Kisah Syaikh Shon’ani Yang Membangkang Pada Kanjeng Syaikh Abdul Qodir Al-Jailany

 Pada waktu Syekh Abdul Qodir mendapatkan sabda Rosululloh saw, bahwa telapak kaki beliau bakal memijak bahu-pundak para waliyulloh, sabda Rosululloh itu diumumkan dan disebarkan kepada seluru para wali, baik yang hadir maupun yang tidak hadir/raib.

Mendengar pengumuman itu, mereka para waliyulloh menghadap syekh, dan mereka menaruh kaki dia di atas pundaknya masing-masing alasannya menghormati dan mengagungkannya, kecuali sorang wali namanya Syekh Son’ani, beliau berkata: “Saya juga cinta mahabbah kepada Syekh, tetapi untuk diinjak pundakku nanti dahulu, dan rasanya tidak perlu.” Ucapan Syekh Son’ani itu terdengar oleh Syekh, dan beliau berkata: “Telapak kakiku akan menginjak pundaknya si penggembala babi”.

Tidak berapa lama lalu, Syekh Son’ani berangkat berziarah menuju kota Mekkah diiringi sampai ratusan santri-santrinya. Takdir tidak bisa ditolak, demikianlah ketentuan Tuhan Yang Maha Kuasa berlaku bagi hambanya. Pada waktu Syekh Son’ani berjalan melewati suatu kampung yang orangnya dominan menganut agama nasroni, kebetulan ia melihat suatu kedai, pedagang warung itu seorang perempuan beragama nasroni pedagang minuman keras.

Keistimewaan wanita itu arif menawan para pembeli alasannya adalah parasnya manis tiada bandingnya, badannya mulus dan mantap, mendebarkan hati para perjaka. Konon tiada seorang lelakipun yang tidak tertarik olehnya. Demikian pula Syekh Son’ani, menyaksikan keayuan perempuan itu kesengsem sehingga luluh hatinya, hilang rasa malu pada dirinya, wibawanya jatuh di hadapan santri-santri pengiringnya, sehingga dengan senang hati dia rela menyerahkan dirinya untuk menjadi pelayan perempuan itu.

Dengan suka rela serta sungguh-sungguh dia mau melakukan pekerjaan , dan pekerjaan apapun dia lakukan demi untuk mengasyikkan wanita anggun itu.

Pada suatu hari wanita itu memerintahkan Syekh Son’ani menggembalakan babi piaraannya, memangku anak babi yang masih kecil biar jangan hingga terinjak induknya. Ia tidak merasa hina disuruh menggembala babi itu, malah merasa besar hati dan gembira diperintah kekasihnya itu.

Melihat peristiwa itu, seluruh santri-santri pengiringnya itu mereka pulang meninggalkan gurunya, alasannya adalah secara menyolok Syekh Son’ani gurunya itu sudah mencemarkan dan menodai agama. Yang masih tinggal dua orang, yakni Syekh Fariduddin dan Syekh Mahmud Maghribi. Kedua santri itu berunding mencari jalan pemecahan petaka yang menimpa pada gurunya. Hasil perumusannya mereka beropini bahwa: “Musibah ini mesti diperbaiki dari sumbernya dan ditelusuri karena risikonya, kemungkinan sebab tidak adanya loyalitas murid terhadap gurunya dan kata bertuah yang dikatakan Syekh Abdul Qodir terhadap Syekh Son’ani, maka untuk hal ini saya akan menghadap yang mulia Syekh”. Kata Syekh Fariduddn: “Kamu Syekh Mahmud tinggal di sini.” Kemudian Syekh Fariduddin berangkat menuju kota Baghdad, setibanya di kota itu kemudian dia mencari pekerjaan berat dan hina, karenanya terpaksa pekerjaan itu diterima dan dilaksanakan, ialah membuang kotoran dari kakus.

Pada sebuah hari Syekh mengenali dan melihat Syekh Fariduddin sedang melakukan pekerjaan berat ialah sedang menjunjung wadah yang penuh dengan kotoran dan pada saat itu turunlah hujan dengan derasnya sehingga wadah kotoran itu penuh dengan air hujan melimpah dan membasahi badan Syekh Fariduddin. Memperhatikan beban berat yang dipikul Syekh Fariduddin, Syekh merasa iba hatinya, kemudian ia memanggil Syekh Fariduddin dan menanyakan namanya.

Setelah Syekh Fariduddin memperkenalkan diri, dan dia juga sobat Syekh Son’ani, Syekh bertanya lagi: “Kamu bekerjsama mau apa? Dan silahkan mau minta apa?”. Dijawab oleh Syekh Fariduddin: “Kiranya yang bertanya lebih berilmu bijaksana, lebih mengenali maksud saya bahwasanya”. Syekh berkata: “Kamu menerima maqom, yakni kedudukan yang lebih tinggi, dan juga gurumu kuampuni”. Kata Syekh Fariduddin: “Tidak ada kedudukan yang lebih tinggi selain diampuni dosa guruku”. Kata Syekh: “Memang benar, gurumu telah kuampuni alasannya adalah kedudukanmu itu”.

  Pantai Tersembunyi Di Bali Yang Jarang Diketahui Orang-Orang, Padahal Pantainya Anggun Sekali!

Bertepatan dengan dikala memberi ampun, detik itu pula Syekh Son’ani siuman sadar kembali dari kelalaiannya, kemudian beliau membaca istighfar, dan dikala itu juga hatinya menjadi berganti tertanam dan berkembang perasaan cinta, rindu mahabbah pada Syekh, dan secepatnya dia berangkat menuju kota Baghdad dengan kebulatan tekad yang besar lengan berkuasa akan bertobat terhadap Syekh.

Demikian pula tidak kurang pentingnya perempuan bagus yang beragama nasroni itu dan juga kekasih Syekh Son’ani ikut terbawa bareng Syekh Son’ani berziarah dengan iktikad yang kuat akan masuk agama islam berikrar di hadapan Syekh.

 اللهم انشر عليه رحمة ورضوانا وءمدنا باسرره فى كل وقت ومكان

 alloohhummansyur ‘alaihhi rohmataw waridlwaana waamiddana bi asrorihhi fii kulli waqti wamakaan.

Wallohu a’lam