“REFLEKSI PENERAPAN OTONOMI DAERAH
DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN DAERAH”
Desentralisasi di bidang pemerintahan yakni pelimpahanwewenang dari Pemerintah Pusat terhadap satuan organisasipemerintahan di kawasan untuk menyelenggarakan segenapkepentingan lokal dari sekelompok masyarakatyangmendiami wilayah tersebut. Dengan demikian, prakarsa,wewenang,dan tanggung jawab perihal persoalan yangdiserahkan pusat menjadi tanggung jawab tempat , baikmengenai politik pelaksanaannya, perencanaan, danpelaksanaannya maupun tentang sisi pembiayaannya.Perangkat pelaksananya adalah perangkat kawasan itusendiri.
Menurut saya Indonesia sudah tepat dalam penerapan Desentralisasi/Otonomi kawasan. Karena sesuai dengantujuan terutama, adalah :
1. Mencegah pemusatan keuangan dan kebijakan (sentralisasi).
2.Sebagai perjuangan demokratisasi aspiratif Pemda untukmengikutsertakan rakyat bertanggung jawab terhadappenyelenggaraan pemerintahan.
3.Penyusunan program-program untuk perbaikan sosialekonomi pada tingkat setempat sehingga mampu lebih realistis.
Banyak imbas faktual dari desentralisasi. Dari segiekonomi, sosial budaya, maupun keselamatan dan politik. Darisegi ekonomi aneka macam laba dari penerapansistem desentralisasi ini dimana pemerintahan tempat akanmudah untuk mengelola sumber daya alam yangdimilikinya, dengan demikian jika sumber daya alamyang dimiliki telah diatur secara maksimal makapendapatan tempat dan pendapatan penduduk akanmeningkat.
Dengan diterapkannya metode desentralisasi ini,pemerintahan daerah akan dengan mudah untukmengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh daerahtersebut. Bahkan kebudayaan tersebut dapatdikembangkan dan di perkenalkan terhadap tempat lain.Yang nantinya merupakan salah satu peluangdaerahtersebut.
Dengan diadakannya desentralisasi, merupakan suatuupaya untuk menjaga kesatuan Negara Indonesia,alasannya dengan diterapkannya kebijaksanaan ini akan bisameredam kawasan-daerah yang ingin memisahkan diridengan NKRI, (daerah-daerah yang merasa kurang puasdengan metode atau apa saja yang menyangkut NKRI).Di bidang politik, efek faktual yang didapat melaluidesentralisasi yakni sebagian besar keputusan dankebijakan yang berada di kawasan mampu diputuskan didaerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan dipusat. Hal ini menjadikan pemerintah daerah lebih aktifdalam mengorganisir daerahnya.
Otonomi Daerah yakni pelimpahan sebagian kewenangan,peran,keharusan dan tanggungjawab dari pemerintah pusat terhadap pemerintah kawasan. Dengan berdasarkan pada dasar aturan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat 2 dan pasal 33 ayat 1,UU No.32 Tahun 2004 sebagaimana sudah diubah dengan UU No.8 Tahun 2005 dan UU No.23 Tahun 2014. Sebagaiman dalam UU No.32 Tahun 2014 dimana pengertian Otonomi Daerah disebutkan sebagai hak,wewenang dan kewajiban kawasan otonom untuk menertibkan dan mengorganisir sendiri permasalahan pemerintahan dan kepentingan penduduk lokal sesuai dengan peraturan perundang-usul.
Prinsip Otonomi kawasan/Otda sebagaiman dalam UU No.23 Tahun 2014 yakni otonomi seluas-luasnya,otonomi yang nyata dan bertanggungjawab,berorientasi pada kesejahteraan penduduk ,mengamati aspirasi penduduk ,menjamin keharmonisan kekerabatan pusat dan kawasan,memelihara keutuhan NKRI dan keharusan pemerintah dalam melaksanakan pelatihan dan fasilitasi. Pemberian Otda diarahkan untuk memepercepat terwujudnya kemakmuran penduduk melalui kenaikan pelayanan,pemeberdayaan dan peran serta masyarakat. Serta mengembangkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi,pemerataan,keadilan,keutamaan/kekhususan serta keanekaragaman tempat.
Urusan Pemerintahan dalam Otda sesuai UU No.23 Tahun 2014 pasal 9,dibagi menjadi 3 antara lain:
1. Urusan Pemerintahan Absolut yakni permasalahan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Seperti persoalan Pertahanan, Keamanan,Hukum & HAM,Agama,Fiskal & Moneter dan Hubungan Diplomatik Luar Negeri.
2. Urusan Konkruen adalah permasalahan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah sentra dan kawasan provinsi dan tempat kabupaten/kota. Urusan pemerintahan konkruen yang diserahkan pada daerah menjadi dasar pelaksanaan Otda. Urusan Konkruen dibagi menjadi 2 adalah wajib dan opsi. Urusan konkruen wajib mencakup 6 problem pelayanan dasar adalah : pendidikan,kesehatan,PU,sosial,perumahan rakyat dan ketentraman,ketertiban lazim dan sumbangan penduduk . Dan non pelayanan dasar mencakup : Tenaga kerja,pemberdayaan wanita dan santunan anak,pangan,pertanahan,lingkungan hidup,manajemen kependudukan dan pencatatan sipil,pemberdayaan masyarakat desa,keluarga berniat/KB,perhubungan,komunikasi dan isu,koperasi dan UKM,penanaman modal,kepemudaan dan olahraga,kebudayaan,statistik,persandian,perpustakaan dan kearsipan tempat. Urusan konkruen pilihan meliputi : kelautan dan perikanan,pariwisata,pertanian,kehutanan,energi dan sumberdaya mineral,perdagangan,perindustrian dan transmigrasi.
Sesuai dengan dasar hukum yang melandasiotonomi kawasan, pemerintah tempat bolehmenjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusanpemerintahan yang oleh undang-undang ditentukansebagai persoalan pemerintah sentra. Maksudnya,pelaksanaan kepemerintahan yang dilakukan olehpemerintah daerah masih berlandaskan pada undang-undang pemerintah pusat. Dalam undang undangtersebut juga dikontrol wacana hak dan kewajibanpemerintah tempat yakni :
Pasal 21
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyaihak:
· Mengatur dan mengurus sendiri urusanpemerintahannya
· Memilih pimpinan daerah
· Mengelola aparatur kawasan
· Mengelola kekayaan daerah
· Memungut pajak tempat dan retribusidaerah
· Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaansumber daya alam dan sumber daya lainnyayang berada di tempat
· Mendapatkan sumber-sumber pendapatanlain yang sah, dan
· Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalamperaturan perundang-usul
Pasal 22
Dalam mengadakan otonomi, daerah mempunyaikewajiban:
· Melindungi masyarakat, menjaga persatuan,kesatuan dan kerukunan nasional, sertakeutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
· Meningkatkan kualitas kehidupanmasyarakat
· Mengembangkan kehidupan demokrasi
· Mewujudkan keadilan dan pemerataan
· Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan
· Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
· Menyediakan kemudahan sosial dan fasilitasumum yang layak
· Mengembangkan metode jaminan sosial
· Menyusun penyusunan rencana dan tata ruangdaerah
· Mengembangkan sumber daya produktif didaerah
· Melestarikan lingkungan hidup
· Mengelola manajemen kependudukan
· Melestarikan nilai sosial budaya
· Membentuk dan menerapkan peraturanperundang-permintaan sesuai dengankewenangannya, dan
· Kewajiban lain yang diatur dalam peraturanperundang-permintaan.
Perencanaan pembangunan tempat sesuai Otda sesuai pasal 260 ayat 1 UU No.23 Tahun 2014 haruslah mempunyai susunan penyusunan rencana yang ialah suatu kesatuan dengan planning pembangunan nasional. Selain itu pula haruslah dikoordinasikan,disinergikan dan diharmoniskan oleh perangkat kawasan yang membidangi perencanaan pembangunan daerah.Dirumuskan secara transparan,responsif,efisien,efektif,akuntabel,parisipatif,terukur,berkeadilan dan berwawasan lingkungan sebagaimana amanat pasal 260 ayat 2 UU No.23 Tahun 2014.
Proses penyusunan rencana pembangunan kawasan menggunakan 5 pendekatan yaitu :
1.Proses Politik adalah pemilihan pribadi yang menciptakan visi,misi dan program yang ditawarkan pada masyarakat selama kala kampanye.
2.Proses Teknokratik adalah perencanaan yang dilaksanakan oleh perencana dan analis profesional atau forum/unit organisasi yang secara fungsional melakukan penyusunan rencana. Misalnya : Bappenas atau Bappeda.
3.Proses Partisipatif adalah penyusunan rencana yang melibatkan para pemangku kepentingan pembangunan (stakeholder). Antara lain melalui proses Musrenbang.
4.Proses Bottom Up dan Top Down adalah perencanaan yang fatwa prosesnya dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas dalam hierarki pemerintahan.
Otonomi kawasan juga memiliki konsentrasi pada 3 faktor utama yakni :
1. Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengendalikan dan mengorganisir rumah tangga pemerintahannya sendiri.
2. Aspek Kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintah pusat,serta tetap dalam satu kerangka pemerintahan NKRI.
3. Aspek Kemandirian dalam pengelolaan keuangan,baik dari ongkos sebagi pelimpahan kewenangan dan pelaksanaan keharusan serta kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.
Dalam perjalanan pelaksanaan otonomi kawasan sejak 1999 s.d. kini mempunyai beberapa pengaruh baik nyata maupun negatif.
A. Dampak Positif
Dampak nyata otonomi daerah ialah bahwa denganotonomi tempat maka pemerintah tempat akan mendapatkankesempatan untuk memperlihatkan identitas lokal yang ada dimasyarakat. Berkurangnya wewenang dan kontrol pemerintahpusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerahdalam menghadapi masalah yang berada di wilayahnya sendiri.Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripadayang didapatkan lewat jalur birokrasi dari pemerintah pusat.Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorongpembangunan kawasan serta membangun programpromosi kebudayaan dan juga pariwisata. Dengan melaksanakan otonomi tempat maka kebijakan-kebijakan pemerintah akanlebih sempurna sasaran, hal tersebutdikarenakan pemerintah tempat condong lebihmengerti keadaan dan situasi wilayahnya, serta potensi-potensi yang ada di wilayahnya ketimbang pemerintah sentra.
Contoh Dana Perimbangan Pusat-Daerah pada daerah dengan Otonomi Khusus (Otsus) yang diberikan kepada Provinsi NAD,Papua Barat dan Papua. Dengan Otsus ini maka menyingkir dari gerakan separatis yang lazimnya timbul akhir ketimpangan pembangunan dan keuangan pusat-tempat. Di NAD pembagian hasil tambang gas alam Arun 70% masuk ke PAD dan sisanya ke APBN.Contoh penerapan kebijakan Bulog di Maluku dan Papua program beras miskin yangdicanangkan pemerintah pusat tidak begitu efektif, haltersebut alasannya adalah sebagian penduduk disana tidak bisamenkonsumsi beras, mereka umummenkonsumsi sagu, makapemerintah disana cuma mempergunakan dana beras miskintersebut untuk membagikan sayur, umbi, dan makanan yangbiasa dikonsumsi masyarakat.
Contoh kebijakan otonomi istimewa dalam kewenangan Gubernur DKI Jakarta yang mengangkat semua Walikota lingkup Provinsi DKI Jakarta dan DPRD hanya pada tingkat Provinsi saja. Lalu Otonomi keistimewaan DI.Yogyakarta dimana Pemilukada untuk Gubernur dan Wagub diserahkan pada otonomi keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Pakualaman. Selain itu, dengan tata cara otonomidaerah pemerintah akan lebih singkat mengambil kebijakan-kebijakan yang dianggap perlu saat itu, yang harus melewatiprosedur di tingkat pusat.
B. Dampak Negatif
Dampak negatif dari otonomi tempat yaitu adanyakesempatan bagi oknum-oknum di pemerintah kawasan untukmelakukan langkah-langkah menyalahgunakan kewenagannya (abuse of power),yang dapat merugikan Negara dan rakyatseperti korupsi, kongkalikong dan nepotisme. Misalnya mark up anggaran pada nilai barang dan jasa dari harga pasar,kongkalikong dalam proses tender proyek,modus penghapusan inventaris kantor melalui lelang barang,pungli penerimaan pegawai,munculnya broker dana aspirasi dan proyek pemerintah,derma fiktif,dll.
Selain itu terkadangada kebijakan-kebijakan kawasan yang tidak cocok dengankonstitusi Negara yang dapat mengakibatkan pertentanganantar daerah satu dengan kawasan tetangganya, ataubahkan kawasan dengan Negara, seperti teladan pelaksanaanUndang-undang Syariah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan pembatasan penjualan minuman bekadar alkohol tinggi di tingkat kawasan yang menerima tantangan dari penggerak HAM dan para pebisnis hiburan. Wacana lokalisasi bagi PSK di DKI Jakarta yang digulirkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok),menyebabkan pro kontra di penduduk .
Kewenangan Otda pada Bupati/Walikota sering kali menyulitkan Gubernur sebagai wakil pemerintah di tingkat Provinsi dalam menyelaraskan koordinasi rencana dan strategi pembangunan. Apalagi ditambah dengan perbedaan latar belakang partai pengusung yang diwarnai intrik kepentingan. Hal tersebut dikarenakan dengan tata cara otonomi tempat makapemerintah pusat akan lebih sulit mengawasi jalannyapemerintahan di daerah, disamping itu karena memang dengansistem otonomi daerah membuat peranan pemerintah pusattidak begitu memiliki arti.
Kenyataan semangat aspirasi dalam pembentukan DOB (Daerah Otonom Baru) pun kian menguat. Seolah menjadi bagian dari riuhnya pesta otonomi tempat. Hingga terciptanya raja-raja kecil yang pada kesudahannya mengabaikan tujuan mulia Otda. Semangat pemekaran kawasan tak dibarengi kesiapan SDM yang ada serta kajian mendalam,namun cuma menjadi arena kepengtingan elite politik semata. Evaluasi atas pemekaran DOB yang dijalankan Kemendagri,seolah menyingkir dari penggabungan kembali DOB gagal ke kawasan induk dengan alasan mengamati imbas psikologis dan irit.
Kesimpulannya kebijakan otonomi kawasan di Indonesia perlu dikaji ulang dan diperbaki dalam penerapannya. Pemekaran kawasan/DOB perlu dilakukan moratorim selaku materi evaluasi pemerintah. Audit dan pengawasan dalam hal perimbangan keuangan sentra-kawasan dan PAD perlu dilakukan secara akuntabel,transparan dan jujur. Sehingga tujuan otonomi daerah dalam hal membuat kemakmuran penduduk mampu tercapai.