GROUNDED THEORY DAN PENGODEAN
(CODING)
A. PENGERTIAN GROUNDED THEORY
Penjelasan Strauss & Corbin (dalam Denzin & Lincoln, 1994: 273-274) ihwal grounded theory ialah selaku berikut: “In this approach, researchers are responsible for developing other theories that emerge from observing a group. The theories are “grounded” in the group’s observable experiences, but researchers add their own insight into why those experiences exist. In essence, grounded theory attempts to “reach a theory or conceptual understanding through stepwise, inductive process.”
Intinya: “Dalam pendekatan ini, peneliti bertanggung jawab untuk membuatkan teori-teori lain yang muncul dari pengamatan terhadap suatu kalangan. Teori-teori itu bersifat “grounded” dalam pengalaman-pengalaman kelompok yang diperhatikan; namun peneliti menyertakan pemahamannya sendiri ke dalam pengalaman-pengalaman itu. Esensinya, grounded theory berusaha meraih sebuah teori atau pengertian konseptual melalui proses bertahap dan induktif.”
Tentang tujuan dan perspektif grounded theory, Strauss & Corbin (dalam Denzin & Lincoln, 1994: 273-274) menjelaskan: – “The phrase “grounded theory” refers to a theory that is develop inductively from a corpus of data. If done well, this means that the resulting theory at least fit one dataset perfectly. This contrasts with theory derived deductively from grand theory, without the help of data.”
– “Grounded theory takes a case rather than variable perspective, although the distinction is nearly impossible to draw. This means in part that the researcher takes different cases to be wholes, in which the variable interact as a unit to produce certain outcomes. A case-oriented perspective tends to assume that variables interact in complex ways, and is suspicious of simple additive models, such as ANOVA with main effects only.”
Intinya: – Grounded theory mengacu pada teori yang dikembangkan secara induktif dari data. Apabila grounded theory dilakukan dengan baik teori yang dihasilakn cocok dengan data. Teori ini berlainan dengan teori yang dihasilkan secara deduktif dari grand theory, tanpa sumbangan data.
– Grouded theory lebih mengambil perspektif studi perkara dibandingkan dengan perspektif variabel, meskipun pembedaan ini nyaris tidak mampu dibuat. Hal ini untuk sebagian memiliki arti peneliti mempelajari masalah untuk menjadi keseluruhan, di dalamnya variabel-variabel berinteraksi sebagai unit untuk membuahkan hasil-hasil tertentu. Perspektif orientasi masalah cenderung mengasumsikan bahwa variabel-variabel berinteraksi secara kompleks, dan curiga dengan versi-model aditif seperti ANOVA dengan hanya balasan utama saja.
Selanjutnya, penjelasan lanjutan wacana tujuan dan perspektif grounded theory sebagai berikut: “Although not part of the grounded theory rhetoric, it is apparent that grounded theorists are concerned with or largerly influenced by emic understandings of the world: they use categories drawn from respondents themselves and tend to focus on making implicit belief systems explicit.”
Intinya: “Meskipun bukan bab dari retorika grounded theory, jelaslah bahwa teoretikus-teoretikus grounded theory mengamati atau dipengaruhi secara luas oleh pemahaman-pengertian emik perihal dunia, mereka menggunakan kategori-klasifikasi dari responden mereka sendiri, dan cenderung memfokuskan pada penyusunan metode doktrin implisit menjadi eksplisit.”
Selanjutnya berdasarkan Strauss dan Corbin (1990: 23) grounded theory: “is one that inductively derived from the study of the phenomenon it represents. That is it discovered, develoved, and provisionally verified through systematic data collection and analysis data pertaining to that phenomenon. Therefore, data collection, analysis, and theory stand in reciprocal relationship with each other. One does not begin with a theory, than prove it. Rather, one begins with an area of study and what is relevant to that area is allowed to emerge”.
Kutipan tersebut memiliki arti: grounded theory adalah teori yang diperoleh dari hasil anutan induktif dalam suatu penelitian ihwal fenomena yang ada. Grounded theory ini didapatkan, dikembangkan dan dibuktikan lewat pengumpulan data secara sistematis dan analisis data yang terkait dengan fenomena tersebut. Oleh sebab itu kumpulan data, analisis dan teori saling mempengaruhi satu sama lain. Peneliti tidak mulai dengan sebuah teori lalu membuktikannya, tetapi memulai dengan melaksanakan penelitian dalam sebuah bidang, lalu apa yang relevan dengan bidang tersebut dianalisis.
Selanjutnya menurut Strauss dan Corbin (1990: 23) terdapat 4 (empat) persyaratan utama untuk menganggap apakah sebuah grounded theory dibangun dengan baik. Empat standar tersebut ialah: 1) kecocokan (fit), 2) dimengerti (understanding), 3) berlaku biasa (generality), 4) dan pengawasan (controll).
Dikatakan cocok (fit) apabila sebuah teori itu sempurna untuk kenyataan sehari-hari dari bidang yang betul-betul diteliti, dan cermat diterapkan untuk bermacam-macam data. Bila demikian itu bermakna cocok (fit) untuk bidang yang benar-benar diteliti. Hal ini seperti dijelaskan oleh Strauss dan Corbin sebagai berikut: “If theory is faithful to the everyday reality of substansive area and carefully induced from diverse data, then it should fit that substansive area”.
Dikatakan diketahui (understanding) kalau grounded theory menggambarkan realita (realitas), ini juga mempunyai arti bersifat komprehensif dan mampu dipahami baik oleh individu-individu yang diteliti maupun oleh peneliti pada waktu melakukan studi dilapangan. Hal ini seperti yang diterangkan oleh Strauss dan Corbin sebagai berikut: “Because it represents that reality, it should also be comprehensible and make sense both to the persons who were studied and those practicing in the area”.
Dikatakan berlaku lazim (generality) jikalau data yang menjadi dasar grounded theory itu komprehensif dan interpretasi-interpretasinya bersifat konseptual dan luas, maka grounded theory itu menjadi cukup abstrak dan mencakup variasi-variasi yang memadai sehingga mampu diaplikasikan untuk beragam konteks yang berkaitan dengan fenomena yang diteliti. Dengan demikian teori itu berlaku lazim (generality). Hal ini seperti yang diterangkan Strauss dan Corbin sebagai berikut: “If the data upon which it is based are comprehensive and the interpretation conceptual and broad, then the theory should be abstract enough and include sufficient variation to make it applicable to a variety of contexts related to that phenomenon”.
Dikatakan pengawasan (controll) sebab grounded theory menunjukkan pengawasan berkenaan dengan aktivitas-aktivitas yang mengarah pada fenomena. Hal ini disebabkan sebab hipotesis-hipotesis yang mengajukan korelasi antar rancangan – yang selanjutnya mampu digunakan sebagai pembimbing penelitian – secara sistematik diambil dari data konkret yang bekerjasama hanya pada fenomena. Hal ini mirip dijelaskan Strauss dan Corbin selaku berikut: “Finally, the theory should provide controll with regard to action toward the phenomenon. This is because the hyphotheses proposing relationship among concepts – which later way be used to guide action – are systematically derived from actual data related to that (and only that) phenomenon”.
Mengenai pendekatan yang dipakai dalam grounded theory diterangkan oleh Strauss dan Corbin sebagai berikut: “Grounded theory ialah suatu observasi kualitatif yang menggunakan seperangkat prosedur yang sistematis untuk menyusun secara induktif teori wacana sebuah fenomena. Penelitian tersebut akan menghasilkan rumusan teoritis tentang suatu realitas, yang terdiri dari sejumlah atau sekelompok tema-tema yang mempunyai kaitan secara tidak ketat. Melalui cara ini, konsep dan korelasi tema-tema tersebut tidak hanya dapat diberlakukan secara biasa , tetapi juga diuji sementara”. Hal ini mirip yang diterangkan oleh Strauss dan Corbin selaku berikut: “The grounded theory approach is a qualitative research method that uses a systematic set a procedures to develop an inductively derived grounded theory about a phenomenon. The research findings constitute a theoritical formulation of the reality under investigation, rather than consist of a set of number, or a group of loosely related themes. Through this metodology, the concepts and relationships among them are not only generated but they are also provisionally tested. The procedures of the approach are many and rather specific, as you will see”.
Sedang tujuan dari grounded theory adalah menyusun teori yang sempurna dan memberi citra yang terperinci wacana bidang yang diteliti. Peneliti-peneliti bekerja dalam tradisi yang demikian, dan berharap teori yang mereka bangun dapat dikaitkan dengan teori-teori lain dalam disiplin masing-masing dan implikasinya mampu memiliki kegunaan dalam penerapannya. Hal ini seperti yang dijelaskan Strauss dan Corbin sebagai berikut: “The purpose of grounded theory method is, of course, to build theory that is faithful to add illuminates the area under study. Researchers working in this tradition also hope that their theories will ultimately be related to others within their respective disiplines in a cumulative fashion, and that the theory’s implications will have useful application”.
Untuk melaksanakan observasi grounded theory diharapkan adanya kepekaan teori (theoretical sensitivity). Bahkan kepekaan teori sering diasosiasikan dengan grounded theory (Theoretical sensitivity is a term frequently associated with grounded theory) (Strauss dan Corbin, 1990: 41). “Kepekaan teori mengacu mutu pribadi dari seorang peneliti. Ini diindikasikan adanya sebuah kesadaran kepada kehalusan makna (subtleties) dari data. Seseorang sampai pada sebuah suasana penelitian dengan bermacam-macam tingkat kepekaan, dan hal ini tergantung dari apa yang dipelajari sebelumnya dan pengalaman yang berhubungan dengan suatu bidang. Hal ini juga dapat dikembangkan lebih jauh selama proses observasi. Kepekaan teoritis mengacu pada sifat pemahaman yang dimiliki, kesanggupan memberi makna pada data, kemampuan untuk mengerti, kemampuan memisahkan hal yang berkaitan dari hal-hal yang tidak berhubungan. Ini semua dilakukan dengan perumpamaan-perumpamaan konseptual lebih dari istilah-ungkapan kongkret. Kepekaan teori memampukan seseorang menyebarkan sesuatu menjadi teori dari dasar, dikonseptualisasikan secara mantap dan terintegrasi secara baik ……”. Hal ini seperti diterangkan Strauss dan Corbin sebagai berikut: “Theoretical sensitivity refers to a personal quality of the researcher. It indicates an awareness of the subleties of meaning of data. One can came to the research situation with varying degrees of sensitivity depending upon previous reading and experience with or relevant to an area. It can also be developed further during the research process. Theoretical sensitivity refers to the attribute of having insight, the ability to give meaning to data, the capacity to understand, and capability to separate the partinent from that which isn’t. All this is done in conceptual rather than concrete terms. It is theoretical sensitivity that allows one to develop a theory that is grounded conceptually dense, and well integrated….(Strauss & Corbin, 1990: 41 – 42)”.
Selanjutnya dijelaskan bahwa kepekaan teoretik berasal dari sejumlah sumber. Salah satu sumber adalah literatur yang mencakup: bacaan teori, observasi dan berbagai macam dokumen (misalnya biografi publikasi perihal pemerintahan). Dengan dimilikinya keakraban dengan publikasi-publikasi tersebut, akan dimiliki latar belakang informasi yang kaya dan sensitif kepada peristiwa dalam fenomena yang sedang dipelajari. Hal ini seperti diterangkan Strauss dan Corbin sebagai berikut: “Theoretical sensitivity comes from a number of sources. Once sources is literature, which include readings on theory, research and document (e.q biographies, government publications) of various kinds. By having some familiarity with these publications, you have a rich background of information that “sensitizes” you to what is going on with the phenomenon you are studying”.
Dari penjelasan-klarifikasi tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa grounded theory yaitu sebuah yang bersifat konseptual atau teori selaku hasil pedoman induktif dari data yang dihasilkan dalam observasi perihal suatu fenomena. Atau sebuah teori yang dibangun dari data suatu fenomena dan dianalisis secara induktif, bukan hasil pengujian teori yang sudah ada. Untuk menganalisis data secara induktif diperlukan kepekaan teori (theoretical sensitivity).
Agar hasil analisis secara induktif terhadap data fenomena tersebut dapat dibilang selaku grounded theory harus memenuhi 4 (empat) persyaratan selaku berikut: 1) cocok (fit) adalah apabila teori yang dihasikan cocok dengan realita sehari-hari sesuai bidang yang diteliti, 2) diketahui (understanding) yakni apabila teori yang dihasilkan menggambarkan realitas (realita) dan bersifat komprehensif, sehingga mampu dipahami oleh individu-individu yang diteliti maupun oleh peneliti, 3) berlaku umum (generality) yaitu bila teori yang dihasilkan meliputi berbagai bidang yang beragam sehingga mampu diterapkan pada fenomena dalam konteks yang bermacam-macam, 4) pengendalian (controll) yaitu kalau teori yang dihasilkan mengandung hipotesis-hipotesis yang dapat dipakai dalam aktivitas membimbing secara sistematik untuk mengambil data faktual yang cuma berafiliasi dengan fenomena terkait.
-
CIRI-CIRI GROUNDED THEORY
Dari klarifikasi-klarifikasi Strauss dan Corbin perihal grounded theory tersebut di atas juga mampu disimpulkan ihwal ciri-ciri grounded theory sebagai berikut:
- Grounded theory dibangun dari data wacana sebuah fenomena, bukan suatu hasil pengembangan teori yang sudah ada.
- Penyusunan teori tersebut dilaksanakan dengan analisis data secara induktif bukan secara deduktif seperti analisis data yang dilaksanakan pada penelitian kuantitatif.
- Agar penyusunan teori menciptakan teori yang benar disamping mesti dipenuhi 4 (empat) kriteria ialah: cocok (fit), diketahui (understanding), berlaku lazim (generality), pengawasan (controll), juga diharapkan dimilikinya kepekaan teoretik (theoretical sensitivity) dari si peneliti. Kepekaan teori adalah mutu pribadi si peneliti yang mempunyai pengetahuan yang mendalam sesuai bidang yang diteliti, mempunyai pengalaman penelitian dalam bidang yang berkaitan. Dengan pengetahuan dan pengalamannya tersebut si peneliti akan bisa memberi makna terhadap data dari suatu fenomena atau kejadian dan kejadian yang dilihat dan didengar selama pengumpulan data. Selanjutnya si peneliti mampu menyusun kerangka teori berdasarkan hasil analisis induktif yang sudah dilaksanakan. Setelah daripada teori-teori lain dapat disusun teori gres.
- Kemampuan peneliti untuk memberi makna kepada data sungguh diperngaruhi oleh kedalaman pengetahuan teoretik, pengalaman dan observasi dari bidang yang berkaitan dan banyaknya literatur yang dibaca. Hal-hal tersebut menimbulkan si peneliti mempunyai info yang kaya dan peka atau sensitif kepada kejadian-insiden dan kejadian-peristiwa dalam fenomena yang diteliti.