Malam itu, Umar bin Khattab kembali berkeliling melihat kondisi rakyatnya. Sengaja, selain berjumpa & melayani rakyatnya di siang hari, Umar bin Khattab juga memanfaatkan waktu malam agar ‘inspeksi’-nya tak dimengerti oleh orang lain. Dengan demikian, dia dapat melihat segi lain kehidupan rakyatnya.
Tiba di bersahabat suatu rumah, Umar bin Khattab mendengar dialog yg menyentuh jiwanya. “Campur saja susu itu dgn air, Nak. Orang lain melaksanakan mirip itu,” bunyi wanita tua terdengar dari rumah itu.
“Amirul mukminin melarang itu, Bu” sang anak menolak dgn halus. Suaranya menggambarkan takdzim pada sang ibu.
“Amirul mukminin tak akan tahu”
“Tapi Allah Maha Mengetahui, Bu”
Allahu akbar. Mendengar hal itu, Umar bin Khattab terenyuh. Hatinya tersentuh. Ada seorang gadis yg memiliki keimanan begitu tinggi.
Esoknya, Umar bin Khattab memerintahkan putranya untuk menikah dgn gadis itu. Dari ijab kabul keduanya, kelak lahirlah keturunan shalih yg memiliki banyak kemiripan dgn Umar bin Khattab. Dialah Umar bin Abdul Aziz; khalifah yg hanya dlm abad 2,5 tahun sukses mengubah maknawiyah & kemakmuran rakyatnya sampai tak ada yg mau mendapatkan zakat.
***
Suatu hari, seorang pemuda mendapatkan buah delima terbawa arus sungai. Dalam keadaan lapar yg menderanya ketika itu, beliau pun memakannya. Tiba-datang dia sadar, buah itu milik siapa hingga ia berani memakannya? Ia pun menelusuri asal buah itu & sehabis mendapatkan pohonnya, dia menemui pemiliknya.
“Aku minta kehalalan buah yg sudah kumakan tersebut,” pintanya, menciptakan sang pemilik takjub dgn kepribadiannya.
“Baiklah, saya akan menghalalkan buah itu dgn syarat kamu mau menikahi putriku”
“Baiklah”
“Perlu kau ketahui, bahwa putriku itu buta, tuli & bisu. Kau bersedia?”
Sungguh aneh, demi menerima kehalalan buah yg telah dimakannya, sang cowok tak memerlukan waktu lama untuk mengiyakan. “Insya-allah, Pak” jawabnya mantap.
Tibalah hari pernikahan itu. Dan betapa kagetnya sang cowok, gadis yg dinikahinya ternyata sangat anggun, tak buta, tak bisu & tak tuli. Saat ia menanyakan kembali kepada laki-laki yg kini jadi mertuanya, dia menerima tanggapan: “Putriku buta, maksudnya matanya tak pernah melihat maksiat. Ia bisu, maksudnya tak pernah mengatakan dusta, tak pula pernah ghibah. Dan beliau tuli, alasannya telinganya tak pernah mendengar bunyi & suara yg diharamkan.”
Allahu akbar! Pernikahan keduanya pun menjadi pernikahan barakah. Dari keduanya, kelak lahirlah seorang ulama besar yg sampai sekarang namanya tetap kekal & ijtihadnya terus disertai; Imam Syafi’i.
***
Dalam Islam, pendidikan anak sejatinya dimulai sejak menentukan jodoh. Sebab, dari rahim sang ibulah anak lahir. Dari relasi suami & istrilah sang ibu mengandung.
Karenanya Rasulullah menasehati para perjaka untuk memilih istri atas dasar agamanya. “fadhhar bidzaatid diin, taribat yadaak; pilihlah perempuan yg baik agamanya mudah-mudahan kalian mujur.” Keberuntungan di sini bukan hanya soal rumah tangga mereka, cinta kasih mereka, kehidupan ijab kabul mereka, namun juga keturunan mereka.
Bagaimana dgn muslimah, Saudariku? Muslimah juga sama, dinasehati supaya memilih jodoh yg bagus agamanya, mulia akhlaknya. Karenanya Rasulullah berpesan terhadap para orangtua, jikalau ada laki-laki shalih yg melamar anaknya, agar beliau diterima.
Memilih jodoh adalah langkah pertama dlm pendidikan anak. Sebab laki-laki shalih & perempuan shalihah yg telah menjadi suami istri, mereka akan mempertahankan budbahasa Islam. Saat mempersiapkan & berikhtiar mempunyai anak, mereka niatnya mulia. Saat beraktifitas yg memanggil lahirnya keturunan, mereka berdoa & menyggupi etika-adabnya sehingga kelak anaknya tak gampang diganggu/digoda syetan. Suami yg shalih menafkahi istri dgn nafkah halal. Halal pula yg dikonsumsi janinnya. Ketika anak sejak di dlm kandungan hingga lahir menjadi bayi & seterusnya cuma menyantap yg halal, insya-allah dia lebih mudah menjadi anak yg shalih. Lebih gampang dididik dgn budpekerti Islam.
Seperti apa kamu-sekalian nanti mencintai & memperlakukan janinmu ketika hamil juga dipengaruhi oleh laki-laki model apa yg menjadi suamimu. Jika dia shalih & penyayg, ia pun menyaygimu & janinmu. Mendukungmu membaca Qur’an untuk calon bayi dlm kandungan, bahkan dia pun turut tilawah sambil memegang perutmu. Hingga kelahiran tiba & hidup di alam konkret, bayi & anak-anaknya pun sudah biasa dgn Al Qur’an, ketimbang musik & nyanyian yg tak terperinci.
Saudariku, begitu banyak klarifikasi yg bisa kamu kembangkan atau kita lanjutkan di lain waktu. Bahwa pendidikan anak sejatinya dimulai semenjak kita menentukan jodoh. [Tim Redaksi Wargamasyarakatorg]