Masjid Raya Ganting

Menjadi Saksi Perjuangan Kemerdekaan

masjid raya ganting

Masjid Raya Ganting berlokasi di pusat kota Padang, di wilayah yg padat & dikelilingi rumah-rumah penduduk yg tersusun bagaikan onggokan Bukit Barisan yg berlapis-lapis. Di jantung kota yg padat mirip itulah, bunyi azan terdengar mendayu-dayu d menaranya yg menjulang ke langit biru, laksana nyanyian ombak mengundang umat bersujud pada Sang Pencipta.

Masjid yg dibangun pada tahun 1700 M ini berdiri di atas tanah wakaf dr 7 suku yg diserahkan lewat Gubernur Jenderal Ragen Bakh selaku penguasa Hindia Belanda di Sumatra Barat pada wakitu.

Pada mulanya letak masjid berada di kaki Gunung Padang, kemudian dipindahkan ke tepi Sungai Arau, lantaran Belanda hendak membuat jalan ke Teluk Bayur. Terakhir masjid dipindahkan ke lokasi yg sekarang dgn ukuran 30 x 30 m. Sedangkan, tokoh masyarakat yg terlibat dlm proses pembangunan masjid ini, antara lain Angku Gapuk (saudagar di Pasar Gadang Padang), Angku Syekh Haji Umar (Kepala Kampung Ganting), & Angku Syekh Kepala Koto (ulama yg berpengaruh).

Seluruh pembiayaan pembangunan masjid ini didapatkan dr pemberian kaum muslimin, seperti dr saudagar Pasar Gadang Padang, pula bantuan dr para perantau Kampung Ganting yg bermukim Sibolga, Medan, & yg berdomisili di luar negeri. Pekerjaan dikerjakan dengan-cara gotong royong, dipimpin seorang kapten dr Korps Zeni.

Sokogurunya yg berjumlah 25 buah, melambangkan 25 Rasul Allah yg wajib diimani kaum muslimin. Nama ke-25 orang rasul itu diukir dgn kaligrafi karakter Arab. Sejak awal berdirinya, masjid ini dimanfaatkan selaku bimbingan manasik kandidat haji yg akan berangkat ke Tanah Suci. Orang pertama yg melaksanakan bimbingan haji di masjid ini ialah Syekh Abdul Hadi yg berasal dr Arab Saudi.

  Masjid Sultan Suriansyah

Ia berdomisili puluhan tahun di Ganting & menikah dgn wanita Minang, sampai berputra tujuh orang. Setelah habis masa tugasnya, ia pun kembali ke tanah airnya (Arab Saudi) dgn membawa serta istri & anak-anaknya. Tidak mengherankan jika ia berinisiatif panduan manasik bagi para calon haji.

Masjid Raya Ganting selain memiliki halaman yg luas untuk arena latihan manasik, di sekitar masjid pula berjejer 3 buah gedung rempat teori manasik diberikaa Salah satu di antara gedung-gedung tadi yakni gedung bekas Perguruan Thawalib yg pada masa jayanya dahulu mengurus Madrasah Ibtidaiyah (MI), Tsanawiyah (MTs), & Normal School (semacam Sekolah Menengah Pertama/SMU sekarang, pen).

Di masjid & lembaga pendidikan inilah Syekh Daud Rasyidi, H. Mansur Dt. Palomo Kayo, & beberapa tokoh pergerakan Islam di Sumatra Barat, mengabdikan ilmu & menyemai bibit usaha pada kaum muda.

Masjid ini menjadi pujian masyarakat, alasannya dibangun dr dana penduduk . Materialnya didatangkan dr Pasaman oleh N.V. Jacobson Van Berg. Pada tahun 1932, Masjid Raya Ganting mendapat kehormatan menjadi kawasan (arena) Jambore Gerakan Kepandtfan Pramuka) Muhammadiyah seluruh Indonesia yg pada waktu itu bemama Hizbul Wathan.

Pada tahun 1942, tatkala tentara Jepang mulai mencengkeramkan kukunya ke bumi Nusantara mengambil alih Pemerintah Hindia Belanda yg kalah perang, Masjid Raya Ganting pemah menjadi tempat persinggahan Bung Kamo & Bung Hatta sesudah Dwitunggal itu kembali dr masa pembuangannya di Bengkulu. Keduanya shalat di masjid ini & menginap di rumah Datuk Marah Alamsyah yg terletak persis di belakang Masjid Ganting.

Dan, di masa pendudukan Jepang itu pula, Masjid Raya Ganting memainkan kiprah yg amat strategis. Tatkala Pemerintah Jepang membentuk Gyugun (perwira militer yg anggotanya terdiri atas ulama) & Heiho (pasukan pembela tanah air yg prajuritnya diambil dr para santri), maka Masjid Raya Ganting dijadikan sebagai markas besar untuk wilayah Sumatra Barat & Tengah.

  Masjid Katangka Gowa

Begitu pun tatkala Tentara Sekutu (multinasional) mendarat di Sumatra, banyak sekali tentara Inggris dr kesatuan Tentara Muslim India yg membelot & bergabung ke dlm laskar rakyat, menertibkan seni manajemen penyerangan dr Masjid Raya Ganting ini. Termasuk kejadian penyerangan ke tangsi (barak, asrama) militer Inggris kesatuan Gurkha yg banyak menelan korban jiwa itu.

Di masa kemerdekaan, banyak pejabat tinggi negara yg menyempatkan shalat di tempat ini, antara lain almarhum Sri Sultan Hamengku Buwono IX yg pada waktu itu menjabat selaku Menteri  Pertahanan RI pertama, Ketua DPRGR almarhum K.H. Ahmad Syaikhu, Ketua DPR/MPR Jenderal Abdul Haris Nasution, & beberapa Malaysia & Brunei Darussalam.

masjid raya ganting 2masjid raya ganting 2