PEMBAHASAN
2.1 Ruang Terbuka.
Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 26 Tahun 2007 ihwal Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang yakni “Wadah yang meliputi ruang darat, ruang bahari, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan daerah, daerah manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelancaran hidupnya”
Menurut D.A. Tisnaamidjaja, yang dimaksud dengan pemahaman ruang adalah “wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan aktivitas kehidupannya dalam suatu mutu hidup yang layak” (D.A Tisnaamidjaja, 1997:6).
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 perihal Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan “Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang intinya tanpa bangunan”.
Ruang selaku salah satu daerah untuk melangsungkan kehidupan manusia, juga sebagai sumber daya alam merupakan salah satu karunia Tuhan terhadap bangsa Indonesia. Dengan demikian ruang daerah Indonesia merupakan sebuah aset yang harus mampu dimanfaatkan oleh masyarakat dan bangsa Indonesia secara terkoordinasi, terpadu dan seefektif mungkin dengan memperhatikan faktor-aspek lain seperti, ekonomi, sosial, budaya, hankam, serta kelestarian lingkungan untuk mendorong terciptanya pembangunan nasional yang serasi dan sepadan.
Selanjutnya, dalam Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah No. 327/KPTS/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang yakni “Wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, ruang udara sebagai suatu kesatuan kawasan tempat manusia dan makhluk hidup lainnya hidup clan melaksanakan acara serta memelihara kelangsungan hidupnya.”
Seperti yang sudah diuraikan dalam Pasal 1 Undang-undang No. 26 Tahun 2007, yang menyatakan bahwa ruang terbagi ke dalam beberapa kategori, yang di antaranya ialah:
1. Ruang Daratan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan, tergolong permukaan perairan darat dan sisi darat dari garis maritim paling rendah.
2. Ruang Lautan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari segi laut dari segi garis laut paling rendah termasuk dasar maritim dan bagian bumi di bawahnya, di mana negara Indonesia memiliki hak yuridiksinya.
3. Ruang Udara adalah ruang yang terletak di atas ruang daratan dan atau ruang lautan sekitar kawasan negara dan melekat pada bumi, di mana negara Indonesia mempunyai hak yuridiksinya
Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau.
1. Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan ialah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tumbuhan dan vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya dan arsitektural yang dapat memperlihatkan faedah ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya.
2. Ruang terbuka non-hijau mampu berbentukruang terbuka yang diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berbentukpermukaan sungai, danau, maupun areal-areal yang didedikasikan sebagai genangan retensi.
Secara fisik RTH mampu dibedakan menjadi RTH alami yang berupa habitat liar alami, tempat lindung dan taman-taman nasional, maupun RTH non-alami atau binaan yang mirip taman, lapangan olah raga, dan kebun bunga. Secara ekologis RTH dapat meningkatkan kualitas air tanah, menghalangi banjir, menghemat polusi udara, dan menurunkan temperatur kota. Bentuk-bentuk RTH perkotaan yang berfungsi ekologis antara lain mirip sabuk hijau kota, hutan kota, taman botani, sempadan sungai dan lain-lain. Secara sosial-budaya eksistensi RTH dapat memberikan fungsi selaku ruang interaksi sosial, sarana wisata, dan sebagai ciri kota yang berbudaya. Bentuk RTH yang berfungsi sosial-budaya antara lain taman-taman kota, lapangan olah raga, kebun raya, TPU dan sebagainya.
Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh dan bersifat akseleratif untuk untuk pembangunan berbagai akomodasi perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri dan transportasi, selain sering mengubah konfigurasi alami lahan/bentang alam perkotaan juga menguras lahan-lahan tersebut dan berbagai bentukan ruang terbuka lainnya. Hal ini biasanya merugikan keberadaan RTH yang sering dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak hemat. Di lain pihak, perkembangan alat dan pertambahan jalur transportasi dan sistem utilitas, selaku bagian dari peningkatan kemakmuran warga kota, juga telah memperbesar jumlah materi pencemar dan sudah menyebabkan banyak sekali ketidaknyamanan di lingkungan perkotaan. Untuk menanggulangi keadaan lingkungan kota mirip ini sungguh dibutuhkan RTH sebagai suatu teknik bioengineering dan bentukan biofilter yang relatif lebih hemat biaya, aman, sehat, dan menyamankan.
Ruang-ruang kota yang ditata terkait dan saling berkesinambungan ini memiliki berbagai pendekatan dalam penyusunan rencana dan pembangunannya. Tata guna lahan, sistem transportasi, dan tata cara jaringan utilitas merupakan tiga faktor utama dalam menata ruang kota. Dalam kemajuan berikutnya, konsep ruang kota selain dikaitkan dengan problem utama perkotaan yang hendak dicari solusinya juga dikaitkan dengan pencapaian tujuan final dari sebuah penataan ruang yaitu untuk kesejahteraan, ketentraman, serta kesehatan warga dan kotanya.
2.2 Ruang Terbuka Hijau
Secara historis pada mulanya ungkapan ruang terbuka hijau cuma terbatas untuk vegetasi berkayu (pepohonan) yang merupakan bab tak terpisahkan dari lingkungan kehidupan manusia.
Pengertian RTH, (1) yakni suatu lapang yang ditumbuhi banyak sekali tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu); (2) “Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan flora epilog tanah yang lain), sebagai tanaman perhiasan, serta benda-benda lain yang juga selaku pelengkap dan pendukung fungsi RTH yang bersangkutan” (Purnomohadi, 1995).
Ruang Terbuka (RT) tidak harus ditanami tetumbuhan, atau cuma sedikit terdapat tetumbuhan, tetapi mampu berfungsi selaku bagian ventilasi kota, seperti plaza dan alun-alun. Tanpa RT, apalagi RTH, maka lingkungan kota akan menjadi ‘Hutan Beton’ yang gersang, kota menjadi suatu pulau panas (heat island) yang tidak sehat, tidak nyaman, tidak manusiawi, karena tak pantas huni. Secara aturan (hak atas tanah), RTH mampu berstatus selaku hak milik pribadi (halaman rumah), atau tubuh usaha (lingkungan skala permukiman/neighborhood), seperti: sekolah, rumah sakit, perkantoran, bangunan peribadatan, daerah wisata, lahan pertanian kota, dan sebagainya), maupun milik lazim, seperti: Taman-taman Kota, Kebun Raja, Kebun Botani, Kebun Binatang, Taman Hutan Kota/Urban Forest Park, Lapangan Olahraga (lazim), Jalur-jalur Hijau (green belts dan/atau koridor hijau): lalu-lintas, kereta api, tepian maritim/pesisir pantai/sungai, jaringan tenaga listrik: jalan masuk utama tegangan tambahan tinggi/SUTET, Taman Pemakaman Umum (TPU), dan tempat cadangan pertumbuhan kota (bila ada).
Menurut Pasal 1 butir 31 UUPR, “Ruang terbuka hijau yakni area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, kawasan berkembang tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam”
Menurut Gunadi (1995) dalam penyusunan rencana ruang kota (townscapes) dikenal ungkapan Ruang Terbuka (open space), ialah kawasan atau daerah terbuka di lingkungan perkotaan. RT berlainan dengan istilah ruang luar (exterior space), yang ada di sekitar bangunan dan merupakan kebalikan ruang dalam (interior space) di dalam bangunan. Definisi ruang luar, yaitu ruang terbuka yang sengaja dirancang secara khusus untuk aktivitas tertentu, dan digunakan secara intensif, mirip halaman sekolah, lapangan olahraga, termasuk plaza (piazza) atau square.
Zona hijau mampu berupa jalur (path), seperti jalur hijau jalan, tepian air waduk atau danau dan bantaran sungai, bantaran rel kereta api, terusan/ jaringan listrik tegangan tinggi, dan simpul kota (nodes), berupa ruang taman rumah, taman lingkungan, taman kota, taman pemakaman, taman pertanian kota, dan seterusnya, selaku Ruang Terbuka (Hijau). Ruang terbuka yang disebut Taman Kota (park), yang berada di luar atau di antara beberapa bangunan di lingkungan perkotaan, semula dimaksudkan pula sebagai halaman atau ruang luar, yang kemudian berkembang menjadi istilah Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota, alasannya umumnya berupa ruang terbuka yang sengaja ditanami pepohonan maupun flora, sebagai penutup permukaan tanah. Tanaman produktif berupa pohon bebuahan dan flora sayuran pun kini hadir sebagai bab dari RTH berupa lahan pertanian kota atau lahan perhutanan kota yang amat penting bagi pemeliharaan fungsi keseimbangan ekologis kota.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 ihwal Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang berikutnya disingkat RTHKP adalah bab dari ruang terbuka suatu daerah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan flora guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.
Menurut UU RI Nomor 26 tahun 2007 wacana Penataan Ruang, “Ruang terbuka hijau ialah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, daerah berkembang tumbuhan, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam”.
2.3 Tujuan dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
Adapun tujuan penataan RTHKP adalah :
1. Menjaga keharmonisan dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan;
2. Mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan; dan
3. Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan tenteram.
Kawasan Perkotaan ialah daerah yang memiliki acara utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan selaku tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan aktivitas ekonomi.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 ihwal Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan manfaat RTHKP yaitu :
1. Sarana untuk mencerminkan identitas kawasan;
2. Sarana observasi, pendidikan dan penyuluhan;
3. Sarana wisata aktif dan pasif serta interaksi sosial;
4. Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan;
5. Menumbuhkan rasa gembira dan mengembangkan prestise tempat;
6. Sarana kegiatan sosial bagi bawah umur, sampaumur, sampaumur dan manula;
7. Sarana ruang evakuasi untuk kondisi darurat;
8. Memperbaiki iklim mikro; dan
9. Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.
Dengan adanya RTH sebagai ‘paru-paru’ kota, maka dengan sendirinya akan terbentuk iklim yang sejuk dan nyaman. Kenyamanan ini ditentukan oleh adanya saling keterkaitan antara faktor-faktor suhu udara, kelembaban udara, cahaya, dan pergerakan angin. RTH menolong sirkulasi udara. Pada siang hari dengan adanya RTH, maka secara alami udara panas akan terdorong ke atas, dan sebaliknya pada malam hari, udara cuek akan turun di bawah tajuk pepohonan. Pohon, yaitu pelindung yang paling tepat dari terik sinar matahari, di samping sebagai penahan angin ribut, peredam kegaduhan dan petaka lain, tergolong pengikisan tanah. Bila terjadi tiupan angin ribut di ‘atas’ kota tanpa tumbuhan, maka polusi udara akan menyebar lebih luas dan kadarnya pun akan makin meningkat.
Namun demikian, cara penanaman tetumbuhan yang terlalu rapat pun, mengakibatkan daya perlindungannya menjadi kurang efektif. Angin berputar di ’belakang’ kelompok tanaman, sehingga mampu mengembangkan polusi di wilayah ini. Penanaman sekelompok flora dengan berbagai karakteristik fisik, di mana perletakkan dan ketinggiannya pun bermacam-macam, merupakan faktor dukungan yang lebih efektif. RTH selaku pemelihara akan kelancaran persediaan air tanah. Akar-akar tanaman yang bersifat penghisap, mampu menyerap dan mempertahankan air dalam tanah di sekitarnya, serta berfungsi selaku filter biologis limbah cair maupun sampah organik. Salah satu rujukan menyebutkan, bahwa untuk setiap 100.000 masyarakatyang menciptakan sekitar 4,5 juta liter limbah per hari, dibutuhkan RTH seluas 522 hektar.
RTH selaku penjamin terjadinya keseimbangan alami, secara ekologis mampu menampung keperluan hidup insan itu sendiri, termasuk selaku habitat alami tanaman, fauna dan mikroba yang dibutuhkan dalam siklus hidup manusia. RTH selaku pembentuk faktor keindahan arsitektural. Tanaman mempunyai daya tarik bagi mahluk hidup, melalui bunga, buah maupun bentuk fisik tegakan pepohonannya secara menyeluruh. Kelompok tetumbuhan yang ada di antara struktur bangunan-kota, apabila diamati akan membentuk perspektif dan imbas visual yang indah dan teduh menyegarkan (utamanya di kota beriklim tropis).
Keberadaan RTH penting dalam mengatur dan memelihara integritas dan kualitas lingkungan. Pengendalian pembangunan kawasan perkotaan harus dijalankan secara proporsional dan berada dalam keseimbangan antara pembangunan dan fungsi-fungsi lingkungan. Kelestarian RTH suatu daerah perkotaan mesti diikuti dengan ketersediaan dan seleksi tumbuhan yang tepat dengan arah rencana dan rancangannya.
RTH sebagai wadah dan obyek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam. Keanekaragaman hayati tanaman dan fauna dalam RTH kota, menyumbangkan apresiasi warga kota terhadap lingkungan alam, melalui pendidikan lingkungan yang bisa dibaca dari tanda-tanda (signage, keterangan) bertuliskan nama yang ditempelkan pada masing-masing tumbuhan yang mampu dilihat sehari-hari, serta berita lain terkait. Dengan demikian, pengelolaan RTH kota akan lebih diketahui kepentingannya (apresiatif) sehingga tertib. RTH sekaligus ialah kemudahan rekreasi yang lokasinya merata di seluruh bab kota, dan amat penting bagi perkembangan kejiwaan penduduknya. RTH selaku jalur pembatas yang memisahkan antara sebuah lokasi acara, misal antara zona permukiman dengan lingkungan sekitar atau di ’luar’nya. RTH sebagai cadangan lahan (ruang).
Dalam Rencana Induk Tata Ruang Kota, pengembangan daerah yang belum terbangun mampu dimanfaatkan untuk sementara selaku RTH (lahan cadangan) dengan tetap dilandasi kesadaran, bahwa lahan cadangan ini suatu ketika akan dikembangkan sesuai keperluan yang juga terus berkembang. Manfaat keberadaan RTH secara eksklusif membentuk keindahan dan kenyamanan, maka jika ditinjau dari segi-sisi sosial-politik dan ekonomi, mampu berfungsi penting bagi kemajuan pariwisata yang pada saatnya juga akan kembali berpengaruh kepada kesehatan kemajuan sosial, politik dan ekonomi sebuah kekerabatan antara wilayah perdesaanperkotaan tertentu.
2.4 Jenis-Jenis Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau mampu dikelompokkan menurut letak dan fungsinya selaku berikut :
1. Ruang terbuka kawasan pantai (coastal open space);
2. Ruang terbuka di pinggir sungai (river flood plain);
3. Ruang terbuka pengaman jalan bebas hambatan (greenways);
4. Ruang terbuka pengaman tempat ancaman kecelakaan di ujung landasan Bandar Udara.
Berdasarkan fungsi dan luasnya, ruang terbuka hijau dibedakan atas :
1. Ruang terbuka makro, meliputi daerah pertanian, perikanan, hutan lindung, hutan kota, dan pengaman di ujung landasan Bandar Udara;
2. Ruang terbuka medium, mencakup pertamanan kota, lapangan olah raga, Tempat Pemakaman Umum (TPU);
3. Ruang terbuka mikro, meliputi taman bermain (playground) dan taman lingkungan (community park).
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 ihwal Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan jenis RTHKP mencakup:
1. Tama kota;
2. Taman rekreasi alam;
3. Taman rekreasi;
4. Taman lingkungan perumahan dan permukiman;
5. Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial;
6. Taman hutan raya;
7. Hutan kota;
8. Hutan lindung;
9. Bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah;
10. Cagar alam;
11. Kebun raya;
12. Kebun binatang;
13. Pemakaman lazim;
14. Lapangan olah raga;
15. Lapangan upacara;
16. Parkir terbuka;
17. Lahan pertanian perkotaan;
18. Jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET);
19. Sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa;
20. Jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian;
21. Kawasan dan jalur hijau;
22. Daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara; dan
23. Taman atap (roof garden).
Haryadi (1993) membagi metode budidaya dalam ruang terbuka hijau dengan dua metode yaitu metode monokultur dan metode aneka ragam hayati. Sistem monokultur hanya berisikan satu jenis tumbuhan saja, sedang metode aneka ragam hayati ialah sistem budidaya dengan menanam aneka macam jenis tanaman (variasi antar jenis) dan mampu juga variasi antar flora dan fauna, seperti perpaduan antaran taman dengan burung-burung merpati.
Banyak pertimbangan wacana luas ruang terbuka hijau ideal yang dibutuhkan oleh suatu kota. Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) lewat World Development Report (1984) menyatakan bahwa prosentase ruang terbuka hijau yang mesti ada di kota yakni 50% dari luas kota atau jika kondisi telah sangat kritis sekurang-kurangnya15% dari luas kota. Luas ideal RTHKP minimal 20% dari luas kawasan perkotaan. Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, menyatakan bahwa luas ruang terbuka hijau yang dibutuhkan untuk satu orang yaitu 1,8 m2. Makara ruang terbuka hijau walaupun hanya sempit atau dalam bentuk flora dalam pot tetap mesti ada di sekeliling individu. Lain halnya jika ruang terbuka hijau akan dimanfaatkan secara fungsional, maka luasannya harus benar-benar dipertimbangkan secara proporsional.
2.5 Fungsi Ruang Terbuka Hijau
Adapun fungsi dari RTH itu sendiri yakni selaku berikut:
1. Fungsi utama (intrinsik), yaitu fungsi ekologis
Fungsi ekologis ini yaitu menjamin keberlanjutan sebuah wilayah kota secara fisik, harus ialah satu bentuk RTH yang berlokasi, berskala, dan berbentuk pasti dalam suatu daerah kota, mirip RTH untuk pertolongan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat kehidupan liar.
Beberapa fungsi ekologis RTH di kota ialah antara lain selaku areal resapan air menciptakan oksigen, meredam kebisingan, filter dari partikel padat yang mencemari udara kota, menyerap gas-gas rumah beling atau hujan asam, penahan angin, menghalangi intrusi air bahari, amelorasi iklim serta konservasi air tanah.
a. Penyerap karbon dioksida (CO2)
Hutan ialah penyerap gas karbon dioksida yang cukup penting, selain dari fitoplankton, ganggang dan rumput bahari di Samudera. Dengan berkurangnya kesanggupan hutan dalam menyerap gas ini sebagai balasan menyusutnya luasan hutan akibat perladangan, pembalakan dan kebakaran, maka perlu dibangun ruang terbuka hijau untuk membantu menangani penurunan fungsi hutan tersebut. Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan, baik ruang terbuka hijau, hutan alami, tumbuhan pertanian dan yang lain dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengganti gas karbon dioksida dengan air menjadi karbohidrat (C6H12O6) dan oksigen (O2). Proses kimia pembentukan karbohidrat (C6H12O6) dan oksigen (O2) ialah 6 CO2 + 6 H2O + Energi dan klorofil menjadi C6H12O6 + 6 O2. Proses fotosintesis sangat bermanfaat bagi manusia. Pada proses fotosintesis mampu menyerap gas yang bila konsentarasinya berkembangakan beracun bagi manusia dan hewan serta akan menyebabkan imbas rumah kaca. Di lain pihak proses fotosintesis menghasilkan gas oksigen yang sungguh diharapkan oleh manusia dan hewan.
b. Pelestarian air tanah
Sistem perakaran flora dan serasah yang berkembang menjadi humus akan mengurangi tingkat abrasi, menurunkan anutan permukaan dan menjaga keadaan air tanah di lingkungan sekitarnya. Pada animo hujan laju anutan permukaan dapat dikendalikan oleh penutupan vegetasi yang rapat, sedangkan pada trend kemarau potensi air tanah yang tersedia bisa memberikan manfaat bagi kehidupan di lingkungan perkotaan. Ruang terbuka hijau dengan luas sekurang-kurangnyasetengah hektar mampu menahan ajaran permukaan balasan hujan dan meresapkan air ke dalam tanah sejumlah 10.219 m3 setiap tahun (Urban Forest Research, 2002).
c. Penahan Angin
Ruang terbuka hijau berfungsi sebagai penahan angin yang mampu menghemat kecepatan angin 75 – 80 %. Beberapa aspek yang mesti diamati dalam merancang ruang terbuka hijau untuk menahan angin ialah selaku berikut :
1) Jenis tanaman yang ditanam yakni tumbuhan yang mempunyai dahan yang kuat;
2) Penanaman pohon yang selalu hijau sepanjang tahun berkhasiat selaku penahan angin pada demam isu hambar, sehingga pada risikonya mampu meminimalisir energi sampai dengan 50 persen energi yang dipakai untuk pemanas ruangan pada pemakaian sebuah rumah. Pada musim panas pohon-pohon akan menahan sinar matahari dan memperlihatkan kesejukan di dalam ruangan (Forest Service Publications. Trees save energy, 2003).
d. Ameliorasi Iklim
Ruang terbuka hijau dapat dibangun untuk mengorganisir lingkungan perkotaan untuk menurunkan suhu pada waktu siang hari dan sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pohon mampu menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi. Jumlah pantulan radiasi matahari suatu hutan sangat dipengaruhi oleh panjang gelombang, jenis flora, umur tumbuhan, posisi jatuhnya sinar matahari, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu udara pada daerah berhutan lebih tenteram daripada tempat yang tidak ditumbuhi oleh tumbuhan. Selain suhu, komponen iklim mikro lain yang diatur oleh ruang terbuka hijau ialah kelembaban. Pohon mampu menunjukkan kesejukan pada daerah-daerah kota yang panas (heat island) akibat pantulan panas matahari yang berasal dari gedung-gedung, aspal dan baja. Daerah ini akan menghasilkan suhu udara 3-10 derajat lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Penanaman pohon pada suatu areal akan meminimalkan temperature atmosfer pada wilayah yang panas tersebut (Forest Service Publications, 2003. Trees Modify Local Climate, 2003)
e. Habitat Hidupan Liar
Ruang terbuka hijau mampu berfungsi sebagai habitat aneka macam jenis hidupan liar dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Ruang terbuka hijau merupakan tempat pinjaman dan penyedia nutrisi bagi beberapa macam satwa terutama burung, mamalia kecil dan serangga. Ruang terbuka hijau mampu menciptakan lingkungan alami dan keragaman flora dapat menciptakan ekosistem setempat yang mau menyediakan tempat dan makanan untuk burung dan hewan lainnya (Forest Service Publications, 2003. Trees Reduce Noise Pollution and Create Wildlife and Plant Diversity, 2003).
2. Fungsi embel-embel (ekstrinsik) ialah fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi
RTH untuk fungsi-fungsi yang lain (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga mampu berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk ke-indahan, rekreasi, dan penunjang arsitektur kota. Dalam sebuah wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota.
a. Fungsi sosial
Ruang terbuka hijau dalam fungsinya secara sosial mampu menurunkan tingkat stress masyarakat, konservasi situ salami sejarah, menurunkan pertentangan sosial, meningkatkan keamanan kota, memajukan produktivitas masyarakat, dan sebagainya.
b. Fungsi ekonomi
Manfaat ruang terbuka hijau dalam aspek ekonomi mampu diperoleh secara eksklusif maupun tidak eksklusif. Secara pribadi, manfaat ekonomi ruang terbuka hijau diperoleh dari pemasaran atau penggunaan hasil ruang terbuka hijau berupa kayu bakar maupun kayu perkakas. Penanaman jenis tumbuhan ruang terbuka hijau yang bisa menciptakan biji, buah atau bunga mampu dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan oleh penduduk untuk mengembangkan taraf gizi, kesehatan dan penghasilan penduduk . Buah kenari selain untuk dikonsumsi juga mampu dimanfaatkan untuk kerajinan tangan. Bunga tanjung mampu diambil bunganya. Buah sawo, pala, kelengkeng, duku, asam, menteng dan lain-lain mampu dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan gizi dan kesehatan masyarakat kota. Sedangkan secara tidak pribadi, manfaatekonomi ruang terbuka hijau berupa sumbangan kepada angin serta fungsi ruang terbuka hijau selaku perindang, menambah ketentraman penduduk kota dan mengembangkan nilai estetika lingkungan kota (Fandeli, 2004).
Ruang terbuka hijau dapat memajukan stabilitas ekonomi masyarakat dengan cara menarik perhatian pelancong dan potensi -peluang bisnis lainnya, orang-orang akan menikmati kehidupan dan berbelanja dengan waktu yang lebih lama di sepanjang jalur hijau, kantor-kantor dan apartemen di areal yang berpohon akandisewakan serta banyak orang yang mau bermalam dengan harga yang lebih tinggi dan rentang waktu yang lama, aktivitas dilakukan pada perkantoran yang memiliki banyak pepohonan akan menunjukkan produktivitas yang tinggi.terhadap para pekerja (Forest Service Publications, 2003. Trees Increase Economic Stability, 2003).
c. Fungsi arsitektural
Komposisi vegetasi dengan strata yang beragam di lingkungan kota akan menambah nilai keindahan kota tersebut. Bentuk tajuk yang beragam dengan penempatan (pengaturan tata ruang) yang sesuai akan memberi kesan keindahan tersendiri. Tajuk pohon juga berfungsi untuk memberi kesan lembut pada bangunan di perkotaan yang cenderung bersifat kaku. Suatu studi yang dilakukan atas keberadaan ruang terbuka hijau kepada nilai estetika yakni bahwa penduduk bersedia untuk membayar keberadaan ruang terbuka hijau alasannya menawarkan rasa keindahan dan ketentraman (Tyrväinen, 1998).
Tanaman secara fisiologis bersifat menghilangkan kondisi lingkungan yang berada di bawah daya tampung lingkungan. Kemampuan ini mampu berasal dari kerja fotosintesis yang mampu menyerap polutan udara; melalui proses evapotranspirasi dapat menyimpan air hujan sebagai imbuhan untuk air tanah; sedangkan aroma yang dikeluarkan flora, maupun bentuk fisik tanaman (bentuk tajuk dan pilotaxy batang yang khas) secara tidak pribadi bermanfaat untuk melindungi lingkungan dari terik matahari atau mencegah pengikisan dan sedimentasi.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 pasal 3 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan fungsi RTHKP yaitu
1. Pengamanan eksistensi tempat lindung perkotaan;
2. Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara;
3. Tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati;
4. Pengendali tata air; dan
5. Sarana estetika kota
2.6 Elemen Pengisi RTH
RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tumbuhan atau vegetasi yang telah diseleksi dan diadaptasi dengan lokasi serta rencana dan desain peruntukkannya. Lokasi yang berlainan (mirip pesisir, pusat kota, tempat industri, sempadan badan-tubuh air, dll) akan mempunyai permasalahan yang juga berbeda yang berikutnya berkonsekuensi pada planning dan desain RTH yang berbeda.
Untuk keberhasilan rancangan, penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta patokan arsitektural dan hortikultural flora dan vegetasi penyusun RTH mesti menjadi materi pendapatdalam men-seleksi jenis-jenis yang hendak ditanam.
Persyaratan umum flora untuk ditanam di kawasan perkotaan:
1. Disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota;
2. Mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang terkontaminasi);
3. Tahan kepada gangguan fisik (vandalisme);
4. Perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang;
5. Tidak gugur daun, cepat berkembang, bernilai hias dan arsitektural;
6. Dapat menghasilkan O2 dan mengembangkan mutu lingkungan kota;
7. Bibit/benih gampang ditemukan dengan harga yang murah/terjangkau oleh penduduk ;
8. Prioritas memakai vegetasi endemik/setempat;
9. Keanekaragaman hayati
Jenis flora endemik atau jenis tumbuhan lokal yang mempunyai kelebihan tertentu (ekologis, sosial budaya, ekonomi, arsitektural) dalam daerah kota tersebut menjadi bahan tanaman utama penciri RTH kota tersebut, yang selanjutnya akan dikembangkan guna mempertahankan keragaman hayati daerahnya dan juga nasional.
2.7 Teknis Perencanaan RTH
RTHKP ialah bagian yang tidak terpisahkan dari rencana tata ruang daerah provinsi dan kabupaten/kota. RTHKP dituangkan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan dengan skala peta sedikitnya 1:5000.
Dalam planning pembangunan dan pengembangan RTH yang fungsional sebuah kawasan perkotaan, ada 3 (tiga) hal utama yang harus diamati ialah
1. Luas RTH minimum yang dibutuhkan dalam sebuah kawasan perkotaan di-tentukan secara komposit oleh tiga unsur berikut ini, yakni:
a. Kapasitas atau daya dukung alami daerah;
b. Kebutuhan per kapita (ketentraman, kesehatan, dan bentuk pela-yanan yang lain);
c. Arah dan tujuan pembangunan kota RTH berluas minimum ialah RTH berfungsi ekologis yang ber-lokasi, berskala, dan berbentuk niscaya, yang melingkup RTH publik dan RTH privat.
2. Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia untuk RTH;
3. Sruktur dan pola RTH yang akan dikembangkan (bentuk, konfigurasi, dan distribusi) Seleksi flora sesuai kepentingan dan tujuan pembangunan kota.