Hari ini sabtu lazimnya aku gak ada kegiatan alias santuy di rumah tapi khusus hari ini MGMP Jawa Barat menyelenggarakan pelatihan dengan pemateri Prof. Ahman Sya. Tema yang diusung yaitu ihwal kenaikan pemanfaatan objek formal geografi dalam pembelajaran di sekolah.
Prof. Ahman Sya sendiri ialah salah satu dosen saya dahulu di Unsil dan merupakan guru besar di beberapa sekolah tinggi tinggi. Beliau menjadi salah satu tokoh senior geografi yang bisa menduduki jabatan taktik di pemerintahan. Maka tidak aneh Prof Ahman diketahui di seluruh Indonesia sebagai salah satu profesor senior geografi Indonesia.
Acara dimulai dari pukul 9 sampai dengan pukul 12 dipandu oleh Bapak Drs. Abdurrahman. Lalu apa saja sih poin penting yang didapat dari hasil pelatihan tadi siang?. Tulisan ini adalah hasil rekaman saya jadi bisa saja ada yang kurang, jadi boleh nanti disertakan sendiri.
Saya akan jabarkan dalam beberapa poin agar memudahkan mendeteksi dan menganalisanya.
Nah Prof. Ahman mengkritisi definsi geografi yang sering dilihat di buku paket sebab tidak mencatumkan “insan” didalamnya. Padahal manusia adalah tema sentral dalam ruang permukaan bumi. Man Ecological Dominant yakni sebuah keniscayaan.
Dengan nalar pikiran, manusia dengan segera bisa mengganti struktur ruang yang dibuat tenaga endogen dan eksogen. Jadi definisi geografi yang masih “waras” salah satunya ialah model National Geographic, bunyinya di bawah ini:
“Geography is the study of places and the relationships between people and their environments.”
Ada korelasi antara manusia dengan lingkungannya, sebab memang segala sesuatu di ruang permukaan bumi ini sekarang dipengaruhi oleh aktifitas insan. Wabah Covid, banjir, global warming, banjir bandang, seluruhnya dipicu insan pada umumnya.
2. Penguasaan Konten Geografi
Sebagai guru geografi, kita wajib menguasai aspek bahan pengajaran, aspek pedagogik sampai tools yang digunakan. Jangan sampai kita salah mengajarkan siswa perihal fenomena geosfer.
Penguasaan bahan yaitu mutlak, jadi guru geografi harus menjadi profesor di bidangnya. Semakin guru menguasai konten maka siswa kian segan, terpesona dan tertantang untuk belajar geografi.
Sementara itu guru geografi yang biasa-umumsaja, terkesan ilmunya dangkal (alasannya adalah kurang baca, gaul, diskusi dll) akan kian tidak diminati siswa. Dengan begitu geografi akan kian menjadi pelajaran paling tidak diminati.
Guru ialah kunci utama bahagia tidaknya siswa terhadap sebuah pelajaran. Langkah satu-satunya adalah dengan menguasai semua konten geografi. Dan jangan lupa juga kepada penampilan/fashion. Jadilah guru yang modis, dan jangan terkesan kumel. Penampilan luar yang modis + penguasan bahan yang setuju akan menciptakan guru kian disegani siswa.
3. Tidak Ada Metode Belajar Sempurna
Prof. Ahman yang telah melewati berbagai macam fase perubahan kurikulum, tentu paham ihwal tata cara pengajaran guru. Beliau mengatakan bahwa tidak ada versi, sistem pengajaran yang sempurna. Yang ada yaitu “pakailah versi pengajaran yang dirasa cocok saat itu dengan keadaan siswa, dan yang terbaik”. Mau ceramah, diskusi atau apapun silahkan, sesuaikan dengan keadaan. Tidak perlu setiap pertemuan dalam satu semester itu diskusi versi PBL, CTL atau apalah. Saya kira guru juga akan klenger membuat RPP nya.
4. Penggunaan Alat Bantu Pembelajaran Geografi
Masih banyak guru geografi yang tidak paham rancangan penggunaan alat bantu dalam pembelajaran geografi. Misalnya dalam pelajaran inderaja dan SIG. Seolah-olah guru geografi dituntut mesti paham semua bahan inderaja dan SIG yang beberapa pola waktu diklat itu malah mengajarkan koding GIS.
Itu bukan ranah khususnya, yang penting untuk siswa yakni tahu desain dasarnya. Contoh untuk inderaja saja, yang penting anak tahu bahwa dengan kau naik pohon atau gedung lalu kamu lihat kenampakan di sekeliling dan memetakannya itu sudah bagian dari penerapan inderaja.
Tidak harus tahu spektrum ultraviolet berapa mikro, gimana mengkalkulasikan skala foto udara, berapa derajat kemiringan gedung, weleh mabok aku juga.
Lebih baik memulai sesuatu yang sederhana di kelas, adalah memperlihatkan peta dinding biar anak-anak sering lihat. Meski tools mirip google earth lebih canggih, namun itu jarang dibuka, tetapi jika di kelas sudah ada maka akan pasti dilihat pas jam sekolah. Karena siswa terbatas waktu dalam memakai tools geografi.
5. Penguatan Wadah MGMP
Terakhir pentingnya penguataan organisasi guru geografi dalam wadah MGMP tidap tempat atau nasional. Dengan begitu guru geografi mampu bertukar fikiran, saling berkomunikasi, mengenal satu sama lain walau beda kawasan sehingga tidak memicu pertentangan.
Dengan saling berjumpa maka informasi-gosip dan wawasan gres seputar dunia pendidikan geografi akan semakin menyebar dan diperlukan nanti akan diaplikasikan ke siswa di sekolah masing-masing. Dengan begitu kesenjangan pengetahuan antara daerah kota-kota besar dengan daerah sedikit demi sedikit akan menyusut.
Itu saja sedikit ikhtisar dari apa yang tadi aku dengar dan bahas di lembaga MGMP dengan pemateri Prof. Ahman. Daripada nguap begitu saja, ya saya tuliskan saja mumpung masih ingat, barangkali mampu berfaedah. Karena jikalau ada pandangan baru itu saya gatal sekali ingin menuliskannya di blog. Sampai jumpa lagi di konferensi berikutnya. Salam Blogger Guru Geografi. Agnas Setiawan, S. Pd.