INSTRUMENTATION*
Ahd. Gozali / 088 16 2629
A. PENDAHULUAN
Metodologi penelitian pendididkan Islam salah satu mata kuliah pasca
yang harus disertai. Dan sangat penting sekali dalam menentukan sesuatu hasil yang akuntabel. Penelitian ialah sebuah alat yang cukup produktif dalam memgambil kesipulan dalam satu hal yang diharapkan .tetapi peranan instrument sungguh kuat sekali dalam mencari dan menerima info dan data. Semakin elok
sistem instrument yang kita pakai dalam melaksanakan observasi semakian baik kesannya. Hasil yang baik dan akuntabel akan kita peroleh kalau instumen yang kita pakai itu baik pula, tetapi bila instrumennya kuramng berkualitas maka hasinya juga kurang baik. Maka dalam hal ini penulis akan coba membahas ihwal instumen ini sebagai berikut ;
1. Pengertian instreumen
2. Langkah-langkah penyusunan instrument
3. Metode dan Intrumen Pengumpul Data
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian instreumen
Instrumen the whole process of collecting data is called instrumentation (Keseluruhan proses pengumpulan data disebutd instrumentasi)[1] ada lagi yang berkata Instrumen yakni alat bantu yang dipilih dan dipakai oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpukan data semoga kegiatan tersebut menjadi sistematis.[2] Instrumen Penelitian yang diartikan sebagai “alat Bantu ” ialah usulan yang mampu diwujudkan dalam benda, contohnya angket (questionnaire),daftar cocok (checklist), atau ajaran wawancara( interview guide atau interview schedule),lembar observasi atau bimbingan
Instrumen merupakan bagian kunci dalam suatu observasi. Mutu instrumen memilih kualitas data yang dipakai dalam observasi, sedangkan data merupakan dasar kebenaran empiris dari kesimpulan atau inovasi penelitian itu. Oleh alasannya itu, instrumen mesti dibuat sebaik-baiknya.
2. Langkah-langkah penyusunan instrument
Untuk membuat instrumen sebaik-baiknya ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan, yaitu Researcher Instruments, Subject Instruments and Information Instruments[3] (Instrumen Peneliti, Instrumen pokok dan sumber asli instrument) dan dapat dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan berikut, masalah apa yang mau diteliti itu ?
o Variabel -variabel apa yang tercakup dalam observasi itu?
o Instrumen apa yang paling sempurna untuk digunakan dalam menghimpun data atau mengukur setiap variabel itu
o Unsur- komponen apa yang harus dan dapat diukur dari setiap variabel itu?
o Bagaimana detail setiap unsur variabel itu?
o Bagaimana setiap rincian dari komponen itu diukur?
o Bagaimana semua ukuran itu dapat diliput di dalam sebuah perangkat instrumen yang bagus?
o Tolok ukur apakah yang harus dipenuhi oleh sebuah instrumen yang baik?
o Bagaimana mekanisme pengujian kualitas sebuah instrumen sesuai dengan persyaratan yang dimaksud?
o Bagaimana wujud perangkat akhir dari suatu instrumen yang baik itu?
Dalam mengukur suatu variabel penelitian, seorang peneliti mampu menyusun sendiri instrumen penelitian, akan namun dalam-hal tertentu peneliti dapat memakai instrumen yang sudah ada. Instrumen yang telah ada itu dapat berbentukinstrumen yang baku atau instrumen yang telah dipakai dalam penelitian sebelumnya. Instrumen yang ada itu dapat pula merupakan instrumen yang disusun menurut suasana sosial budaya dan bahasa ajaib.[4] Maka langkah-langkah yang harus kita tempuh dalam membuat instrument ada dua :
1. Instumen yang Dibuat Sendiri
Instrumen yang dibuat sendiri ini perlu menyanggupi beberapa hal selaku berikut:
a.Perumusan Masalah penelitian
b. Penemuan Variabel Penelitian
c. Penentuan Instrumen yang akan Digunakan
d.Menjabarkan Bagan Setiap Variabel
e. Penyusunan Kisi-kisi Instrumen setiap Variabel
f. Penulisan Butir-butir Instrumen
g. Kaji Ulang Butir-Butir Instrumen
h. Penyusunan Perangkat Sementara
i. Uji Coba Perangkat Instrumen
j. Perbaikan instrument
k. Penetapan Perangkat selesai
Untuk memahami hal-hal diatas kita akan coba uraikan secara sederhana sebagai berikut .
a.Perumusan duduk perkara Penelitian
Instumen penelitian tidaklah dapat disusun,kalau peneliti belum memiliki, menguasai dan mengerti gambaran yang jelas mengenai duduk perkara yang akan diteliti. Maka dari itu peneliti harus merumuskan dilema terlebih dahulu perihal objek penelitiannya. Sehingga terlihat apa dan bagaimana gambarannya . Misalnya peneliti mendapat kesan bahwa pelaksanaan kurikulum KTSP belum berlangsung dengan baik pada Madrasah Tsanawiyah Canduang sesuai dengan harapan yang sebenarnya. Maka peneliti menyederhanakan dahulu ruang penelaahannya terhadap pelaksnaan sosialisasi KTSP oleh kepala sekolah terhadap guru-gurunya. Pada akhirnya beliau bermaksud menelaah faktor-faktor apa yang secara dominant mensugesti peenerapan kurikulum KTSP di sekolah MTs Candung tersebut.
Dalam ha ini peneliti merumuskan dilema penelitiannya selaku berikut : Sampai tingkat manakah gres sosialisasi KTSP oleh kepala sekolah kepada guru-gurunya dan bagaiman kepedulian guru dan kariyawan terhadap pentingnya KTSP dalam pencapaian proses pendidikan.
b. Penemuan Variabel Penelitian
Apabila dilema pokok telah dirumuskan dengan baik, maka langkah selanjutnya adalah memperoleh variable-variabel yang tercakup dalam observasi itu. Dari acuan yang ditemukan diatas mampu dikemungkakan beberapa variable sebagai berikut:
1) Tingkat kesiapan perangkat kurikulum KTSP oleh kepala Sekolah
2) Tingkat kesiapan perangkat kurikulum KTSP oleh guru
3) Tingkat kesiapan perangkat kurikulum KTSP Sekolah
4) Latar belakang kepala Sekolah
5) Latar belakang guru
c. Penentuan Instrumen yang akan Digunakan.
Apabila sudah terperinci variabel mana yang akan diukur, maka langkah selanjutnya adalah memilih dan memilih jenis Instrumen apa yang akan dipakai untuk mengukur variabel itu.
d.Menjabarkan Bagan Setiap Variabel
Untuk menyusun instrument, pengukur setiap variabel, peneliti perlu menjabarkan berdiri setiap variabel yang bersangkutan. Dalam hal ini setiap variabel dianalisis menjadi unsur-komponen yang harus dan mampu diukur.
e. Penyusunan Kisi-kisi Instrumen setiap Variabel
Apabila bangkit setiap variabel sudah dijabarkan, maka langkah berikutnya ialah menyusun kisi-kisi instrument setiap variabel yang dimaksud. Kisi-kisi itu yaitu rangkuman desain penyusunan butir-butir instrument sesuai dengan bangkit setiap variabel yang mau diukur. Untuk instrument pengukur perilaku siswa, contohnya.
f. Penulisan Butir-butir Instrumen
Setelah diketahui secara khusus hal-hal apa yang harus diukur, yakni lewat kisi-kisi, maka langkah selanjutnya yakni menulis butir-butir instrument yang diharapkan. Butir-butir instrument tersebut diusahakan sebanyak-banyaknya alasannya pada tahap selanjutnya butir-butir itu akan dipilih, mana-mana yang paling baik.
g. Kaji Ulang Butir-Butir Instrumen
Butir-butir yang sudah disusun itu lalu dikaji ulang biar mutunya lebih baik. Kaji ulang ini mula-mula dilaksanakan oleh peneliti sendiri. Setelah kaji ulang oleh peneliti yang bersangkutan, seharusnya diberikan terhadap beberapa orang yang ialah ahli dalam bidang yang bersangkutan dengan variabel itu untuk dikaji ulang. Dengan demikian kaji ulang itu akan lebih objektif.
h. Penyusunan Perangkat Sementara
Apabila butir-butir instrument itu sudah siap, maka berikutnya butir-butir itu ditata dalam bentuk perangkat sementara, dilengkapi dengan petunjuk pengerjaannya.
i. Uji Coba Perangkat Instrumen
Perangkat sementara yang sudah ditata itu lalu diuji coba dengan maksud sebagai berikut:
1) Mengetahui apakah instrumen itu mampu diadministrasikan dengan gampang. hal ini dijalankan dengan pengamatan.
2) Untuk mengenali apakah setiap butir itu mampu dibaca dan diketahui oleh subjek observasi.
3) Mengetahui ketepatan dari instrument yang dimaksud (Validitas Instrumen itu). Untuk menguji validitas dijalankan dua langkah, yakni (1) uji ketepatan ukur (validitas setiap butir), dengan jalan menganalisis butir, (2) uji ketepatan ukur seluruh perangkat instrument.
4) Mengetahui ketetapan ukur (relibilitas) instrument. Dalam hal ini diuji apakah instrument itu memiliki ketetapan atau kemantapan balasan, bila instrument itu dijalankan oleh orang yang serupa dalam waktu yang berlainan.
j.Perbaikan Instrumen
Berdasarkan hasil uji coba kepada perangkat sementara, maka dijalankan perbaikan. Perbaikan dilaksanakan terhadap petunjuk pembuatan dan butir-butir yang ternyata tidak baik.
k.Penetapan Perangkat akhir
Apabila telah siap seluruh perbaikan, maka buti-butir itu telah siap pula untuk ditata menjadi perangkat tamat. Perangakat itu mencakup : (a). Petunjuk pengerjaan,(b).Perangkat butir soal yang berbentukdaftar pernyataan atau pertanyaan ,(c) Cara penafsiran.[5]
2. Penyaduran Instrumen Baku
Langkah-langkah penyaduran instrument baku yang dikembangkan dalam bahasa dan situasi sosial budaya ajaib yakni dengan cara :
a. Penelaahan instrument asli dengan mempelajari bimbingan lazim intrumen dan butir-butir instrument
b. Penerjemahan setiap butir instrument kedalam bahasa Indonesia oleh dua orang atau lebih secara terpisah
c. Kemudian hasil terjemahan itu dikumpul oleh orang yang lebih hebat dan dipadukan alhasil
d. Penerjemahan kembali kedalam bahasa aslinya, hal ini dilaksanakan untuk mengetahui kebenaran penerjemahan tadi
e. Perbaikan butir instrument jika dibutuhkan
f. Uji pengertian terhadap butir instrument
g. Uji validitas instrumen
h. Uji reabilitas instrumen[6]
C.Metode dan Intrumen Pengumpul Data
1. Metode Pengumpul data yaitu cara-cara yang mampu dipakai oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Yang masuk kedalam tata cara yaitu ; angket (questionnaire), wawancara atau interviu (interview), observasi (observation),ujian atau tes (test), dokumentasi (documentation), dan lain sebagainya.
2 . instrumen pengumpulan data yaitu alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya menghimpun data biar aktivitas tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya.
“Instrumen penelitian” yang diartikan sebagai “alat bantu” ialah sarana yang mampu diwujudkan dalam benda, contohnya angket (questionnaire), daftar cocok (checklist) atau anutan wawancara (interview guide atau interview schedule), lembar pengamatan (observation atau observation schedule) soal tes yang adakala hanya disebut dengan “tes” saja, invertori (invertory), skala (scala), dan lain sebagainya.
CONTOH TABEL PASANGAN METODE DAN INSTRUMEN
NO
|
JENIS METODE
|
JENIS INSTRUMEN
|
|
1
|
Angket(questionnatre)
|
Angket(questionnatre)
Daftar cocok(checklist)
Skala(scala)Inventori(inventory)
|
|
2
|
Wawancara (interview)
|
Pedoman wawancara (interviewquede)
Daftar cocok (checklist)
|
|
3
|
Pengamatan/pengamatan(observation)
|
Lembar observasi,panduan pengam atan panduan observasi(observation sheet, observation schedule) dafatr cocok (checklist)
|
|
4
|
Ujian atau tes
|
Soal cobaan,soal tes
|
|
5
|
Dokumentasi
|
Daftar cocok(Checkist) Tabel[7]
|
Jenis-jenis instrument dan metode yang digunakan dalam memngumpulkan data ialah selaku berikut :
1.Skala (scale)
Skala menunjuk pada suatu instrument pengumpul data yang bentuknya seperti daftar cocok tetapi alternatif yang ditawarkan merupakan sesuatu yang berjenjang. Skala banyak digunakan untuk mengukur aspek-faktor kepribadian atau aspek kejiwaan lainnya.
Contoh
Kita ingin mengungkapkan bagaimana seseorang mempunyai sesuatu kebiasaan . Alternatif yang diajukan berbentukprekwensi orang tersebut dalam melakukan aktivitas. Gradasi frekuensi dibagi atas ( Selalu, sering,jarang dan tidak pernah). Skala yang diberikan terhadap responden adalah selaku berikut
No
|
Jenis kegiatan di rumah
|
selalu
|
sering
|
jarang
|
tidak pernah
|
1
2
3
4
5
6
|
Bagun sebelum jam 5 pagi
Menyiapkan makan pagi
Membersihkan rumah
Mencuci pakaian sendiri
Mencuci perabot rumah
mensterika busana sendiri
|
Maka peneliti mampu menciptakan pariabel dengan memperbesar rentangan menjadi empat tingkatan yaitu :
No
|
selalu
|
sering
|
jarang
|
tidak pernah
|
1
|
Baik sekali
|
baik
|
cukup
|
kurang/jelek
|
Macam-macam skala
Berbagai macam skala sikap yang dapat dipakai untuk observasi Administrasi, Pendidikan dan Sosial antara lain ialah:
a. Skala Likert
b. Skala model thurstone
c. Skala Guttman
d. Rating Scale
e. Semantic Deferential
Ke empat jenis skala tersebut jikalau digunakan dalam pengukuran, akan menerima data interval, atau rasio. Hal ini akan tergantung pada bidang yang mau diukur.
a.Skala Likert
Skala Likert dipakai untuk mengukur perilaku, pendapat, dan pandangan seseorang atau sekelompok orang ihwal fenomena sosial. Dalam observasi, fenomena sosial ini sudah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut selaku variabel observasi.
Dengan skala Likert, maka variabel yang mau diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan selaku titik tolak untuk menyusun item-item instrument yang mampu berupa pernyataan atau pernyataan.
Jawaban setiap item intrumen yang menggunakan skala Likert memiliki gradasi dari sangat nyata hingga sangat negative, yang mampu berupa kata-kata antara lain. Dengan skala ini responden diminta menceklis pada salah satu dari lima kemunkinan balasan yang tersedia. Seperti ; sangat baiklah, baiklah, tidak pasti, tidak baiklah , dan sungguh tidak oke[8]
b.Skala model thurstone
Skala model thurstone responden diminta untuk menyatakan ” baiklah ” atau “tidak oke” terhadap sederetan pernyataan mengenai objek perilaku[9]. Contohnya seorang peneliti ingin mengenali perilaku para dosen ihwal pemisahan kantor dosen wanita dengan dosen pria. Atau pemisahan ruangan mencar ilmu santriwan dengan santriwati.
c..Skala Guttmam
Skala guttmam ialah semacam anutan wawancara atau kuesioner yang dimaksudkan juga untuk mengungkapkan perilaku. Contohnya .Peneliti ingin mengetahui perilaku responden kepada acuan atau cara guru memberikan hukuman terhadap siswa yang sering terlambat tiba kesekolah.
d..Rating scale
Rating scale ialah data mentah yang sudah terkumpul atau diperoleh dari responden yang menjawab berdasarkan senang atau tidak senang. Setuju atau tidak setuju. kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.Oleh karena itu acuan ini agak lebih fleksibel. Skala ini juga dipakai untuk mengukur status sosial ekonomi, kelembagaan,wawasan dankemapuan.
e.Semantic Deferential (perbedaan semantic)
Dengan instrument ini responden dimintak menentukan peringkat kepada objek sikap diantara dua kutub kata sifat yang bertentangan misalnya : “baik-baik”, “berguna-tidak berguna.[10] Misalnya kita ingin mengetahui sikap responden tentang teladan hidup suku bangsa yang ada si Indonesia. Dalam mengungkap sikap ini butir pernyataan dipecah-pecah sehingga diperoleh tiap-tiap sifat secara rinci, contohnya keramahannya,spontanitasnya, kejujurannya,keuletannya,keterkunannya, kebersihananya keterbukaanya. Contoh;
Terbuka tertutup
Jawa ————- ———–
Sunda ————– ———–
Minang ————– ———–
2.Interview (wawancara)
Wawancara digunakan selaku teknik pengumpulan data jika peneliti ingin melaksanakan studi pendahuluan untuk menemukan problem yang mesti diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan perihal diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau iktikad eksklusif. Sutrisna Hadi (1986) mengemukakan bahwa fikiran yang perlu dipegang oleh peneliti dalam memakai metode interview dan juga kuesioner (angket) adalah sebagai berikut:
1. Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.
2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek terhadap peneliti adalah benar dan dapat diandalkan.
3. Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.
Wawancara dapat dikerjakan secara teratur maupun tidak terencana, dan mampu dikerjakan melalui tatap tampang (face to face) maupun dengan menggunakan telepon.
a. Wawancara Terstruktur
Wawancara teratur dipakai selaku teknik pengumpulan data, kalau peneliti atau kolektordata telah mengenali dengan pasti tentang info apa yang hendak diperoleh. Oleh karena itu dalam melaksanakan wawancara, kolektordata sudah merencanakan instrument observasi berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternative jawabannya pun sudah disiapkan. Dengan wawancara teratur ini setiap responden diberi pertanyaan yang serupa, dan pengumpul data mencatatnya. Dengan wawancara teratur ini pula, pengumpulan data mampu menggunakan beberapa pewawancara selaku pengumpul data. Supaya setiap pewawancara memiliki kemampuan yang serupa, maka diperlukan pembinaan terhadap calon pewawancara.
Dalam melaksanakan wawancara, selain harus menjinjing instrument selaku pemikiran untuk wawancara, maka pengumpul data juga mampu memakai alat bantu mirip tape recorder, gambar, brosur dan material lain yang dapat menolong pelaksanaan wawancara menjadi lancer. Peneliti bidang penbangunan misalnya, jika akan melakukan observasi untuk mengenali respon masyarakat terhadap aneka macam pembangunan yang sudah diarahkan untuk memajukan kesejahteraan penduduk , maka perlu menenteng fota-foto atau brosur ihwal berbagai jenis pembangunan yang telah dilakukan. Misalnya pembangunan gedung sekolah, bendungan untuk pengairan sawah-sawah, pembangunan pembangkit tenaga listrik dan lain-lain.
Berikut ini diberikan pola wawancara terencana, wacana tanggapan penduduk terhadap aneka macam pelayanan pemerintah Kabupaten tertentu yang diberikan kepada penduduk . Pewawancara melingkari salah satu tanggapan yang diberikan responden.
1. Bagaimanakah jawaban Bapak/Ibu terhadap pelayanan pendidikan di Kabupaten ini?
a. Sangat Bagus
b. Bagus
c. Tidak Bagus
d. Sangat Tidak Bagus
2. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan bidang kesehatan di Kabupaten ini?
a. Sangat Bagus
b. Bagus
c. Tidak Bagus
d. Sangat Tidak Bagus
3. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu kepada pelayanan bidang trasportasi Kabupaten ini?
a. Sangat Jelek
b. Jelek
c. Bagus
d. Sangat Bagus
4. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan urusan KTP Kabupaten ini?
a. Bagus Sekali
b. Bagus
c. Jelek
d. Sangat Jelek
5. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan penerangan jalan di Kabupaten ini?
a. Sangat Baik
b. Baik
c. Tidak Baik
d. Sangat Tidak Baik
6. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu kepada pelayanan jalan masuk air di Kabupaten ini?
a. Sangat Jelek
b. Jelek
c. Bagus
d. Sangat Bagus
7 Bagaimanakah balasan Bapak/Ibu terhadap pelayanan bidang keamanan di Kabupaten ini?
a. Sangat Bagus
b. Bagus
c. Jelek
d. Jelek Sekali
8. Bagaimanakah balasan Bapak/Ibu kepada pelayanan bidang fasilitas dan prasarana jalan di Kabupaten ini?
a. Sangat Baik
b. Baik
c. Jelek
d. Sangat Jelek
9. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu kepada pelayanan rekreasi di Kabupaten ini?
a. Sangat Memuaskan
b. Memuaskan
c. Tidak Memuaskan
d. Sangat Tidak Memuaskan
10. Bagaimanakah jawaban Bapak/Ibu terhadap pelayanan air minum di Kabupaten ini?
a. Sangat Bagus
b. Bagus
c. Jelek
d. Sangat Jelek
b.Wawancara Tidak Terstruktur
Wawancara tidak teratur, yakni wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan fatwa wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan cuma berupa garis-garis besar problem yang akan ditanyakan.[11]
Contoh:
Bagaimanakah usulan Bapak/Ibu kepada kebijakan pemerintah terhadap Perguruan Tinggi Berbadan Hukum? Dan bagaimana potensi penduduk miskin dalam memperoleh pendidikan tinggi yang berkualitas?
Wawancara tidak terencana atau terbuka, sering dipakai dalam observasi pendahuluan atau malahan untuk observasi yang lebih mendalam ihwal responden. Pada penelitian pendahuluan, peneliti berusaha mendapatkan info permulaan ihwal berbagai info atau masalah yang ada pada obyek, sehingga peneliti dapat memilih secara niscaya urusan atau variabel apa yang harus diteliti. Untuk menerima citra problem yang lebih lengkap, maka peneliti perlu melaksanakan wawancara terhadap fihak-fihak yang mewakili berbagai tingkatan yang ada dalam obyek. Misalnya akan melaksanakan observasi ihwal iklim kerja perusahaan, maka dapat dikerjakan wawancara dengan pekerja tingkat bawah, supervisor, dan manajer.
Untuk menerima informasi yang lebih dalam ihwal responden, maka peneliti mampu juga menggunakan wawancara tidak terorganisir. Misalnya seseorang yang dicurigai selaku penjahat, maka peneliti akan melaksanakan wawancara tidak teratur secara mendalam, sampai diperoleh informasi bahwa orang tersebut penjahat atau bukan.
Dalam wawancara tidak terorganisir, peneliti belum mengenali secara pasti data apa yang hendak diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceriterakan oleh responden. Berdasarkan analisis terhadap setiap balasan dari responden tersebut, maka peneliti mampu mengajukan berbagai pertanyaan selanjutnya yang lebih terarah pada satu tujuan. Dalam melakukan wawancara peneliti dapat menggunakan cara “berputar-putar baru menukik” artinya pada permulaan wawancara, yang dibicarakan yaitu hal-hal yang tidak terkait dengan tujuan, dan jika sudah terbuka peluang untuk menanyakan sesuatu yang menjadi tujuan, maka secepatnya ditanyakan.
Wawancara baik yang dilakukan dengan face to face maupun yang memakai pesawat telepon, akan senantiasa terjadi kontak pribadi, oleh sebab itu pewawancara perlu mengerti situasi dan keadaan sehingga mampu memilih waktu yang sempurna kapan dan dimana mesti melaksanakan wawancara. Pada dikala responden sibuk bekerja, sedang memiliki persoalan berat, sedang mulai istirahat, sedang tidak sehat, atau sedang murka, maka harus hati-hati dalam melaksanakan wawancara. Kalau dipaksakan wawancara dalam keadaan seperti itu, maka akan menghasilkan data yang tidak valid dan akurat.
Bila responden yang hendak diwawancarai telah ditentukan penduduknya, maka semestinya sebelum melakukan wawancara pewawancara minta waktu apalagi dahulu, kapan dan dimana bisa melakukan wawancara. Dengan cara ini, maka suasana wawancara akan lebih baik, sehingga data yang diperoleh akan lebih lengkap dan valid.
Informasi atau data yang diperoleh dari wawancara sering bias. Bias yakni menyimpang dari yang seharusnya, sehingga dapat dinyatakan data tersebut subyektif dan tidak akurat.[12] Kebiasaan data ini akan tergantung pada pewawancara, yang diwawancarai (responden) dan situasi dan kondisi pada dikala wawancara. Pewawancara yang tidak dalam posisi netral, contohnya ada maksud tertentu, diberi sponsor akan memberikan interpretasi data yang berbeda dengan apa yang disampaikan oleh responden. Responden akan memberi data yang bias, bila responden tidak dapat menangkap dengan jelas apa yang ditanyakan peneliti atau pewawancara. Oleh alasannya adalah itu peneliti jangan menunjukkan pertanyaan yang bias. Selanjutnya suasana dan kondisi mirip yang sudah dikemukakan di atas, sungguh mempengaruhi proses wawancara, yang pada akhirnya juga akan mensugesti validitas data.
3.Kuesioner (Angket)
Angket adalah merupakan daftar pertanyaan yang diberikan terhadap orang lain dengan maksud supaya orang yang diberi tersebut bersedia menawarkan respons sesuai dengan usul pengguna. Orang yang kita kehendaki mau memberikan respons itu disebut dengan responden.[13].Menurut cara menunjukkan respons, angket dibedakan menjadi dua jenis ialah : angket terbuka (angket yang dihidangkan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden mampu menawarkan isian sesuai dengan hasratdan keadaannya) dan angket tertutup (angket yang disuguhkan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden tinggal memperlihatkan tanda centang (ceklis) pada kolom atau daerah yang tepat.
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dikerjakan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis terhadap responden untuk dijawabnya. Kuesioner ialah teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang mau diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Selain itu, kuesioner juga cocok digunakan jikalau jumlah responden cukup besar dan tersebar di daerah yang luas. Kuesioner dapat berupa pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka, mampu diberikan kepada responden secara pribadi atau dikirim melalui pos, atau internet.
Bila penelitian dijalankan pada lingkup yang tidak terlampau luas, sehingga kuesioner dapat diantarkan eksklusif dalam waktu tidak terlampau lama, maka pengantaran angket terhadap responden tidak perlu lewat pos. Dengan adanya kontak pribadi antara peneliti dengan responden akan membuat suatu keadaan yang cukup baik, sehingga responden dengan sukarela akan memperlihatkan data obyektif dan cepat.
Uma Sekaran (1992) mengemukakan beberapa prinsip dalam penulisan angket selaku teknik pengumpulan data yaitu: prinsip penulisan, pengukuran, dan penampilan fisik.
a. Prinsip Penulisan Angket:
Prinsip ini menyangkut beberapa faktor yakni: isi dan tujuan pertanyaan, bahasa yang digunakan gampang, pertanyaan tertutup terbuka-negatif faktual, pertanyaan tidak mendua, tidak menanyakan hal-hal yang telah lupa, pertanyaan tidak mengarahkan, panjang pertanyaan, dan urutan pertanyaan.
1).Isi dan tujuan Pertanyaan
Yang dimaksud disini yakni, apakah isi pertanyaan tersebut ialah bentuk pengukuran bukan? Kalau berupa pengukuran, maka dalam membuat pertanyaan harus teliti, setiap pertanyaan mesti disusun dalam skala pengukuran dan jumlah itemnya memadai untuk mengukur variabel yang diteliti.
2).Bahasa yang digunakan
Bahasa yang digunakan dalam penulisan kuesioner (angket) harus diubahsuaikan dengan kemampuan berbahasa responden. Kalau sekiranya responden tidak mampu berbahasa Indonesia. Kaprikornus bahasa yang dipakai dalam angket harus memperhatikan jenjang pendidikan responden, keadaan sosial budaya, dan “frame of reference” dari responden.
3).Tipe dan Bentuk Pertanyaan
Tipe pertanyaan dalam angket dapat terbuka atau tertutup,(bila dalam wawancara: teratur dan tidak terstruktur) dan bentuknya dapat memakai kalimat positif atau negative.
Pertanyaan terbuka, yakni pertanyaan yang menginginkan responden untuk menuliskan jawabannya berbentuk uraian tentang sesuatu hal. Contoh: bagaimanakah jawaban anda kepada iklan-iklan di TV saat ini? Sebaliknya pertanyaan tertutup, yaitu pertanyaan yang mengharapkan tanggapan singkat atau menginginkan responden untuk menentukan salah satu alternative tanggapan dari setiap pertanyaan yang sudah tersedia. Setiap pertanyaan angket yang menginginkan jawaban berupa data nominal, ordinal, interval, dan ratio, yakni bentuk pertanyaan tertutup.
Pertanyaan tertutup akan membantu responden untuk menjawab dengan segera, dan juga membuat lebih mudah peneliti dalam melakukan analisis data kepada seluruh angket yang sudah terkumpul. Pertanyaan/pernyataan dalam angket perlu dibuat kalimat konkret dan negative supaya responden dalam memberikan jawaban setiap pertanyaan lebih serius, dan tidak mekanistis.
4).Pertanyaan tidak mendua
Setiap pertanyaan dalam angket jangan mendua (doblebarreled) sehingga menyulitkan responden untuk memperlihatkan balasan.
Contoh:
Bagaimana pertimbangan anda ihwal kualitas dan relevansi pendidikan ketika ini? Ini adalah pertanyaan yang mendua, alasannya adalah menanyakan perihal dua hal sekaligus, adalah mutu dan relevansi. Sebaiknya pertanyaan tersebut dijadikan menjadi dua yaitu: bagaimanakah kualitas pendidikan? Bagaimanakah relevansi pendidikan?
5).Tidak menanyakan yang telah lupa
Setiap pertanyaan dalam instrument angket, seharusnya juga tidak menanyakan hal-hal yang sekiranya responden telah lupa, atau pertanyaan yang memerlukan jawaban dengan berfikir berat.
Contoh:
Bagaimanakah kualitas pendidikan sekarang jika daripada 30 tahun yang kemudian? Menurut anda, bagaimanakah cara menangani krisis ekonomi saat ini?(kecuali observasi yang mengharapkan usulan para jago). Kalau contohnya umur responden yang diberi angket baru 25 tahun, dan pendidikannya rendah, maka akan sukar menawarkan balasan.
6.Pertanyaan tidak menggiring
Pertanyaan dalam angket seharusnya juga tidak menggiring ke tanggapan yang baik saja atau ke yang buruk saja. Misalnya: Bagaimanakah prestasi belajar anda selama di sekolah dulu? Jawaban responden pasti cenderung akan menyatakan baik. Bagaimanakah prestasi kerja anda selama setahun terakhir?jawabannya akan cenderung baik.
7).Panjang Pertanyaan
Pertanyaan dalam angket seharusnya tidak terlalu panjang, sehingga akan menciptakan bosan responden dalam mengisi. Bila jumlah variabel banyak, sehingga membutuhkan instrument yang banyak, maka instrument tersebut dibentuk bermacam-macam dalam penampilan, model skala pengukuran yang dipakai, dan cara mengisinya. Disarankan empiric jumlah pertanyaan yang memadai adalah antara 20 s/d 30 pertanyaan.
8). Urutan Pertanyaan
Urutan pertanyaan dalam angket, dimulai dari yang umum menuju ke hal yang spesifik, atau dari yang gampang menuju ke hal yang sulit, atau diacak. Hal ini perlu dipertimbangkan alasannya adalah secara psikhologis akan menghipnotis semangat responden untuk menjawab. Kalau pada mulanya sudah diberi pertanyaan yang merepotkan, atau yang spesifik, maka responden akan patah semangat untuk mengisi angket yang sudah mereka terima. Urutan pertanyaan yang diacak perlu dibuat jikalau tingkat kematangan responden kepada persoalan yang ditanyakan sudah tinggi.
9)Prinsip Pengukuran
Angket yang diberikan terhadap responden yakni ialah instrument observasi, yang digunakan untuk mengukur variabel yang mau diteliti. Oleh alasannya itu instrument angket tersebut mesti dapat dipakai untuk mendapatkan data yang valid dan reliable perihal variabel yang diukur. Supaya diperoleh data penelitian yang valid dan reliable, maka sebelum instrument angket tersebut diberikan pada responden, maka perlu diuji validitas dan reliabilitasnya apalagi dahulu. Instrumen yang tidak valid dan reliable jikalau dipakai untuk menghimpun data, akan menghasilkan data yang tidak valid dan reliable pula.
10).Penampilan Fisik Angket
Penampilan fisik angket selaku alat kolektordata akan mempengaruhi tanggapanatau kesungguhan responden dalam mengisi angket. Angket yang dibentuk di kertas buram, akan mendapat tanggapanyang kurang mempesona bagi responden, jika dibandingkan angket yang dicetak dalam kertas yang bagus dan berwarna. Tetapi angket yang dicetak di kertas yang anggun dan berwarna akan menjadi mahal.
4.Observasi
Observasi selaku teknik pengumpulan data memiliki ciri yang spesifik bila ketimbang teknik lainnya[14], ialah wawancara dan kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner senantiasa berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, namun juga obyek-obyek alam yang lain.
Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa, pengamatan merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari aneka macam proses biologis dan psikhologis. Dua diantara yang paling penting yakni proses-proses pengamatan dan ingatan.
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan jika, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, tanda-tanda-tanda-tanda alam dan jikalau responden yang diperhatikan tidak terlalu besar.
Kesimpulan :
1.Instrumen the whole process of collecting data is called instrumentation (Keseluruhan proses pengumpulan data disebutd instrumentasi)[15] ada lagi yang berkata Instrumen yakni alat bantu yang diseleksi dan dipakai oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpukan data semoga acara tersebut menjadi sistematis.[16] Instrumen Penelitian yang diartikan sebagai “alat Bantu ” ialah usulan yang mampu diwujudkan dalam benda
2.Langkah-langkah penyusunan Instrumen ialah dengan :
a.Perumusan Masalah observasi
b. Penemuan Variabel Penelitian
c. Penentuan Instrumen yang mau Digunakan
d.Menjabarkan Bagan Setiap Variabel
e. Penyusunan Kisi-kisi Instrumen setiap Variabel
f. Penulisan Butir-butir Instrumen
g. Kaji Ulang Butir-Butir Instrumen
h. Penyusunan Perangkat Sementara
i. Uji Coba Perangkat Instrumen
j. Perbaikan instrument
k. Penetapan Perangkat selesai
3. Metode dan Instrumen pengumpul data yaitu :cara yang mampu digunakan oleh peneliti untuk menghimpun data. Yang masuk kedalam metode ialah : angket( Questionnaire), wawancara atau interviu( interview), observasi (observation),cobaan atau tes, dokumentasi (Documentation)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto Suharsini, Manajemen Penelitian, Jakarta:PT RINEKA CIPTA,2005
Danim Sudarwan,Menjadi Peneliti Kualitatif,Bandung:CV PUSTAKA SETIA,2002
Jack R.Fraenkel and Norman E. Wallen, Haw to Design and Evaluate Research Singapore : Mc Graw-Hill Inc,1993
Sugiyono,Metode Penelitian Pendidikan,Bandung:ALFABETA,2007
Yousda Ine I Amirman, Penelitian dan Statistik Pendidikan,Jakarta:BUMI AKSARA, 1993
Zuriah Nurul,Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan,Jakarta:PT BUMI AKSARA,2006
[1] Jack R.Fraenkel and Norman E. Wallen, Haw to Design and Evaluate Research ( Singapore : Mc Graw-Hill Inc,1993),h.101
[4] Ine I.Amirman Yousda, Penelitian dan statistic Pendidikan ( Jakarta :Bumi Aksara,1993) cet. ke-1,h.53
[15] Jack R.Fraenkel and Norman E. Wallen, Haw to Design and Evaluate Research ( Singapore : Mc Graw-Hill Inc,1993),h.101