Sejarah Perjuangan Pangeran Purbaya Banten

 Sedikit sekali sejarah Sunda yang mengisahkan Pangeran Arya Purbaya dari Kesultanan Banten dalam usaha melawan penjajahan Belanda. 

Pangeran Arya Purbaya Adalah Putera  Sultan Abul Fathi Abdul Fatah / Sultan Ageng Tirtayasa Yang Menjadi Sultan Banten VI (1651-1682) Yang Ikut Mendukung Perjuangan Ayahnya Dalam Perang Melawan VOC Tahun 1682-1684 Bekerjasama Dengan Putra-Putra Lainnya Seperti Pangeran Sake (Citeureup-Bogor), Pangeran Sogiri (Jatinegara Kaum-Jakarta), Pangeran Rum Cakung-Jakarta), Raden Mesir, Tubagus Muhammad Athif (Serpong-Tangerang), Tubagus Husein Cisauk, Tubagus Muhsin Leuwisadeng, Syekh Maulana Manshuruddin (Cikadueun-Banten) dll.

Juga Di Bantu Oleh Al Mursyid Syekh Yusuf Taj Al Khalwati Al Makassari Yang Menjadi Mufti Kesultanan Banten di Era Sultan Ageng Tirtayasa.

Pangeran Arya Purbaya berupaya mempertahankan kebesaran Kesultanan Banten dari pihak pedagang VOC yang berupaya ingin memonopoli jual beli bahkan berlanjut pada penjajahan.

Pangeran Arya Purbaya ialah salah satu putra dari istri-istri Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), yang menjadi penerus mahkota kesultanan yaitu Pangeran Gusti atau Sultan Abu Nasr Abdul Kahar (1672-1687) yang kelak disebut Sultan Haji. 

Sultan Ageng Tirtayasa mempunyai beberapa istri diantaranya Ratu Adi Kasum selaku permaisuri yang melahirkan Abdul Kahar (Sultan Abdul Nasr Abdul Kahar), dari Ratu Ayu Gede, Sultan Ageng dikaruniai 3 orang anak, yaitu P. Arya Abdul Alim, P. Ingayujapura (ingayudipura) dan Pangeran Arya Purbaya. Sedangkan dari istri-istri yang lain mempunyai beberapa anak yakni P. Sugiri, TB. Raja Suta, TB. Husen, TB. Kulon, dan lain-lain.

Putra mahkota Sultan Abu Nasr Abdul Kahar yang diketahui dengan Sultan Haji diangkat menjadi pembantu ayahnya (Sultan Ageng) untuk mengurus permasalahan dalam negeri Kesultanan Banten. 

Sedangkan Pangeran Arya Purbaya membantu ayahnya untuk mengelola masalah luar negeri dan berkedudukan di Keraton kecil di Tirtayasa. 

Pemisahan pengurusan tata pemerintahan itu tercium oleh wakil VOC W. Chaeff yang menghasut Sultan Haji untuk mewaspadai posisi adiknya yaitu P. Arya Purbaya, sebab mampu mendominasi pemerintahan dan Sultan Haji tidak bisa naik tahta, atas hasutan Itulah terjadi persekongkolan antara Sultan Haji dan VOC.

Pada Bulan Mei 1680 Sultan Haji menyuruh perwakilan untuk berjumpa dengan Gubernur Jendral VOC di Batavia untuk mengukuhkan dirinya selaku Sultan.

  ASAL USUL KOTA SEMARANG (DALAM BAHASA JAWA)

Pada tanggal 25 November 1680 Sultan Ageng Tirtayasa sangat murka terhadap putra mahkota Sultan Haji alasannya adalah ia memberi ucapan selamat terhadap Gubernur gres Speelman yang menggantikan Rijkolf Van Goens padahal Kompeni baru saja merusak gerilya Banten dan Cirebon. 

Dengan tunjangan VOC, Sultan Haji melakukan kudeta kepada ayahnya dan menguasai Keraton Surosowan pada tahun 1681.

Pada tanggal 27 Februari 1682, pecah perang antara Ayah-Anak. Dalam waktu singkat, Sultan Ageng sukses menguasai Keraton Surosowan. 

Pasukan Sultan Ageng berkoalisi dengan pasukan gabungan pelarian dari Makassar, Jawa Timur, Lampung, Bengkulu, Melayu. Karena tempat asal mereka dikuasai VOC dan memadukan diri dengan Banten, atas ketidakpuasan mereka terhadap raja-rajanya.

Sultan Haji berlindung di loji Belanda dan dilindungi oleh Jacob de Roy dan dipertahankan oleh Kapten Sloot dan W. Cheaff. Tanggal 7 April 1682 pauskan Kompeni dari Armada Laut mendesak Keraton Tirtayasa dan Keraton Surosowan, pasukan tersebut dipimpin Francois Tack, De Sain Martin dan Jongker.

Sultan Ageng gigih berjuang dibantu Syekh Yusuf dari Makassar dan Pangeran Purbaya, serta Pasukan Makassar, Bali dan Melayu yang bermarkas di Margasana.

Tanggal 8 Desember 1682 Kacarabuan, Angke dan Tangerang dikuasai VOC, Sultan Ageng bertahan di Kademangan, namun pertahanan jadinya jatuh juga sehabis terjadi peperangan sengit, pasukan Kademangan yang dipimpin P. Arya Wangsadiraja risikonya mengungsi ke Pedalaman Banten ialah Ciapus, Pagutan dan Jasinga.

Pada tanggal 28 Desember 1682, Pasukan Jongker, Michele dan Tack mendesak Keraton Tirtayasa, Sultan Ageng berhasil menyelamatkan diri dengan apalagi dulu Pangeran Purbaya aben Keraton Tirtayasa untuk menyelamatkan Ayahnya, Sultan Ageng, Pangeran Kulon, Syekh Yusuf Makassar mengungsi ke Sajira dan Muncang. 

Sementara Pangeran Arya Purbaya dan pasukannya bergerak ke Parijan pedalaman Banten hingga ke Jasinga sebab Pasukan Arya Wangsadireja berlebih dahulu mengungsi ke Jasinga.

Sultan Haji mengantarkan utusan ke Sajira untuk berdamai dan karenanya pada tanggal 14 Maret 1683 Sultan Ageng Tirtayasa dan Pangeran Arya Purbaya mendatangi Surosowan. Akibat logika licik VOC dan Sultan Haji, akibatnya Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dibawa ke Batavia untuk diadili. Pangeran Purbaya sukses meloloskan diri.

  28+ Soal Tematik Kelas 1 Gemar Menggambar Images

Pangeran Perbaya, Pangeran Kulon dan Syekh Yusuf Makassar meneruskan perjuangan melawan Kompeni. 

Syekh Yusuf bersama Pangeran Kidul dan pasukan yang berjumlah 5000 orang, 1000 diantaranya Melayu, Bugis, Makassar yang siap mati bersama gurunya bergerak menuju Muncang terus ke Lawang Taji (Jasinga) menyusuri Sungai Cidurian kemudian ke Cikaniki terus ke Ciaruteun melalui Cisarua dan Jampang kemudian meneruskan ke Sukapura dan Mandala dengan tujuan Cirebon. 

Pangeran Purbaya lalu menyusul bareng Pangeran Kulon dan Pangeran Sake beserta pasukannya hingga ke Galunggung dan Singaparna (Tasikmalaya).

Pada tanggal 25 September 1683 pasukan Pangeran Kidul dan Pasukan Banten dan Makassar gugur di Citanduy (Padalarang). Syekh Yusuf Makassar ditangkap oleh Van Happel yang menyamar sebagai orang muslim, dibuagn ke Cape Town (Afrika Selatan). 

Pangeran Purbaya sempat menjaga pedalaman Banten dna menciptakan garis batas di Cikeas (antara Banten dan Batavia), Pangeran Purbaya mempertahankan Banten Selatan. Ia meneruskan usaha Syekh Yusuf Makassar dan kesannya Pangeran Purbaya bareng Pangeran Kulon dan Pangeran Sake gugur dalam pemberontakan di Galunggung (Tasikmalaya).

Sekelumit tentang Pangeran Purbaya dalam sejarah autentik sungguh berjasa dalam menjaga Banten dan diandalkan oleh Sultan Ageng Tirtayasa, Syekh Yusuf Makassar bahkan pasukan koalisi Makassar, Bugis dan Melayu.

Kisah Pangeran Purbaya dalam “Riwayat Jasinga Baheula” dengan menggunakan jenis huruf Pegon dengan dua bahasa adalah bahasa Sunda dan Jawa Serang (Banten) secara singkat diceritakan bahwa Pangeran Purbaya adalah Patih atau Wakil Sultan Ageung Tirtayasa dan dalam perjalan ke pedalaman hutan Banten, Pangeran Purbaya beradu tanding dengan Gajah Putih, Patih dari Sriwijaya di Palembang, Sumatera. 

Mereka bertandingselama 40 hari 40 malam dan berakhir di Kadu Picung yang kini berjulukan Kadu Urug, Kadu Bungbang-Banten. Dalam pertarungannya keduanya sama berpengaruh, namun pada alhasil Gajah Putih kalah dan karam lalu berkembang menjadi Gunung Krakatau.

Pangeran Purbaya terus berkelana dan berkembang menjadi Singa jelmaan, sampai jadinya singgah di Dukuh Buaran dekat Sungai dan Hutan. Kemudian beliau berlindung di bawah rumah panggung yang tinggi sampai malam hari. Rumah itu milik Aki dan Nini, Aki tersebut bernama Buyut Apong atau Syekh Mustofa penduduk asli Buaran. 

  Makalah Flu Burung

Pangeran Purbaya dengan keadaan yang lelah dan pakaian compang-camping balasan bertarung dengan Gajah Putih dan bersembunyi berubah menjadi menjadi Singa. 

Ketika sang Aki hendak keluar dan menjinjing Obor Baralak (Obor dari daun Kelapa kering), beliau pun terkejut menyaksikan seekor Singa bersembunyi di bawah rumahnya, sang Aki pun terkejut, dan berkata “ee…., Ja… Singa et amah….” Maka lokasi rumah itu dijadikan tempat dengan nama Jasinga (Sekarang Kp. Jasinga).

Kemudian dikisahkan lagi bahwa Pangeran Purbaya yang berkembang menjadi Singa yang bertempur dan mencakar cadas hingga berdarah (kini menjadi desa Singabraja, di Daerah Kec. Tenjo, Bogor). 

Kemudian dia melanjutkan perjalanan ke Bali (Singa raja) dalam syiar Islam. Tapi risikonya memutuskan untuk kembali ke Jasinga, tetapi ditengah perjalanan Pangeran Purbaya mengalami sakit (parna) sampai kawasan tersebut diberi nama Singaparna, hingga alhasil wafat di Gunung Galunggung.

Kisah diatas menggambarkan tugas Purbaya yang sungguh berguna dalam kepahlawanan Banten. ada benarnya jikalau Pangeran Purbaya digambarkan seekor Singa dan Belanda digambarkan Seekor Gajah Putih. Dan kaitannya dengan Jasinga sebagai kawasan berlindung Pangeran Purbaya ketika terjadi kudeta Sultan Haji.

Pangeran Purbaya sangat berjasa alam menjaga Banten utamanya Banten Selatan. Pangeran Purbaya berkoalisi dengan Untung Suropati (Jawa Timur) ia pun membatasi untuk melawan Belanda dengan garis antara orang-orang Mataram, Batavia dan Sunda yang ada di Cikeas. 

Hingga sekarang nama Purbaya dijadikan nama sebuah kawasan di Sukabumi. Nama Jasinga pun dikaitkan dengan tokoh Purbaya (Ee…, Ja… Singa, eta mah…). Karena kata “Ja’ ialah kata identik Jasinga untuk mempertegas kata yang dimaksud. Sama halnya dengan kata “Da” yang ada di tempat Priangan.

Dalam cerita atau riwayat Sunda yang lain Pangeran Arya Purbaya disebut juga Pangeran Perbaya atau Pangeran Purabaya.

Itulah jasa Pangeran Arya Purbaya yang tidak mampu kita lupakan dalam menentang penjajahan Belanda.