Menjadi Pusat Pengembangan Islam
Kota Bali selain dikenal dgn obyek rekreasi & keseniannya, pula dikenal dgn penduduknya yg dominan beragama Hindu. Di tengah-tengah kehidupan masyarakat Hindu, terdapat sebuah desa yg bernama Pegayaman. Penduduk desa ini hampir semuanya muslim. Kehidupan sehari-hari desa ini memperlihatkan warna Islam yg kuat. Desa Pegayaman oleh sebagian penduduk Bali disebut selaku Nyama Selam yg artinya ‘masyarakat Islam7.
Di Desa Pegayaman Buleleng, terdapat sebuah masjid bau tanah yg bangunan fisiknya berarsitektur bangunan Jawa. Masjid ini berjulukan Masjid Safinatus Salam. Masjid ini diresmikan oleh Kumpi Kiai Yahya pada tahun 1639. Kumpi yakni gelar sosial yg cukup tinggi untuk orang-orang tertentu. Masjid Safinatus Salam oleh masyarakat Pegayaman & sekitarnya dijadikan pusat pengembangan Islam di tempat Bali.
Hal ini terbukti dgn berdirinya 19 mushala di desa yg ber¬batasan dgn Pegayaman, yakni Desa Pegadungan, Pancasari, Silangjana, Git-Git, & desa Wamasari. Berdirinya mushala-mushala tersebut tak lepas dr berdirinya Masjid Safinatus Salam. Oleh penduduk mushala sering disebut “Santreng”.
Berdirinya Masjid Safinatus Salam tak lepas dr sejarah masuknya agama Islam di Bali. Menurut penduduk Pegayaman Buleleng, Masjid Safinatus Salam didirikan oleh para pendatang muslim dr Jawa & Bugis. Mereka datang ke Bali tatkala Buleleng dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik.
Kedatangan orang-orang tersebut ke Bali menurut dongeng, selaku ¬mana tertulis dlm daun lontar yg ada di Gedong Kirtya, dikisahkan pada masa pemerintahan I Gusti Ketut Jelantik, sehabis Perang Makasar, sempat terdampar orang-orang Jawa & Bugis. Karena mereka tak mungkin kembali atau dikembalikan, jadinya I Gusti Ketut Jelantik menempatkan orang-orang tersebut di Desa Pegayaman dgn alasan sama-sama muslim.
Di Desa Pegayaman inilah orang-orang Jawa & Bugis mengem¬bangkan ajaran Islam & berhasil mendirikan Masjid Safinatus Salam yg diprakarsai Kumpi Haji Yahya. Safinatus Salam merupakan masjid tertua & paling besar di Buleleng, Bali. Masjid Safinatus Salam oleh masyarakat Pegayaman & sekitarnya dijadikan sentra pengembangan Islam di tempat Bali. Di desa ini telah dibentuk jamaah-jamaah pengajian yg bersifat berkala . Semua kegiatan, baik itu pengajian maupun hal-hal yg menyangkut anutan Islam, pelaksanaannya dipusatkan di Masjid Safinatus Salam.
Hal ini dikerjakan masyarakat Pegayaman, selain sebagai pengemProvinsi Bali 303 bangan aliran Islam, pula untuk menawarkan pengertian & ketahanan doktrin bagi pemeluk Islam yg hidup di tengah penduduk non- muslim.
Menurut Razi Jayadi, salah seorang warga Pegayaman & pula pengasuh suatu lembaga pendidikan Islam, bahwa kebiasaan hidup dlm warna yg heterogen telah membentuk susila umat Islam di sini untuk lebih bisa toleran.
Memang, dlm hubungan kemasyarakatan, tak pernah ada konflik yg disebabkan perbedaan agama. Membangun rumah & sarana umum, mereka tetap sesungguhnya meskipun berlawanan agama. Bahkan, tatkala Masjid Safinatus Salam direnovasi pada 11 Maret 1986, tukang atau buruh yg memperbaiki Masjid Safinatus Salam pula banyak dr orang-orang yg beragama Hindu.