Dibangun oleh Seorang Mursyid Tarekat
Kehadiran masjid jami ini sangat erat kaitannya dgn sejarah berkembangnya Islam di Sumatra Barat, khususnya di daerah Maninjau. Dan, itu tak dapat dilepaskan dr peran seorang tokoh penyebar Islam yg paling terkemuka di Ranah Minang yg berjulukan Syekh Burhanuddin. Ia bukan cuma seorang ulama, tetapi pula seorang syekh, sebuah gelar kehormatan yg hanya diberikan pada seorang ulama yg menjadi mursyid (pemimpin, pembimbing) dr sebuah pemikiran tarekat (thariqah). Memang, Syekh Burhanuddin yaitu seorang Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah, tarekat yg menjadi pegangan ulama-ulama Sumatra, khususnya di Sumatra Barat.
Masjid ini didirikan pada tahun 1670 M, dipimpin langsung oleh Syekh Burhanuddin dgn bantuan para ninik mamak pada waktu itu, yaitu Rangkayo Rajo di Hulu, Rangkayo Rajo Sulaiman, Rangkayo Rajo Mangkuto, & Rangkayo Rajo Massaid. Adapun tanah tempat berdirinya masjid ini yaitu wakaf dr seorang aristokrat yg berjulukan Tuangku Kampung Ibrahim.
Pada awalnya, masjid ini tanpa nama. Masyarakat menyebutnya Masjid Jami alasannya adalah masjid ini menjadi sentra penyebaran Islam di Sumatra Barat. Di Masjid Jami inilah Syekh Burhanuddin mengajar & sekaligus menggembleng santri-santrinya menjadi juru dakwah (dai) yg handal untuk berbagi Islam di seluruh pelosok Ranah Minang, bahkan sampai ke Tapanuli Selatan. Setelah ia wafat maka Untuk menghormati jasa-jasanya, masyarakat pada waktu itu memberikan nama masjid tersebut dgn nama Masjid Jami Syekh Burhanuddin.
Warna tasawuf, khususnya yg bersumber dr tarekat Naqsyabandiyah,amat kuat kepada sistem nilai & tradisi masyrakat pada waktu itu sehingga upacara-upacara tradisi keagamaan mirip terbunuhnya Imam Husein, cucu Rasulullah saw. (10 Muharram), suk tradisi pada bulan Shafar, kerap diadakan di masjid ini.
Sejalan dgn kemajuan zaman, ketika ini upacara-upacara tradisi tersebut sudah tak lagi diadakan. Apalagi sehabis kaum muda, suatu perumpamaan yg diberikan pada kelompok pembaharu keagamaan di Sumatra Barat, berhasil memberi wama dlm gerakan dakwah Islam Minangkabau.
Meskipun begitu, sisa-sisa imbas tasawuf belum hilang sama sekali. Terbukti dgn masih adanya segelintir orang yg datang untuk berziarah ke makam Syekh Burhanuddin. Memang untuk para rengikut tarekat di Sumatra Barat, Syekh Burhanuddin dianggap seorang waliyullah yg mempunyai keramat (karomah).
Sedangkan, Masjid Jami peninggalannya itu, sejak dibangunnya hingga hari ini sudah mengalami 4 kali perbaikan. Dan, mirip dapat vang Anda saksikan hari ini, arsitektur masjid ini adalah perpaduan antara Timur Tengah & Minangkabau. Memiliki 2 Kubah yg menjulang ke angkasa, merupakan symbol kejayaan Islam. Sedangkan dindig da atapnya yg berwarna kebiruan, adalah simbol keakraban masjid dgn lingkungan.