Banyak orang mengaku sebagai hamba Allah tetapi hatinya tidak seperti hati Allah.
Kata “hamba” dalam bahasa Yunani ‘DOULOS’, adalah budak = slave, artinya yakni hamba yang terikat. Dahulu masa hamba itu diperjualbelikan, maka hidup seorang hamba ditentukan oleh tuannya. Bahkan, ketika seseorang mendaftarakan kekayaannya, mirip lembu, domba juga didaftarakan jumlah budak yang beliau miliki. Hamba, ialah orang yang sepenuhnya taat terhadap tuannya, alasannya adalah hidupnya telah dibeli dan dirinya sepenuhnya bukan lagi haknya. Maka, bila ingin lepas dari perhambaan mesti ada penebusan.
Menurut Perjanjian Lama, seorang hamba yang sudah bebas dari perbudakan, bisa menjadi hamba bagi tuannya seumur hidupnya atas cita-cita dirinya sendiri oleh alasannya adalah kasih (Ulangan 15:16-17).
Menjadi hamba Tuhan itu tidaklah mudah. Apa itu ciri-ciri seorang hamba? Dalam Filipi 2, Yesus menjadi contoh kerendahan hati yang harus dimiliki oleh seorang hamba. Yesus, yang walupun dalam rupa Allah, tidak menilai kesetaraan dengan Allah itu menjadi milik yang mesti dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba,dan menjadi sama dengan insan. Dan dalam kondisi selaku insan, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan hingga mati di kayu salib.
Atribut-atribut apakah yang kita miliki yang mesti kita lepaskan untuk bisa menjadi hamba Allah yang taat?
Manusia yang hakikatnya adalah manusia paling mulya di hadapan Alloh S.W.T karena derajat ketaqawaanya itu memiliki nilai dan tugas-tugas tertentu dalam memaknai hidup dan kehdiupannya. Sehingga status sebagai seorang hamba Alloh memang patut dan patut untuk diraih oleh seorang manusia.
Untuk itu mengenali dan memaknai siapa bergotong-royong yang di maksud dengan hamba Alloh tersebut? Apakah tertuju pada seorang insan opsi saja mirip para rasul, nabi, aulia dan yang lainnya, ataukah bisa diterjemahkan dan dikategorikan pada siapa pun yang berhak meraih predikat seorang hamba alloh.
Nah, mungkin untuk lebih menawarkan klarifikasi secara rincian sesuai dengan pemaknaan dari maksud hamba alloh sebagaimana yang tersiratkan dalam ayat-ayat alquran, itu kiranya sungguh dibutuhkan pengertian yang terperinci sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat-ayat tersebut.
Demikian halnya dengan pencapaian seorang hamba dikala ingin meraih dari yang namanya hakikat hidup ini perlu sekali mengetahui secara biasa diantara sifat-sifat manusia yang tergolongkan pada seorang hamba Alloh S.W.T. Dalam hal ini kita kembali pada klarifikasi ayat yang ada dalam surat alfurqon mulai ayat 63 dan ayat2 selanjutnya.
(63). وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berlangsung di atas bumi dengan rendah hati dan bila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang bagus.
(64). وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا
Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan bangun untuk Tuhan mereka.
(65). وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ ۖإِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا
Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami, bahwasanya azabnya itu ialah kebinasaan yang kekal”.
(66). إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا
Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-jelek kawasan menetap dan daerah kediaman.
(67). وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا
Dan orang-orang yang kalau membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan yaitu (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.
(68). وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ ۚوَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
Dan orang-orang yang tidak menyembah dewa lainnya beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, pasti ia mendapat (pembalasan) dosa (nya),
Pengertian dari penafsiran ayat-ayat tersebut membuktikan bahwa yang di maksud dengan hamba Alloh itu yakni salah satunya dari mereka yang mempunyai sifat-sifat dan kepribadian sesuai yang diterangkan pada ayat tadi, dan tidak pula tertuju pada seorang manusia saja.
Karena yang di namakan dengan ‘Ibad itu adalah bersifat biasa tidak bersifat khusus, jadi semua orang bisa menjangkau titel seorang hamba Alloh tersebut. Tidak hanya di pastikan pada satu manusia saja, akan tetapi siapapun saja itu mampu masuk pada klasifikasi seorang hamba Alloh.
Diantara klarifikasi lain yang pertanda arti daripada ‘Ibaadurohman” atau hamba-hamba Alloh yang tidak cuma tertuju pada Nabi Muhammad saja seperti berikut keterangan dari ayat-ayatnya, dalam surat maryam ayat 30 disebutkan bahwa Nabi Isa alaihis salam juga hamba Allah :
قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا
Artinya: ” berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al kitab (Alkitab) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi.”
Bahkan dalam tafsir al jalalain ketika menyebutkan suratnya Nabi Sulaiman bin dawud alaihimas salam, dalam surat tersebut Nabi Sulaiman juga menamakan dirinya sbg hamba Allah :
ثُمَّ كَتَبَ سُلَيْمَان كِتَابًا صُورَته مِنْ عَبْد اللَّه سُلَيْمَان بْن دَاوُد إلَى بِلْقِيس مَلِكَة سَبَأ بِسْمِ اللَّه الرَّحْمَن الرَّحِيم السَّلَام عَلَى مَنْ اتَّبَعَ الْهُدَى أَمَّا بَعْد فَلَا تَعْلُوا عَلَيَّ وَأْتُونِي مُسْلِمِينَ ثُمَّ طَبَعَهُ بِالْمِسْكِ وَخَتَمَهُ بِخَاتَمِهِ
Artinya: “kemudian Nabi sulaiman menulis surat yg isinya :” Dari Hamba Allah sulaiman bin dawud terhadap bilqis ratu saba’.bismillahirrohmanirrohiim keselamatan bagi orang yg mengikuti isyarat , amma ba’du.janganlah kalian mengungguliku dan datanglah kepadaku sebagai orang2 yg muslim, lalu Nabi Sulaiman menawarkan cap dengan minyak misik dan mensetempelnya dengan cincinya.
Dalam surat al isro’ ayat 1, yg di maksud dengan kalimat “hamba-Nya ” disitu memang Nabi Muhammad shollallohu alaihi wasallam.
Imam Qurtuby dalam kitab tafsirnya berkata :” barang siapa ta’at terhadap Allah, menyembah-Nya, merepotkan pendengaran, pandangan, ekspresi dan hatinya dengan apa yg diperintah Allah maka dialah yg berhak menyandang gelar kehambaan. Dan barang siapa bersifat sebaliknya maka dia tergolong dalam firman Allah surat al a’rof ayat 179 :
أُوْلَئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ
Artinya: “Mereka seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi.”
Walhasil yang di maksud dengan I’baadurroham atau hamba-hamba Alloh itu adalah mereka manusia yang selalu takut terhadap alloh s.w.t dalam setiap langkahnya. Ssalah satunya dengan mempunyai sifat-sifat dan kepribadian yang tercerminkan selaku yang dijelaskan pada surat al furqon dari ayat 63 sampai 68 tadi.
Semua insan yaitu hamba Allah. Harus menghamba, menyembah, mengabdi, beribadah, atau tunduk pada hukum Allah SWT (Syariat Islam).
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ وَ الَّذِيْنَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
“Wahai insan ! Sembahlah olehmu akan Tuhanmu yang telah membuat kau dan orang-orang yang sebelum kamu, biar kau terpelihara (bertakwa)” (QS Al-Baqarah:21).
Penghambaan diri terhadap Allah SWT (‘Ubudiyyah) ialah kedudukan insan yang paling tinggi di segi Allah SWT. Dalam kedudukan ini, seorang insan betul-betul menempatkan dirinya selaku hamba Allah.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
“Wahai manusia, kamulah yang bergantung dan butuh terhadap Allah; sedangkan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak membutuhkan sesuatu) lagi Maha Terpuji” (QS Faathir: 15).
Islam mengajarkan agar jika kita berzakat atau berbuat baik, hendaknya lapang dada alasannya adalah Allah semata, tidak timbul kehendak ingin dipuji atau dipuji manusia dengan memamerkannya.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda