Sumber Daya Manusia Dan Pembinaan

               Suatu institusi atau lembaga atau organisasi telah tentu memiliki acara pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), baik swasta maupun pemerintah. Di negara kita hampir semua departemen mempunyai lembaga pengembangan SDM yang diketahui dengan Lembaga Pelatihan. Menurut Strauss dan Sayless ( 1984 ); Program pengembangan SDM dikenal dengan beberapa ungkapan, ialah : latihan (training), latihan industri (industrial pelatihan), pendidikan orang cukup umur (adult education), dan pendidikan tenaga kerja (employee education). Dari beberapa ungkapan tersebut mampu disimpulkan bahwa pengembangan SDM menjadi tiga ungkapan, ialah :
(1)      Latihan;
(2)      Pendidikan; dan
(3)      Pengembangan.
Latihan digunakan bila yang dipelajari berhubungan dekat dengan pekerjaan yang ada kini. Tujuan latihan ialah kenaikan kinerja (produktivitas) sehubungan dengan pekerjaan yang ada pada ketika kini (Nadler, 1982). Kaprikornus pada prinsipnya bentuk aktivitas pengembangan SDM yakni berguru mirip yang dikemukakan Nadler bahwa acara utama dalam pengembangan SDM adalah berguru.
              Masih berdasarkan Manullang ( 2004); Perencanaan SDM dapat dibedakan menjadi dua bentuk, adalah :
(1)      Perencanaan Program training, dan
(2)      Perencanaan Pembelajaran.
Dalam menyiapkan program training Nadler (2002) mengembangkan satu versi perancangan acara pelatihan yang dimulai dengan aktivitas, yaitu ; evaluasi keperluan organisasi, spesifikasi kerja, kenali keperluan, penentuan tujuan, pengembangan kurikulum/bahan, pemilihan seni manajemen pembelajaran, pemilihan nara sumber, dan rancangan evaluasi final.
              Dengan demikian jelaslah bahwa program pelatihan dan pendidikan bagi karyawan/pekerja dalam suatu organisasi adalah sungguh penting dalam rangka meningkatkan organisasi, lebih-lebih kalau pengetahuan dan teknologi semakin berkembang. Pada dasarnya latihan itu yaitu suatu proses yang berlanjut dan bukan proses sesaat. Munculnya keadaan-kondisi baru, sangat mendorong pimpinan untuk terus memperhatikan dan menyusun acara-program training yang kontinyu serta semantap mungkin agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien (Martoyo, 2007: 55). Dalam rangka efektifitas dan efisiensi pencapaian tujuan organisasi itulah maka pelaksanaan pembinaan dipandang menjadi sungguh perlu. Dan menurut usulan Martoyo (2007: 56 ) ; Efektifitas serta efisiensi guru hanya mampu dicapai dengan cara memajukan tiga hal pokok tentang guru, adalah :
(1)      Pengetahuan guru;
(2)      Keterampilan guru; dan
(3)      Sikap guru kepada peran-tugasnya
              Menurut The United States Navy Education and Training ; Model pengembangan pembelajaran yang disebut pengembangan kemahiran pembelajaran (instruction skills development),  ada lima langkah dalam versi ini, yaitu :
(1)      Tahap Analisis;
(2)      Tahap Perencanaan;
(3)      Tahap Pengembangan;
(4)      Tahap Penerapan, dan
(5)      Tahap Pengawasan dan Pengendalian.
              Selanjutnya masih berdasarkan The United States Navy Education and Training, menyebutkan bahwa dalam sebuah paket program training paling tidak terdapat lima karakteristik pengembangan SDM, ialah :
(1)      Organisasi pengalaman belajar,
(2)      Memilih masa tertentu,
(3)      Ada peluang untuk bertindak,
(4)      Pengembangan kinerja, dan
(5)      Pertumbuhan dan pengembangan.
              Oleh alasannya adalah itu organisasi pelatihan mencar ilmu selaku wadah kegiatan belajar sungguh diharapkan keberadaannya untuk kenaikan kualitas Sumber Daya Manusia (Gibson, Ivancevich dan Donnely, 2004).
              Pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi mampu menghemat beban organisasi secara keseluruhan dalam jangka panjang. Dengan adanya acara pengembangan sumber daya insan berupa aktivitas pembinaan mampu mengembangkan kemampuan, keahlian dan perilaku guru sehingga lebih efektif dan efisien dalam mencapai sasaran-sasaran acara ataupun tujuan organisasi. Menurut Sakulla sebagaimana dikutip oleh Martoyo (2007: 63), menyebutkan ada 8 jenis dan tujuan aktivitas training untuk pengembangan sumber daya manusia, sebagai berikut :
(1)      Produktivitas personil dan organisasi (productivity)
(2)      Kualitas organisasi (quality)
(3)      Perencanaan Sumber Daya Manusia (human resource planning)
(4)      Semangat personil dan iklim organisasi (morale)
(5)      Meningkatkan kompensasi secara tidak pribadi (indirect compensation)
(6)      Kesehatan mental dan fisik
(7)      Pencegahan merosotnya kesanggupan personil (obsolescence prevention)
(8)      Pertumbuhan kemampuan personil secara individu (personel growth ).
              Dengan memperhatikan tujuan dari dikerjakan-nya pembinaan dapat ditarik kesimpulan beberapa faedah dari pelatihan perhadap pengembangan sumber daya insan untuk organisasi. Dan berdasarkan Proctor dan Thorton              ( Manulang, 2004: 54 ) menyebutkan adanya 13 manfaat nyata pelatihan sebagai berikut :
(1)          Menaikan rasa puas guru
(2)          Dapat menghemat pemborosan
(3)          Mengurangi tingginya ketidakhadiran
(4)          Memperbaiki sistem dan tata cara kerja
(5)          Menaikan tingkat penghasilan
(6)          Mengurangi biaya lembur
(7)          Mengurangi ongkos pemeliharaan mesin-mesin
(8)          Mengurangi keluhan guru-guru
(9)          Mengurangi kecelakaan-kecelakaan
(10)      Memperbaiki komunikasi
(11)      Meningkatkan pengetahuan guru
(12)      Memperbaiki budbahasa guru
(13)      Menimbulkan kerjasama yang baik
              Meskipun demikian luasnya manfaat training tersebut, tidaklah bermakna bahwa seluruhnya akan dapat dicapai dengan sebuah jenis latihan saja. Karena tujuan latihan itu dapat berlainan-beda, tergantung dari apa yang ingin diraih dengan latihan.
2.   Pelatihan Dan Pengembangan Organisasi.
              Teknik-teknik training konvensional seperti per-kuliahan, diskusi perihal kasus bahkan permainan simulasi ialah suatu bentuk pembinaan yang masih dapat di-unggulkan untuk menjawab tantangan organisasi. Namun dalam keadaan globalisasi dunia dan periode keterbukaan gosip yang semakin komplek, terutama didalam membina korelasi antar personil guru dari berbagai macam latar dan sosial budaya, maka contoh-pola pelatihan konvensional dimaksud nyaris senantiasa ketinggalan dibandingan kecepatan dinamika lingkungan yang dihadapi sehari-harinya, dan untuk itu sudah sangat diperlukan versi-versi pelatihan yang lebih komplek lagi. Terakhir ini cukup dikenal oleh kita versi training luar ruang (outbound pelatihan) yang meng-hadiri kompleksitas alam kepada para peserta training. Keunggulan training luar ruang seperti ini antara lain akseptor menjadi lebih aktif lagi berperan serta dan bersifat rekreasi sehingga aktivitas pelatihan menjadi suatu aktivitas yang menggembirakan jauh dari membosankan.
              Banyak pimpinan puncak dalam suatu organisasi beropini bahwa pelatihan cuma semata-mata ialah fungsi staf, dan jikapun diadakan program pembinaan hanya sebab mengikuti mode dalam dunia manajerial. Selama administrasi menilai proses training sebagai suatu yang terlepas dari kegiatan sehari-hari dalam pekerjaan, sehingga risikonya arti training bagi pengembangan organisasi secara keseluruhan  menjadi tidak bermakna.
              Pelatihan manajemen ialah bab yang sangat penting dari pengembangan organisasi dan manajerial, melengkapi teknik-teknik pengembangan organisasi mirip rotasi (pemindahan) pekerjaan dan penilaian prestasi guru ( Strauss dan Sayles ; 1981 : 113 ) Teknik semacam itu yaitu perlu untuk menolong para pimpinan yang pantas dipromosikan guna menyiapkan diri untuk peningkatan, untuk membantu para manajer mengikuti kemajuan teknologi, untuk memupuk semangat pada pimpinan-pimpinan tingkat rendah dengan menunjukan perhatian administrasi puncak kepada mereka, dan khususnya sekali untuk menolong memperbaiki relasi antar perseorangan.
              Masih menurut Strauss dan Sayless sebagaimana dimaksud di atas ; Bahwa hal penting dalam pengembangan organisasi yaitu bagaimana mengharmoniskan relasi antar personil dalam sebuah organisasi. Kebanyakan pendekatan ke pengembangan organisasi berasumsi bahwa pergantian tidak akan terjadi kecuali kalau para guru merasa kecewa (tak puas) perihal prestasi mereka yang kini, dan ini membutuhkan semacam umpan balik atau “konfrontasi” yang menciptakan para guru menjadi lebih peka lagi terhadap kelakuan mereka sendiri dan pengaruhnya atas orang lain.