“Mengapa kamu-sekalian di sini?” tanya Umar bin Abdul Aziz dikala bertemu pembantunya di daerah pengambilan susu untuk rakyat miskin.
“Maaf Khalifah, saya se&g mengambilkan susu untuk istri antum. Beliau se&g ngidam susu. Orang ngidam kalau tak dipenuhi, janinnya mampu keguguran”
Umar bin Abdul Aziz secepatnya menemui istrinya. “Sayg… mengapa pembantumu mengambilkan susu jatah orang miskin? Demi Allah, seandainya janin kita tak inginmakan kecuali kuliner jatah rakyat, saya tak akan memberikannya.”
Fatimah mengerti apa yg dibilang suaminya. Ia pun mendukung pendirian teguh itu. Bahwa keluarga mereka yakni keluarga yg menjaga diri dari mengambil hak orang lain. Bahwa mereka hanya memberikan masakan yg halal kepada seluruh anggota keluarga, utamanya keturunan mereka. Fatimah tahu benar, bahwa Umar bin Aziz bukan hanya menjauhi harta & masakan yg haram, bahkan khalifah rasyidah kelima itu juga menjauhi harta & kuliner yg syubhat.
Suatu hari ketika bayinya telah berusia kanak-kanak, Umar bin Abdul Aziz melihatnya menyantap sebuah apel. Betapa terkejutnya Umar bin Abdul Aziz, ternyata apel itu yakni milik perkebunan warga & sang anak tak menerima izin untuk memakannya. Umar bin Abdul Aziz kemudian menghentikan anaknya, bahkan beberapa gigitan apel yg sempat masuk ke mulut anak dikeluarkannya dgn ‘paksa.’ Ia tak ingin ada kuliner haram atau kuliner syubhat masuk ke perut keturunannya.
Sang anak yg sungguh menghendaki apel itu lalu menemui ibunya. Ia masih ingin makan buah apel, walau hanya suatu.
Beberapa dikala kemudian Umar bin Abdul Aziz pulang. Dilihatnya sang anak masih juga memegang buah apel. “Dari mana ia menerima buah itu? Apakah dari kawasan yg sama dgn tadi?” Umar bin Abdul Aziz memeriksa.
“Anak kita sangat ingin makan apel. Maka akupun membelikannya di pasar,” Fatimah menceritakan.
“Alhamdulillah…”
Demikianlah acuan parenting Umar bin Abdul Aziz. Dia yaitu khalifah yg zuhud & wara’, sekaligus orangtua yg menanamkan prinsip itu kepada anak-anaknya semenjak dini. Ia bukan hanya mempertahankan anaknya dari barang haram, beliau bahkan menghindarkan mereka dari barang-barang syubhat.
Apa yg dikonsumsi oleh anak, sesungguhnya berpengaruh dlm membentuk kepribadiannya. Makanan bukan cuma membentuk daging & menjadi darah, beliau juga membentuk budbahasa & mempengaruhi jiwa. Maka jika anak sudah didoakan menjadi shalih, sudah dididik dgn ilmu parenting terbaik, namun masih juga jauh dari etika mulia, maka hal pertama yg perlu diperiksa yaitu makanannya. Apakah ia dibesarkan dgn kuliner halal atau dibesarkan dgn kuliner syubhat & haram. Saat anak cuma menyantap masakan yg halal, dia akan gampang diajak & diarahkan kepada hal-hal yg halal. Namun jikalau anak terbiasa menyantap kuliner haram, beliau pun lebih tertarik kepada hal-hal yg haram. [Tim Redaksi Webmuslimah.com]