Daftar Isi
Pernah Ditutup Selama 36 Tahun
Masjid tua yg terkesan unik ini terletak di Jalan Ki Ranggo Wiro Sentiko, Kelurahan 30 Ilir, kurang lebih satu kilomenter dr pusat kota Palembang. Letaknya yg strategis di persimpangan jalan ini, mempunyai daya tarik tersendiri bagi masyarakat di sekitamya. Barangkali alasannya adalah bentuknya yg tak banyak berubah dr bentuk aslinya.
Masjid Suro-itulah nama yg diberikan oleh K.H. Abdurrahman Delamat bin Syarifuddin bareng sahabatnya Kiai Ki Agus H. Mahmud Usman (Kgs. Khotib)—adalah nama yg pertama kali diberikan pada masjid ini.
Pada awal berdirinya, masjid ini ramai sekali dikunjungi masya¬rakat sekitamya, baik untuk shalat maupun menimba ilmu agama pada Kiai Delamat. NamUn, Tuan Residen waktu itu tak meng- hendaki masjid tersebut dijadikan sebagai tempat untuk menyampaikan dakwah Islam. Pemerintah Kolonial cemas masyarakat Palembang akan berontak pada Kompeni.
Akhinya, Kiai Delamat diundang oleh Tuan Residen & di- peringatkan untuk tak lagi menyebarkan Islam. Bersama itulah keluar larangan mengadakan shalat Jumat. Kiai Delamat pun diperintah- kan untuk meninggalkan kota Palembang alasannya dianggap membahayakan Pemerintah Hindia Belanda.
Ia akhimya menetap di Dusun Sarika sampai wafatnya & di makamkan di Masjid Babat Toman. Namun, oleh anaknya, K.H. Abdul Kodir & K.H. Muhammad Yusuf, mayat Kiai Delamat dipindahkan kembali ke Palembang & dimakamkan di belakang mimbar khatir. Tetapi, sebab tak disetujui Tuan Residen, akhimya jenazahnya dipindahkan kembali ke Pemakaman Jambangan di belakang Madrasah Nurul Falah, Kelurahan 30 Ilir, Palembang.
Menurut keterangan, Kiai Delamat lahir di daerah Babat Tomain Musi Banyu Asin, Sumatra Selatan. Setelah akil balig cukup akal, ia pindah ke Palembang & berdomisili di kawasan Lawang Kidul, tepatnya di Masjic Lawang Kidul. Tatkala masih remaja, Kiai Delamat pemah belajar ± Mekah, Madinah, & Baitul Maqdis, bareng Kiai Muara Ogan.
Semasa hidupnya, Kiai Delamat tak mempunyai satu rumah pun. kecuali masjid-masjid yg dibangunnya, antara lain Masjid Pulau Panggung, Masjid Fajar Bulan, Masjid Babat Toman, & Masjid Pulau Sambi. Sedangkan, di kota Palembang ia membangun Masjid Al- Mahmudiyah & Masjid Rohmaniyah yg terletak di Kelurahan 35 Hu Palembang.
Pada masa penjajahan Belanda, Masjid Suro ini pernah dibongkar & tidak boleh untuk dipergunakan sebagai tempat ibadah selama kurang lebih 36 tahun. Setelah kepengurusan masjid diserahkan pada Kia: Kgs. H. Mahmud Usman atau Kiai Khotib, akhimya nama masjid ini berubah menjadi Masjid Al-Mahmudiyah sesuai nama pengurusnya.
Setelah Kiai Kgs. H. Mahmud Usman meninggal dunia maka sekitar tahun 1343 H/1919 M diadakanlah pertemuan antara pemuka agama & masyarakat di Kelurahan 30 Ilir untuk membentuk kepengurusan masjid yg baru. Ini atas prakarsa Kiai Kiemas H. Syekh Zahri. Maka, terpilihlah kepengurusan bam yg diketuai oleh Kgs H.M. Ali Mahmud.
Di masa kepengurusannya, pada tahun 1920, masjid ini mulai dibongkar untuk diperbaiki. Pada tahun 1925 dibangun menara masjid Yang lebih penting bagi masyarakat, diperbolehkannya kembali shalat Jumat oleh Tuan Residen.
Masjid yg pemah dipakai selaku tempat berkumpulnya cowok-cowok pejuang yg tergabung dlm BPRI (Badan Pelopor Republik Indonesia), pemah mendapatbantuan dana Bapak H. Alamsjah Ratuperwiranegara, semasa ia menjadi Menteri Agama.
Peninggalan Sejarah
Jika kita memperhatikan masjid yg mampu menampung kurang lebih 1000 orang dgn luas 40 x 30 m persegi ini, masih banyak peninggalan-peninggalan yg mengandung sejarah, seperti beduk, sokoguru untuk penyanggah masjid, kolam tempat berwudhu, serta mimbar tempat makam Kiai Delamat.
Berbicara ihwal masjid, tentu akan lebih lengkap jikalau kita bicara tentang IRMA (Ikatan Remaja Masjid Al-Mahmudiyah) yg cikal bakalnya dahulu berasal dr karang taruna. IRMA resmi terbentuk tahun 1990 & sudah beberapa kali mengalami penggantian kepengurusan.
Sekarang ini IRMA diketuai oleh Junaidi Ahmad, S.E.. Periodisasi kepengurusan yg tiga tahun sekali ini telah banyak menciptakan prestasi-prestasi dlm bidang keagamaan, mirip juara II lomba pintar cermat (1991), juara HI kontes kaligrafi (1992), juara IIMTQ, & juara I lomba pidato Islam (1995). Beberapa aktivitas yg sudah berjalan baik selama ini yakni pengajian Al-Qur’an & barzanji dr rumah ke rumah.
IRMA yg sudah mempunyai Taman Kanak-kanak / TPA ini pemah mendapat bantuar dana dr Menpora Hayono Isman dlm rangka kunjungan safari Ramadhannya tahun 1995. Kini mempunyai lebih dr 100 orang santri TK/TPA.
Masjid Al-Mahmudiyah memang sudah renta, tetapi tak pemah letih dlm membina umat. Ini tampakdr jumlah jamaah shalat lima waktu yg tak pemah sepi. Di samping itu, pada setiap malam Senir & Sabtu diadakan pengajian & ceramah agama oleh ulama ter- kemuka kota Palembang, mirip K.H. Agus Salim & K.H. Muslim Anshori B.A.