, kesalahan tata kota dll yakni bab yang tak terhindarkan dari gagalnya Jakarta menjadi kota ideal.

Belum lagi mentalitas masyarakat yang masih rendah seperti sering serobot, dagang di trotoar, parkir di pundak jalan dan lainnya.

Soekarno dulu pernah mewacanakan pemindahan ibukota ke Palngkaraya tetapi sebab infrastruktur disana masih minim ditambah keuangan negara belum ada alasannya baru merdeka maka hal ini tidak diwujudkan.

Nah sekarang ihwal kembali bergulir setelah presiden pusing melihat ruwetnya Jakarta. Lantas apakah hal ini akan terwujud?.

Biaya pemindahan ibukota mencapai 500 triliun dan bisa lebih. Pemerintah mesti merancang ibukota gres secara akurat, handal dan berwawasan lingkungan.

Jangan sampai sentra pemerintahan baru menjadi Jakarta kedua jikalau tidak dijadwalkan matang. Ada beberapa negara yang sudah memindahkan ibukota ke kota lain mirip Brasil dan Malaysia.

Indonesia mesti belajar dari kedua negara ini jika tidak mau masalah Jakarta terulang. Indonesia mesti membangun sentra-sentra pertumbuhan baru biar konsentrasi penduduk tidak lagi ke Jabodetabek sebab megapolitan ini telah overpopulasi dan menurut beberapa andal tata kota, Jakarta akan stuck 5-10 tahun ke depan bila hal ini tidak diantisipasi.

Sudah ya, lumayan pegel juga nulisnya, biar ada solusi untuk menghemat masalah-problem di Jakarta walaupun nanti pada risikonya ibukota jadi dipindahkan.

  Majalengka, Siap Menjadi Kutub Perkembangan Gres

Sumber: 
Shahab, Alwi. 2009. Batavia Kota Banjir. Jakarta: Republika 
Blackburn, Susan. 2011. Jakarta Sejarah 400 Tahun. Jakarta: Komunitas Bambu