Klarifikasi Mitos Keris Pembawa Sial

 

Keris ialah benda pusaka yang sering dipuja tapi juga ditakuti. Dua ilustrasi tersebut ialah realita yang dari jaman dahulu hingga sekarang banyak terjadi di penduduk .

Keris memang identik dengan hal-hal yang berbau mistis. Bagi orang yang merasa beruntung sesudah mempunyai Keris, maka Keris akan di agung-agungkan, di anggap keramat, di hormati, bahkan mampu sampai dipuja-puja. Tapi bagi mereka yang merasa nasibnya sial sesudah memiliki Keris, maka Keris di anggap sebagai benda yang ditakuti, dibenci dan mesti dihindari.

Minimnya apresiasi dan pengetahuan masyarakat terhadap Keris selaku salah satu benda cagar budaya yang harus dilindungi keberadaannya membuat masyarakat mengikuti begitu saja usulan dari orang-orang yang dianggap “Paham” biar mencampakkan Keris yang dimilikinya ke sungai atau ke bahari semoga tidak menjinjing dampak buruk atau kesialan bagi dirinya dan keluarganya.

Padahal ada cara lain yang lebih baik bila memang sudah tak maumerawat Keris miliknya ketimbang membuangnya ke sungai atau ke maritim, sebab hal itu akan menetralisir bukti-bukti sejarah Bangsa ini. Jika sudah tidak inginmenyimpan atau merawat Keris miliknya lebih baik diberikan terhadap orang yang hendak merawatnya atau dihibahkan ke museum-museum terdekat supaya generasi berikutnya mampu melihat dan mengenal benda-benda sejarah warisan leluhur.

Keris acap kali di anggap menjinjing kesialan bagi pemiliknya dikala keadaan keluarga pemilik Keris tersebut acak-acakan, anggota keluarganya sering sakit-sakitan, rejekinya seret dan senantiasa saja terjadi duduk perkara setelah mempunyai Keris.

Keris seringkali di anggap didiami makhluk ghaib jahat yang selalu mengusik pemilik dan keluarganya sehingga selalu ditimpa kesialan. Padahal hal-hal negatif yang tersebut bisa saja terjadi alasannya adalah alasannya adalah lain atau sebab ketidak cocokan antara Keris dengan pemiliknya sehingga tidak mampu selaras dan pada akhirnya justru menenteng pengaruh buruk.

Pada dasarnya semua Keris dibuat dengan tujuan yang bagus, tetapi kenyataannya tidak semua Keris dapat menenteng imbas nyata bagi pemiliknya alasannya ada juga yang menenteng pengaruh negatif bagi pemiliknya atau orang yang ketempatan.

Cerita tentang Keris pembawa sial memang telah ada semenjak jaman dulu, contohnya saja kisah Keris yang menjinjing kesialan bagi Dinasti Rajasa, ialah Keris Empu Gandring yang menewaskan Ken Arok beserta tujuh keturunannya.

Keris tersebut di anggap membawa kesialan akhir kutukan Empu Gandring yang mesti meregang nyawa balasan Keris buatannya sendiri karena Ken Arok tidak tabah menunggu Keris pesanannya tamat dijalankan.

Kemudian sejarah juga mencatat Keris Kyai Margopati milik Sultan Amangkurat I (1645 – 1677 M) Raja dinasti Mataram Islam. Keris Kyai Margopati di anggap sebagai salah satu Keris pembawa bencana.

Sejak permulaan Empu Madrim (pembuatnya) sudah menolak untuk membabar Keris tersebut karena batu meteor yang hendak digunakan sebagai bahan pamornya adalah batu meteor yang jatuh menimpa rumah dan menewaskan tujuh penghuninya.

Batu meteor tersebut mempunyai kandungan besi berjenis Besi Kumbayana yang berhawa panas, mudah murka dan brangasan. Tapi pada akhirnya Empu Madrim tidak mampu menolak perintah untuk membabar Keris tersebut alasannya Sultan Amangkurat memperlihatkan pilihan yang sulit, yakni bersedia membabar Keris tersebut atau dihukum pancung karena menolak perintah Raja.

Akhirnya cemas Empu Madrim terbukti, Keris Kyai Margopati dipergunakan untuk mengeksekusi 50 ulama yang dituduh membantu pemberontakan Trunojoyo di Jawa Timur dan juga 40 selirnya yang dituduh berkhianat. Tragisnya, hukuman tersebut dijalankan sendiri oleh sang Sultan dengan tangannya sendiri.

Tapi selain cerita-cerita negatif ihwal Keris, banyak juga dongeng-dongeng positif wacana Keris. Misalnya saja kisah ihwal Keris Nogososro pada era-masa final Kerajaan Majapahit.

  Pengukuran Lahan Untuk Membangun Gedung Smpit Wirausaha Indonesia

Wabah penyakit, kerusuhan, petaka, perang saudara, serta banyak sekali kesemrawutan di selesai era Kerajaan Majapahit yang begitu parah sampai menyentuh semua sisi kehidupan penduduk saat itu. Saking parahnya, bahkan seolah tidak ada lagi cara untuk menuntaskan kemelut di bumi Majapahit ketika itu.

Masyarakat seolah telah mengerti bahwa itu adalah Sandyakalaning Majapahit atau dikala-ketika menjelang kejatuhan Majapahit. Terlepas dari aspek sosiopolitis yang terjadi saat itu, namun lahirnya Keris Nogososro yang dibabar oleh Empu Supo yang dibantu Kanjeng Sunan Kalijogo bergelar Kyai Segoro Wedang yang sejak permulaan memang dibentuk sebagai tumbal Nagari biar terhindar dari seribu bencana (pagebluk) ini atas izin Yang Maha Kuasa ternyata mampu memancarkan tuahnya secara maksimal sehingga sementara waktu lalu Majapahit sempat mengalami era-abad indah kembali sebelum karenanya runtuh total balasan perang kerabat yang berkelanjutan dan serangan Raden Patah dari Demak yang ialah pewaris sah tahta Majapahit yang ketika itu dipimpin Prabu Girindra wardhana.

Di jaman kini, kisah tentang Keris pembawa keberuntungan dan pembawa kesialan masih sering kita dengar. Kurangnya pengetahuan penduduk mengenai Keris kesudahannya mengakibatkan banyak Keris-Keris yang dianggap bertuah buruk rampung mengenaskan sebab dibuang atau dilarung ke ungai atau  ke bahari, padahal Keris adalah salah satu maha karya warisan leluhur yang sebaiknya dijaga dan dilestarikan keberadaannya.

Sejatinya Keris yakni barang yang bersifat sangat pribadi (sinengker) bahkan dihentikan dipinjamkan meski cuma untuk dilihat saja, sebab pada dasarnya Keris adalah benda paling langsung bagi seorang laki-laki pada jaman dulu, khususnya masyarakat Jawa. Berdasarkan sejarahnya, Keris memang dibuat sebagai barang yang bersifat personal karena pada jaman dahulu seorang Empu hanya membuat Keris berdasarkan pesanan saja.

Proses pengerjaan sebilah Keris juga tidak asal pilih, mesti dipertimbangkan dan diadaptasi menurut hal-hal langsung pemesannya tergolong di antaranya wuku, weton, karakteristik, tujuan serta profesi kandidat pemilik Keris tersebut.

Setelah semua hal wacana pemesan Keris dikenali, lalu sang Empu melakukan laris tirakat dan semedi untuk mencari isyarat perihal Keris yang hendak dibabar, mulai dari dhapur, pamor, bahan besi hingga do’a atau sugesti apa yang akan dimasukkan pada Keris tersebut. Setelah mendapat wangsit/isyarat gres Keris akan mulai dibabar.

Pemilihan materi dan pengerjaan Keris akan dijalankan dengan sangat hati-hati dan penuh ketelitian semoga nantinya Keris tersebut tidak menenteng imbas negatif bagi pemiliknya alasannya adalah sebuah kesalahan kecil mampu berakibat fatal mirip kisah Empu Banyu Aji saat membabar Keris Kyai Setan Kober yang di kemudian hari menjadi pusaka andalan Arya Penangsang.

Konon, dikala membaca mantra sang Empu salah ucap dari yang seharusnya “Aywa Kudu Wani” yang artinya “barang siapa yang memegang keris ini, jadilah orang sabar”, namun salah ucap menjadi “Aywa Tan Wani” yang artinya “siapa yang memegang Keris ini jadilah berani”. Sejarah mencatat keberanian Arya Penangsang yang memang hebat.

Secara esoteri, tuah Keris memang dibuat berdasarkan pertimbangan yang bersifat sangat pribadi dan diadaptasi dengan karakter serta profesi kandidat pemiliknya.

Contohnya saja tuah Keris yang dipesan para pedagang rata-rata senantiasa untuk kerejekian dan kejayaan berdagang, tuah Keris seorang Raja dan para pemimpin senantiasa untuk kewibawaan dan kepemimpinan, Keris seorang guru, ulama, dan dalang selalu berkaitan dengan kemampuan dalam mengatakan.

Sesudah proses pengerjaan Keris simpulan, si pemesan kemudian akan mengambil Keris pesanannya dengan menjinjing sejumlah barang sebagai mahar untuk melunasi ongkos pembuatan Keris tersebut.

Pada jaman dahulu, biaya atau mahar untuk pembuatan Keris termasuk sangat tidak murah. Mahar sebilah Keris bisa setara dengan beberapa ekor kerbau. Jika dinilai dengan mata uang kini mampu hingga puluhan hingga ratusan juta rupiah. Bahkan tidak cuma itu saja, jika si pemesan merasa puas dengan Kerisnya, kadang tidak segan-segan memberi sang Empu hadiah berbentuktanah, pemanis/emas, kedudukan/jabatan hingga diberikan perempuan untuk dinikahkan dengan sang Empu.

Bagi orang Jawa, Keris memang sungguh dihargai alasannya adalah setelah sebilah Keris tamat dibuat, maka Keris itu akan menjadi bagian penting dari kehidupan pribadi pemiliknya sehingga hal-hal yang bersifat eksklusif seorang pria Jawa dikala itu seperti contohnya program perkawinan, kedatangan pengantin pria dapat diwakilkan dengan Keris miliknya.

Bahkan saking penting dan personalnya sebilah Keris bagi orang Jawa, Rafless dalam karyanya yang terkenal, “History of Java”, menulis: “Javanesse man fell nude without krises” artinya: “Lelaki Jawa akan merasa telanjang tanpa menyandang Keris selaku kelengkapan berbusana”.

Sebagai benda pribadi, aneka macam upaya lalu dilaksanakan untuk mempertahankan kerahasiaan dari sebilah Keris, salah satunya dengan mengubah gonjo Keris dengan gonjo wulung, karena tuah dari sebilah Keris, oleh orang-orang tertentu dapat dilihat/dikenali hanya dengan menyaksikan bagian bawah gonjo Keris yang terlihat dikala Keris disarungkan dalam warangkanya.

Orang-orang jaman dulu umumnya masih begitu memahami banyak sekali ajaran-pemikiran Kejawen termasuk di dalamnya Kawruh Padhuwungan atau ilmu wawasan tentang seluk beluk perkerisan yang antara lain berisi pengetahuan wacana jenis besi, nama dhapur dan pamor hingga duduk perkara tanjeg atau kecocokan tuah Keris kepada pemiliknya.

Dengan wawasan tersebut, ketika seseorang telah tua dan merasa sudah saatnya memberikan Keris miliknya kepada anak-anaknya, mereka terlebih dahulu akan melaksanakan usaha pencocokan untuk mengetahui siapa di antara anak-anaknya yang cocok “ngagem” pusakanya dan kemudian memberi penjelasan kepada anak-anaknya lainnya yang kebetulan tidak menerima warisan pusakanya bahwa putra yang dipercaya “ngagem” pusaka hanyalah putra yang “besar lengan berkuasa” menenteng pusaka tersebut.

Penggunaan perumpamaan “besar lengan berkuasa” sesungguhnya hanyalah argumentasi yang lebih gampang diterima dibandingkan dengan menerangkan secara panjang lebar bahwa tidak semua anak-anaknya mampu cocok dengan tuah dan aksara Keris pusaka tersebut.

Keris pusaka yang di wariskan dari orang tua kepada anaknya yang terlebih dulu lewat proses tayuh, nyaris pasti tidak akan menjinjing pengaruh negatif bagi pemiliknya sebab pada jaman dahulu orang tua memahami dua hal sekaligus, adalah ilmu perkerisan dan mengetahui abjad serta langsung calon pewaris dari Keris-Kerisnya, sehingga ketika Keris tersebut telah berubah pemilik, Keris itu masih tetap bertuah sebagaimana mestinya dan tidak menenteng efek negatif.

Seiring perkembangan jaman, nilai-nilai Kejawen yang didalamnya tergolong Kawruh Padhuwungan kini mulai ditinggalkan, balasannya sangat sedikit masyarakat yang tahu dan mengerti duduk perkara perkerisan dengan baik, sementara proses pewarisan Keris dari generasi ke generasi masih terus berlangsung tanpa melalui tata cara sebagaimana mestinya. Akibatnya, mulai muncul aneka macam persoalan antara Keris dan pemiliknya.

Keris dibentuk secara khusus semoga mempunyai tuah yang cocok dengan kepribadian dan kebutuhan pemiliknya sehingga tuah Keris dapat secara maksimal mendukung upaya pemiliknya untuk meraih cita-cita atau keinginannya.

Keris yang bisa memberi dampak aktual terhadap pemiliknya yakni Keris-Keris yang tuah dan karakternya secara keseluruhan sesuai dengan aksara dan kebutuhan pemiliknya.

Demikian pula sebaliknya, imbas negatif dari sebilah Keris timbul alasannya huruf dan tuah Keris tidak cocok dengan pemiliknya. Dugaan masyarakat selama ini yang menganggap bahwa efek-imbas negatif Keris timbul alasannya adalah ulah makhluk halus (khodam) yang mendiami Keris tidak mampu sepenuhnya dibenarkan sebab intinya kekuatan tuah dari sebilah Keris bukan berasal dari kekuatan makhluk halus (khodam), tapi merupakan manivestasi dari do’a-do’a yang dipanjatkan Empu pembuatnya terhadap SANG PENCIPTA.

  Rancangan Dasar Observasi Pendidikan

Sebagai contoh, melalui pendekatan auratis dan sugesti posipnotis mengenai tuah Keris mampu diketahui bahwa Keris-Keris yang dianggap membawa efek negatif penyebab terjadinya berbagai dilema yang menimpa pemiliknya mirip perpecahan dan pertengkaran dalam rumah tangga bisa jadi disebabkan sebab Keris tersebut dulunya diciptakan selaku piandel untuk berperang, sehingga auranya panas sarat keberanian dan tidak kenal rasa takut bagi pemiliknya.

Jika Keris tersebut disimpan oleh orang atau keluarga biasa (bukan dari kelompok militer) dengan karakter masing-masing pribadinya ialah pendiam, flamboyan dan romantis tentu saja tidak akan cocok alasannya adalah energi panas dari Keris tersebut akan menghipnotis aksara pemiliknya menjadi pribadi yang tegas, temperamental, berani dan tidak kenal rasa takut sehingga ketika ada masalah kecil yang timbul dalam keluarga bisa menjadi masalah besar yang berujung pertengkaran, bahkan mampu hingga terjadi perceraian karena masing-masing memiliki ego yang besar dan tidak ada yang hendak menyerah.

Demikian juga Keris-Keris yang di anggap mampu membawa dampak negatif mirip sering sakit-sakitan sampai akhir hayat secara ilmiah bisa disebabkan sebab aura negatif yang dipancarkan Keris akan menghancurkan metode bio-elektrik seseorang sehingga mempengaruhi kinerja sel, jaringan sampai organ tubuh pemilik Keris dan keluarganya sampai mengakibatkan sering sakit-sakitan bahkan berujung pada ajal yang dalam bahasa kedokteran disebut disfungsi sub-organ and organ.

Makara dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tudingan yang menyatakan bahwa Keris dapat menciptakan seseorang menjadi sakit-sakitan dan rumah tangganya awut-awutan akibat makhluk halus (khodam) penghuninya mengusik Manusia ternyata kurang berargumentasi, sebab pengalaman dan sejarah memberikan bahwa imbas jelek dari sebilah Keris gres akan timbul saat Keris tersebut tidak sesuai dengan pemiliknya. Dan jika Keris cocok dengan pemiliknya, maka Keris justru dapat menghadirkan faedah bagi pemiliknya.

Bukti-Bukti sejarah perjalanan bangsa kita mencatat bahwa para pemimpin, pejuang, dan orang-orang besar terdahulu yang dalam kehidupannya dekat dengan pusaka, maka keberhasilan yang diraihnya senantiasa disokong oleh pusaka-pusaka ageman yang sempurna.

Contohnya saja Keris Kyai Brongot Setan Kober milik Arya Penangsang adalah pusaka yang sempurna sehingga keberaniannya tidak tertandingi oleh siapapun, bahkan dalam keadaan terluka parah dengan usus terburai pun tidak mengikis keberaniannya sehingga Arya Penangsang gugur sebagai seorang ksatria gagah berani.

Kemudian Pangeran Diponegoro, beliau ialah seorang pejuang kemerdekaan yang dikenal mempunyai ageman Keris Kyai Nogo Siluman sehingga berkali-kali mampu lolos dari kepungan pasukan Belanda alasannya tuah dari pusakanya.

Panglima Besar Jenderal Sudirman juga dikenal mempunyai ageman Keris Nogo Siluman yang tepat dengan kebutuhannya dalam berperang. Beliau juga berkali-kali diselamatkan TUHAN dari serangan Belanda meski kondisi fisiknya sungguh lemah dan harus ditandu saat memimpin perang gerilya melawan Belanda.

Presiden Soekarno juga memiliki pusaka-puska yang luar biasa sehingga selama hidupnya, bahkan hingga dia wafat tetap menjadi pusat kekaguman bukan hanya bagi masyarakat Indonesia namun juga bagi masyarakat Dunia. 

Dengan pusaka yang sempurna pula, yakni Keris Kanjeng Kyai Ageng Sengkelat pusaka yang mensugestikan keabadian dan kelanggengan kekuasaan Presiden Soeharto yang mendampingi beliau sukses memimpin bangsa ini dalam rentang waktu yang sangat panjang hingga 32 tahun.

Dari bukti-bukti sejarah tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa biar tuah Keris pusaka yang kita miliki mampu berfungsi, maka hal yang terpenting yang harus dikerjakan adalah menyelaraskan dan mencocokkan Keris yang kita miliki dengan aksara dan kebutuhan kita agar Keris tersebut menjadi pusaka pembawa keberuntungan, bukan malah sebaliknya menjadi Keris pembawa kesialan.