Organisasi Dalam Ekonomi Global

ORGANISASI BELAJAR DALAM EKONOMI GLOBAL
  
Ekonomi Global (Globalisasi)
        Ekonomi Global berbeda dengan Ekonomi Nasional alasannya adalah yang terlibat di dalamnya yaitu beraneka macam negara. Dewasa ini, dunia ekonomi sedang dalam proses menuju ekonomi global atau lebih terkenal dengan ungkapan globalisasi. Peningkatan integrasi antar negara dapat dilihat lewat adanya kemajuan dramatis dalam arus penyeberangan  barang, jasa dan juga modal dari sebuah negara ke negara lain. Dengan demikian perumpamaan globalisasi bahu-membahu secara sederhana dipahami sebagai sebuah proses pengintergrasian ekonomi nasional bangsa-bangsa ke dalam sebuah metode ekonomi global.
        Proyek globalisasi terjadi ketika disetujuinya pemberlakuan secara global sebuah prosedur perdagangan lewat penciptaan kebijakan “free trade”, dalam bulan April tahun 1994[1]. Perjanjian tersebut dikenal dengan nama GATT (General Agreement on Tariff and Trade). Kesepakatan itu dibangun di atas asumsi bahwa tata cara perdagangan yang terbuka lebih menguntungkan bagi semua pihak dibanding dengan metode yang protektif. Artinya lewat kompetisi bebas maka organisasi-organisasi jual beli akan selalu mengurus kegiatannya dengan prinsip efektif dan efisien.
        Tahun 1995 didirikan satu organisasi yang bertugas mengawasi proses jual beli dunia, namanya adalah WTO (World Trade Organization). Sejak pendiriannya, WTO telah mengambil alih tugas-tugas GATT. Organisasi ini melayani “komplain” yang diajukan oleh anggotanya. ( Ingat komplain Jepang terhadap kebijakan pemerintah Indonesia dalam masalah mobil Timor – hasilnya, Indonesia kalah).
        Jika WTO adalah lembaga janji jual beli tingkat global, di tingkat regional forum serupa untuk memutuskan jual beli juga diresmikan, maka aliansi ekonomi regional bermunculan. NAFTA (North American Free Trade Agreement), Europian Community, AFTA (2003) Asian Free Trade Agreement), SIJORI (Singapore, Johor, Riau)
       Apa yang terjadi di New York akan berakibat pada bisnis dan harga di London; apa yang terjadi di Jepang mempengaruhi perjuangan-usaha dan harga di New York; apa yang terjadi di Indonesia memiliki dampak pula ke Thailand. Oleh sebab itu setiap negara mesti melaksanakan reposisi dalam menghadapi tantangan-tantangan sekaligus mesti pula mampu memanfaatkan setiap potensi yang diakibatkannya. Dengan adanya jaringan internet, proses globalisasi kian diperlancar, dan sebagian besar perusahaan besar secara aktif terlibat dalam proses manufaktur di negara lain, melalui “joint venture” internasional, atau kolaborasi dengan perusahaan asing dalam satu jenis proyek tertentu.
      Hambatan-hambatan jual beli yang umumnya dikerjakan oleh negara-negara meningkat , menyusut nyaris 90 %. Proteksi dikurangi, subsidi dihilangkan, demikian juga kuota tidak dibatasi. Contohnya, dalam NAFTA , Meksiko telah diijinkan mengekspor produknya sekitar 153 miljard dolar setiap tahunnya ke Amerika Serikat, tanpa mesti menyanggupi  kewajiban-kewajiban atau aturan-aturan ekspor impor seperti yang lazimnya berlaku. Demikian pula, perusahaan-perusahaan Amerika Serikat mempekerjakan lebih dari satu juta orang Meksiko di Maquiladoras (perusahaan milik Amerika yang beroperasi di Meksiko), yang memungkinkan perusahaan tersebut memproduksi barang dengan ongkos rendah (upah buruh) guna memenuhi pasar global. [2]
       Unggulan-unggulan kompetitif maupun komperatif suatu negara akan saling dimanfaatkan oleh semua negara yang tergabung dalam pasar bebas atau ekonomi global. Hal ini sangat dimungkinkan antara lain berkat pertumbuhan teknologi berita, telekomunikasi satelit, dan komputer yang tidak mengenal batas dan jarak antar negara dengan kecepatan cahayanya.
       Dua bagian penting yang boleh dikatakan telah berkembangdengan pesat dalam era globalisasi. Pertama yaitu impor dan ekspor, dan kedua ialah pasar modal. [3] Ekspor impor semakin garang antara lain disebabkan karena kian berkurangnya kendala jual beli di antara negara-negara, sedangkan integrasi pasar modal (duit) dapat dilihat dalam cepatnya proses pinjam-meminjam antar negara, ditandai dengan munculnya IMF (International Monetary Fund)


Lingkungan Bisnis dalam Ekonomi Global
1. Menjamurnya sejumlah pesaing baru
    Dengan globalisasi yang melanda semua negara di dunia, perusahaan-perusahaan  memasuki lingkungan bisnis yang berlainan dengan yang sebelumnya. Pesaing bisnis tiba tidak cuma dari lingkungan domestik, namun juga dari mancanegara yang membawa teknologi kerja dan proses kerja canggih. Bisnis eceran di Indonesia kian diramaikan oleh kehadiran pengusaha internasional mirip Sogo, Carefour; bisnis fast-food domestik mulai berkompetisi dengan Kentucy, McDonald; demikian pula pabrik sepatu setempat bersaing dengan Nike, Adidas. Dengan demikian arus globalisasi berefek terhadap jumlah pesaing.
2. Tekanan-tekanan untuk meningkatkan mutu dan produktivitas
    Pesaing tidak cuma bertambah jumlahnya, melainkan juga mutunya. Perusahaan yang baru timbul, tidak sekedar muncul melainkan muncul dengan produk yang berkualitas lebih baik dan harga yang lebih bersaing. Strategi bisnis yang mereka lakukan kerap kali mengejutkan pengusaha lama. Kreatif, inovatif, dan atraktif.
3. Kesempatan-peluang gres
    Adanya pasar bebas dan mobilitas modal, gosip, maka dimungkinkan hadirnya pemikiran -gagasan gres yang dapat terealisasikan. Hambatan-hambatan perdagangan yang menyusut meningkatkan kegairahan berusaha. Kalaupun ide tersebut susah direalisasikan sendiri, maka kesempatan beraliansi dengan pihak lain terbuka. Demikian pula potensi menemukan modal usaha.
4. Deregulasi
    Menjadi lebih baik, lebih cepat, lebih kompetitif,  ialah hal yang kian penting. Hal ini dimungkinkan sebab regulasi-regulasi yang sebelumnya ada, dikurangi atau bahkan dihapuskan. Deregulasi dalam bidang perbankan, telekomunikasi, penerbangan, dan lain sebagainya. Contoh yang mampu diambil antara lain yang terjadi di Amerika Serikat dan di negara industri lainnya seperri Jepang, Eropah, dan Prancis. Mulai dari industri penerbangan hingga perbankan, semoga berdaya saing secara nasional dan internasional, pemerintah di negara-negara tersebut mencabut proteksi dan aturan tarif.
5. Keragaman Tenaga Kerja
    Komposisi tenaga kerja bisa sungguh beragam. Etnik, kebangsaan, kelamin, keakhlian, pendidikan, nilai kerja, agama, dan lain sebagainya. Pada tahun 2003 di mana AFTA akan mulai diaktifkan, sudah mampu diduga bahwa banyak tenaga akhli abnormal yang mau melakukan pekerjaan di Indonesia. Demikian pula akibat kemajuan teknologi kerja, semakin bertambah pekerjaan yang diambil alih oleh wanita/pria, dan semakin banyaknya pasangan suami istri yang bekerja
6. Sistem Sosial, Politik, Hukum Baru
    Sistem perdagangan bebas menuntut pula pemerintahan yang demokratis, pematuhan terhadap HAM, persamaan hak, aliansi perdagangan, tekanan serikat pekerja internasional. Pemerintahan harus dikelola dengan benar dan bersih (good governance dan clean government).
Tanda-tanda abad globalisasi atau pasar bebas beserta teknologinya mampu dilihat dari adanya kecenderungan-kecenderungan yang terjadi, antara lain :
          Investasi : tidak memedulikan batas negara maupun hambatan geographis; lebih dipacu oleh kualitas dan potensi yang ada/ditawarkan; sebagian besar oleh swasta
          Badan Usaha : cepat dan penuh tanggap kepada pasar maupun konsumen; bisnis lebih terkonsentrasi; berorientasi global; lebih berbasis pada pengetahuan; ramping dan nirbatas (borderless); multi sourcing dan aliansi; tergabung dalam jaringan berita bisnis global.
          Proses Teknologi : berbasis pada cabang/agen; tidak terpusat; mengelola sendiri; manufaktur di lokasi jual; semakin memakai teknologi pintar; adanya standar global (ISO); teknologi baru, kondusif dan higienis.
          Produk : semakin ringan tetapi kuat, higienis, lebih pandai, daur hidup pendek; dapat didaur ulang; unsur bekas mampu dipakai lagi; ramah lingkungan; dimensinya makin kecil; ekonomis energi.
          Pasar/Konsumen : semakin berorientasi pada produk global; kompetitif dalam mutu; harga; purna jual; pelayanan[4]
Who Wins & Who Loses ?
    Judul di atas diambil dari suatu situs yang ramai mendiskusikan duduk perkara ekonomi global. Apakah ada pemenang dan pecundang ?. Walau pertanyaan tersebut tampak sederhana, jawabannya masih belum bisa diungkapkan dalam pelajaran-pelajaran ekonomi global. Globalisasi mendesentralisasikan tenaga kerja, mempertahankan harga tetap murah, dan upah buruh rendah. Perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat mengambil faedah dari situasi semacam itu, alasannya mereka bisa memproduksi barang-barangnya dengan biaya rendah di negara lain. Bangsa Amerika juga menikmati harga busana dan kebutuhan lain yang murah sebab anggota dari negara berkembang menawarkan upah rendah kepada pekerjanya supaya bisa mengekspor barangnya ke Amerika. Kapitalis berhasil mencapai tujuannya, ialah memaksimalkan laba. Kini, makin banyak bangsa Amerika yang mulai mempertanyakan adab suasana tersebut, lalu mereka meminta semoga negara berkembang memperbaiki keadaan HAM-nya. Sudah pasti, kita tidak bisa lagi melihat pada entitas nasional untuk mendapatkan para “pemenang” dan “pecundang”. Dalam dunia global pecundang tersebar di mana-mana, tergolong juga pemenang. Dalam ekonomi global yang ideal, di mana ada berita global yang persyaratan seperti upah, peraturan perihal lingkungan, maka setiap orang sebaiknya menjadi pemenang.[5]
Dampak globalisasi kepada organisasi dan manajemen setempat
    Bisakah Indonesia tidak ikut dalam proses globalisasi ? Walaupun bisa menolak, namun tidaklah mudah, sebab globalisasi merupakan sebuah kenyataan yang tidak bisa dihindarkan, terlebih negara kita sudah terbelit utang dan juga masih memerlukan derma  dari negara-negara yang nota bene tergabung dalam WTO, di mana kita juga menjadi anggotanya.
    Bercermin pada negara lain, maka para “policymakers”, pendidik, bisnis, dan industri mesti sangat peduli pada abad yang penuh kompetisi ini. Misalnya, Amerika Serikat dalam tujuan pendidikan nasionalnya secara eksplisit menyebutkan bahwa mereka mesti mempersiapkan bangsanya untuk menjadi pekerja yang produktif dan selalu belajar guna menghadapi ekonomi global. Pendidikan difokuskan pada upaya membantu rakyat memahami korelasi pendidikan dengan dunia kerja dan mendapatkan ketrampilan yang mampu dipakai di dunia kerja. Mereka diberi gosip ihwal apa itu ekonomi global, dan ketrampilan apa yang diperlukan biar mereka bisa ikut serta di dalamnya.   
     Bagaimana daya tahan hidup bisnis lokal dalam ekonomi global, sangat tergantung pada kinerja organisasinya. Organisasi mesti kompetitif atau bisa berkompetisi. Organisasi yang kompetitif dicirikan oleh produktivitas, kelonggaran, kecepatan, kualitas yang memadai, dan berfokus pada konsumen. Tuntutan supaya perusahaan harus lebih kompetitif telah menggiring perusahaan untuk melakukan pergeseran dalam cara pengorganisasian dan pengelolaan perusahaan. Beberapa cara yang telah dilaksanakan oleh perusahan-perusahan yang cukup ternama antara lain adalah :
a. Pengubahan struktur organisasi.
   Bentuk organisasi tradisional yang piramid tampaknya telah bukan zamannya lagi. Dalam perusahaan AT&T, cara gres pengorganisasian ditekankan pada team yang melakukan pekerjaan antar fungsi melalui komunikasi antar departemen. Mereka mulai tidak menekankan pada rantai komando yang terlampau ketat dalam mengambil keputusan. Di GE, Jack Welch menerapkan “boundaryless organization”, di mana pegawai tidak mengidentifikasi dirinya dengan satu departemen yang terpisah, melainkan mesti berinteraksi dengan semua orang dalam menuntaskan pekerjaannya.
b. Pemberdayaan Pegawai.
    Berbagai pakar beranggapan bahwa organisasi masa kini harus meletakan konsumen di atas segalanya, dan menekankan bahwa setiap gerak yang dilakukan perusahaan harus mengarah pada pemuasan keperluan pelanggan. Oleh karena itu perusahaan harus memberdayakan pegawai, terutama yang berada di garis depan.
c. Organisasi yang datar semakin menjadi norma biasa .
    Sebagai pengganti organisasi piramid yang terdiri atas 7, 10, atau lebih lapisan manajerial, disusun organisasi yang condong datar dengan lapisan manajerial sekitar 3 atau empat lapis saja.
d. Kerja semakin dirancang dalam bentuk “teams”,   ketimbang terspe-
    sialisasi dalam satu fungsi saja.
    Di pabrik seorang pekerja tidak hanya melakukan satu jenis pekerjaan secara berulang-ulang. Dia lebih ialah bab dari tim kerja yang multifungsi.
e. Landasan kekuatan perusahaan berganti.
    Dalam organisasi ekonomi global, posisi, jabatan, dan kewenangan, bukan lagi menjadi alat yang mencukupi bagi manajer untuk mampu menyelesaikan pekerjaan. Sebagai penggantinya yaitu “ide-pemikiran yang bagus”
f. Manajer abad sekarang harus mampu membangun akad.
   Membangun organisasi yang lebih baik, lebih besar, lebih kompetitif, artinya menghadirkan pegawai-pegawai yang memiliki janji dan mampu mengatur diri.
g. Orientasi pada “human-capital”
    Manusia selaku bagian penentu kesuksesan organisasi senantiasa harus menjadi pokok perhatian utama. Mulai dari manajer tingkat teratas hingga dengan pegawai tingkat terbawah mesti berkualitas, akhli. “Pecundang dalam globalisasi yakni mereka yang tidak meningkatkan keakhlian mereka. Mereka akan makin hancur”. Demikian kata Hemmer[6].
    Di bawah ini ada suatu model yang dapat menerangkan korelasi di antara pergeseran lingkungan, tergolong di dalamnya globalisasi dengan taktik yang seharusnya dijalankan oleh perusahaan dalam organisasi dan manajemennya.[7]      

Ekonomi Pengetahuan Global

     Berbagai pengamat menguraikan bahwa ekonomi global yang kini terjadi ialah satu bentuk transisi ke “ekonomi pengetahuan” atau “masyarakat berita”. Berbagai penulis dalam bidang administrasi beberapa tahun dewasa ini menempatkan peran wawasan atau modal intelektual dalam dunia bisnis. Nilai dari perusahaan berteknologi tinggi mirip perusahaan perangkat lunak atau bioteknologi, bukanlah terletak pada kekayaan fisik yang mampu diukur oleh para akuntan, melainkan pada hal-hal yang tak mampu diraba, ialah wawasan. Tahun-tahun dewasa ini kian diakui oleh forum-forum internasional bahwa pengetahuan merupakan faktor krusial dalam bikinan. Beberapa konperensi pada tahun 1997 yang disponsori oleh Bank Dunia, sudah menempatkan wawasan dan “human capital” sebagai jantung dari jadwal ekonomi.[8] Oleh karena itu di tingkatan mikro (organisasi perusahaan) mulai dikenalkan rancangan “knowledge management” atau “learning organization”.
ORGANISASI BELAJAR
      Munculnya pesaing-pesaing baru dalam ekonomi global menuntut adanya ekspansi seperangkat ketrampilan yang “hard” (teknologi) dan “soft” (interpersonal dan komunikasi) secara sepadan. Ketrampilan yang diidentifikasikan oleh beberapa pengarang administrasi, mencakup administrasi berita, sumber-sumber daya, relasi dengan manusia, dan “self-management”. Titik awal, telah pasti adalah ketrampilan dasar : membaca, menulis, berhitung, dan, yang paling penting yaitu “kesanggupan untuk terus-menerus berguru sepanjang hidup” (ability to learn continuously throughout life). Sebagai pelengkap, pekerja “global” memerlukan keleluasaan, kesanggupan memecahkan problem dan mengambil keputusan, bisa mengikuti keadaan, berpikir kreatif, motivasi-diri, dan memiliki kapasitas refleksi.

Belajar ?

Pada tingkat perorangan : menemukan wawasan, pemahaman, dan ketrampilan.
Pada tingkat organisasi : mengganti pandangan, visi, taktik, dan mengalihkan pengetahuan
Pada tingkat perorangan dan organisasi : penemuan dan pembaharuan – penciptaan, penjajagan wawasan baru, pengertian gagasan-pemikiran gres.

Organisasi Belajar

    Organisasi belajar dapat dipandang selaku tanggapan atas kian mening- katnya dinamika dan “unpredictable”-nya lingkungan bisnis. Ada beberapa penulis yang mengemukakan definisi :
“ Inti organisasi belajar adalah kesanggupan organisasi untuk mempergunakan kapasitas mental dari semua anggotanya guna membuat sejenis proses yang hendak menyempurnakan organisasi ” (Nancy Dixon, 1994)[9]
“ Organisasi di mana orang-orangnya secara terus-menerus membuatkan kapasitasnya guna membuat hasil yang betul-betul mereka kehendaki, di mana pola-contoh berpikir gres dan meningkat dipupuk, di mana aspirasi golongan diberi keleluasaan, dan di mana orang-orang secara terus-menerus berguru mempelajari (learning to learn) sesuatu secara bersama” (Peter Senge, 1990)[10]
     Di samping itu ada satu definisi yang mencoba menguraikannya secara lebih komprehensif. “Organisasi berguru adalah organisasi yang di dalamnya terdapat tata cara, mekanisme, dan proses, yang dipakai secara kontinyu oleh anggota-anggotanya guna meningkatkan kapabilitas sehingga mampu meraih sasaran pribadinya dan komunitas di mana dia ikut serta” (David J. Skyrme)[11]
      Beberapa pokok anggapan penting yang mencirikan organisasi berguru ialah :
          Adaptif pada lingkungan eksternal
          Terus-menerus memajukan kapabilitas untuk berubah
          Mengembangkan kesanggupan berguru secara individual dan kolektif
          Menggunakan hasil belajar untuk meraih hasil yang lebih baik.

Mengapa mesti Organisasi Belajar ?

    Awalnya perusahaan berupaya memperbaiki produk, pelayanan, dan inovasinya lewat “continues improvement” dan “breakthrough strategies”. Cari ini menghasilkan konsep yang dikenal dengan nama Total Quality Management (TQM) dan Business Process Reengineering). Namun perusahaan mendapatkan fakta bahwa kegagalan atau juga keberhasilan program-program tadi sungguh diputuskan oleh aspek manusia (human factors) seperti : ketrampilan, perilaku dan budaya organisasi.

   Art Kleiner penyusun buku Fifth Discipline Fieldbook mengutarakan bahwa pemikiran organisasi berguru disebar luaskan guna :
          mencapai kinerja tinggi dan mengungguli kompetisi
          korelasi dengan pelanggan lebih baik
          menghindari penurunan
          memperbaiki mutu
          menimbulkan penemuan
          menyanggupi keperluan eksklusif dan spiritual
          memajukan kesanggupan kita dalam mengelola pergantian
          bisa saling memahami
          memperluas batas-batas-batas-batas
          mendapatkan keleluasaan
          menghargai saling ketergantungan
Komentar lain tentang organisasi berguru yaitu:
  • lebih menyenangkan (fun) bekerja pada organisasi yang menerapkan desain organisasi belajar
  • organisasi belajar menawarkan keinginan terhadap anggotanya untuk menemukan hasil yang lebih baik
  • organisasi berguru ialah kawasan bermain bagi gagasan inovatif
  • organisasi mencar ilmu ialah tempat kondusif untuk berani mengambil resiko dengan pemikiran dan perilaku gres.
  • Dalam organisasi belajar setiap pertimbangan anggota dihargai dan siapapun bisa beropini, tanpa dibatasi oleh posisinya dalam organisasi[12]
  Makalah Vii, Aturan Perdata Atau Yurisprudensi

Tipe-tipe pembelajaran

Organisasi Belajar lebih dari sekedar training (pembinaan). Pelatihan membantu seseorang berbagi ketrampilan dalam bidang tertentu, sedangkan organisasi mencar ilmu membuatkan ketrampilan dan pengetahuan pada tingkat yang lebih tinggi. Ada 4 tipe pembelajaran yang dikembangkan dalam organisasi belajar.
          Pertama : Mempelajari fakta-fakta, wawasan, proses, dan prosedur. Diaplikasikan pada situasi buruk yang sudah diketahui.
          Kedua : Mempelajari ketrampilan kerja gres yang bisa ditransfer ke suasana lain. Diaplikasikan pada situasi baru yang memerlukan pergantian. Membawa pakar dari luar organisasi ialah cara yang berguna.
          Ketiga : Belajar beradaptasi. Diaplikasikan pada suasana yang lebih dinamis, di mana perlu dikembangkan cara pemecahan problem. Percobaan (eksperimen), dan menarik pelajaran dari kegagalan dan keberhasilan organisasi lain ialah cara pembelajaran yang tepat.
          Keempat : Belajar mempelajari sesuatu. Di sini kita bicarakan inovasi dan kreativitas; mendesain masa depan, tidak sekedar menyesuaikan diri. Jika organisasi sudah mencapai tingkat ini maka yang dijadikan sasaran tidak cuma pada organisasi, melainkan juga pada semangat industrial.
Keempat tipe pembelajaran tersebut dapat diaplikasikan ke tiga tingkat peserta berguru : INDIVIDU – KELOMPOK – ORGANISASI
 
THE FIFTH DISCIPLINE[13]
Organisasi Belajar, mencar ilmu berinovasi secara terus menerus dengan cara menempatkan perhatian pada “lima unsur”. Memang, kelimanya tidak pernah bisa terkuasai, namun organisasi yang terbaik mempraktekannya secara konstan.
1.      System Thinking :  Orang dalam organisasi berguru melakukan pekerjaan dalam lingkungan sistemik. Jntung berpikir tata cara adalah kesadaran akan keterkaitan dirinya dalam tim, keterkaitan tim dengan organisasi, keterkaitan organisasi dengan lingkungan yang lebih luas lagi.
2.      Personal Mastery : Dalam organisasi berguru, individu dan profesinya dipandang sebagai faktor yang krusial untuk menjinjing kesuksesan organisasi. Oleh karena itu individu dilarang berhenti belajar. Dia harus memiliki visi (mimpi) eksklusif, mesti kreatif, dan harus komit pada kebenaran. 7 Habits of Effective People.
3.      Mental Models : Respon atau perilaku kita atas lingkungan dipengaruhi oleh perkiraan yang ada dalam anggapan kita ihwal pekerjaan dan organisasi. Kognitif. Persoalannya muncul saat mental kita terbatas atau bahkan tidak berfungsi, sehingga menghalangi  kemajuan organisasi. Dalam organisasi mencar ilmu model mental menjadi tidak terbatas, melainkan bebas dan selalu mampu berganti. Jika organisasi mengharapkan menjelma organisasi mencar ilmu maka mesti bisa menangani panik-ketakutan atau kecemasan-kecemasan untuk berpikir.
4.      Shared Vision : Tujuan, nilai, misi akan sungguh berdampak pada perilaku dalam organisasi, bila dibagikan dan diketahui bersama, dan dimiliki oleh semua anggota organisasi. Gambaran era depan organisasi merupakan juga mimpi-mimpi indah kalangan dan individu. Visi bersama akan menghasilkan akad yang kuat dari individu ketimbang visi yang hanya datang dari atas.
5.      Team Learning : Tim senantiasa ada dalam setiap organisasi. Sebutannya bermacam-macam : departemen, unit, divisi, panitia, dan lain sebagainya. Seringkali seorang individu berfungsi di beberapa tim. Dalam organisasi individu mesti bisa mendudukan dirinya dalam tim. Dia harus mampu berpikir bersama, berdialog, saling melengkapi, saling mengoreksi kesalahan. Individu melihat dirinya sendiri selaku satu unit yang tidak bisa terpisahkan dari unit lain, dan saling tergantung.
Ciri-ciri Organisasi Belajar
  • Misi dan Visi Perusahaan dinyatakan dan dipahami secara luas oleh anggota organisasi
  • Mengalirkan Misi dan Visi ke Kelompok, Divisi, dan Depatemen.
  • Misi dan Visi perusahaan merupakan inspirasi yang membimbing kinerja setiap anggota organisasi
  • Menyediakan training berkelanjutan bagi setiap anggota di setiap tingkatan
  • Para manajer mengalirkan jenis-jenis pelatihan kepada para anak buahnya.
  • Mengembangkan budaya kerja dalam tim.
  • Memberdayakan pegawai semoga bisa bekerja tanpa instruksi pribadi dari manajer, atau melakukan “continuous improvement” berdasarkan visi bersama.
  • Memelihara iklim keterbukaan
  • Mendorong eksperimen-eksperimen kerja dan keberanian mengambil resiko, dan menangkal saling menyalahkan.
  • Komunikasi terbuka supaya semua pegawai “well-informed” – (tidak percaya pada rumor).
  • Memiliki mekanisme kesadaran untuk berbagi pengetahuan dan pemahaman
  • Keputusan diambil berdasarkan fakta
  • Di semua level, diajarkan dan diaplikasikan cara mendianosis, analisis, dan pengambilan keputusan
  • Konstan menganggap pasar, pesaing, lingkungan, dan memeriksa ulang taktik-strateginya
  • Mencobakan pemikiran baru, menyebarkannya jika sukses, atau mencampakkan dan memperbaikinya bila gagal.
  • Berinvestasi pada Litbang (R&D)
  • Sering memperkenalkan proses kerja baru, produk dan pelayanan baru
  • Secara konstan memperbaiki kapabilitas dan kinerja
  • Memahami klien atau konsumen, dan berdialog dengan mereka secara berkelanjutan
  • Menetapkan tujuan yang terang, dan percaya tujuan tersebut diketahui oleh siapa saja
  • Mendorong semua pegawai untuk secara konstan menantang kondisi “status quo”
  • Mengurangi permainan politik dalam perusahaan
  • Menghargai, menghargai, menghargai
  • Memperpendek siklus waktu kerja di semua proses
  • Tidak memelihara perilaku “berpuas diri”
  • Memiliki pegawai yang kepuasan kerja dan kebanggaan atas pekerjaan tinggi
  • Fokus pada pencegahan daripada perbaikan
  • Melibatkan setiap orang dalam “continuous improvement”
  Pengodean Dan Grounded Theory

 

Getting Started

Banyak cara untuk mulai membuat iklim Organisasi Belajar salah satu cara yakni :
·         Mulai dari “top” – membantu untuk menawarkan daya dorong
·         Mulai dari problem yang kronis (menahun) – senantiasa baik untuk menimbulkan anutan
·         Bentuk “Task Force” – namun masih membutuhkan dorongan dan visi
·         Mulai dengan mendiagnosa organisasi – Dept SDM dapat dijadikan konsultan (semestinya)
·         Kaitkan dengan proses yang sedang berlangsung
·         Kaji ulang proses dan tata cara yang ada – audit untuk mengenali “capability gap”
·         Kembangkan tata cara baru.
  


[1] Mansour Fakh, Sesat Pikir : Teori Pembangunan dan Globalisasi, 2001

[2] Millman, J. (1999) Wall Street Journal , October 29

[3] Samuelson, (2001)Economics, 17th edition

[4] Hadi Waratama, Pengembangan SDM untuk Sektor Manufaktur pada Era Pasar Bebas, (1998)

[5] http://www.cfep.uci.edu/Community?KSR/global economy.html

[6] Prof. Dr. Hans-Rimbert Hemmer, Globalisasi Akan Dapat Meningkatkan Kemakmuran, Tempo Interaktif, 2001.

[7] Gary Dessler, Human Resurce Management, 2000.

[8] http://www.skyrme.com/insights/21gke.htm

[9] Nancy Dixon, The Organizational Learning, 1994

[10] Peter M. Senge, The Fifth Discipline Fieldbook : Strategies and Tools for Building a Learning, 1994.

[11] http://www.skyrme.com/insights/31rnorg.htm, 2000

[12] Richard Karash :http://www.learning-org.com
[13] http://www.websites.quincy.edu/chasemi/learn.htm