Asal Usul Karinding Alat Musik Tradisional Sunda

Asal Usul Karinding Alat Musik Tradisional Sunda  Asal Usul Karinding Alat Musik Tradisional Sunda
Jaman dahulu karinding dimainkan secara sendiri ditempat sepi 


Asal Usul Karinding
Karinding yakni salahsatu alat musik tradisional yang dibunyikan dengan cara dipukul dengan memanfaatkan jari telunjuk atau jari tengah serta verbal sebagai wadah gemanya (resonator).

Alat musik Karinding diketahui pula didaerah-tempat lain seperti di Jawa Tengah, karinding disebut dengan Rinding, di Bali disebut Genggong, di Sumba (NTT) disebut Dunga, Druri di Nias (Sumut) Vicon di Irian Jaya (Papua). Sedangkan dalam perumpamaan aneh (Inggris) waditra ini disebut dengan Jew’s harp (kecapi ekspresi).

Jaman dahulu Karinding dimainkan secara sendiri ditempat-tempat yang sepi oleh pria atau perempuan untuk menghibur diri. Misalnya oleh pengembala kerbau dll.

Karinding merupakan suatu alat musik yang mempunyai peranan penting dikalangan masyarakat tertentu, khususnya dikalangan kaula muda, sebagai media komunikasi saat mereka berkunjung kerumah salah seorang gadis yang diidamkannya.

Dirumah si gadis inilah mereka memainkan Karinding dengan maksud untuk menarik perhatian si-gadis tersebut. Jika si gadis tertarik dengan bunyi Karinding itu, diperlukan mampu mencintai si pemainnya. karinding ini biasanya dibentuk dari bahan sembilu bambu atau dari pelepah dahan nira/enau yang berupa empat persegi panjang.


Fungsi dan kegunaan Karinding dalam penyajiannya adalah sebagai pembawa alur lagu/melodi.


Cara membunyikan : Karinding didekatkan pada mulut, lalu dipukul dengan jari telunjuk, sedangkan rongga lisan menolong volume udara untuk mengendalikan nada-nada lagu yang dibawakannya.

Selain Karinding ada juga alat musik lain yang hampir sejenis, alat musik ini disebut Keprak yang dibuat dari materi bambu juga.

Perbedaan memainkan Keprak dengan Karinding ialah : Keprak dibunyikan dengan cara dipukul-pukulkan pada telapak tangan.

Cara pengerjaan Karinding :
adalah dengan cara memangkas sembilu bambu atau pelepah daun enau dengan ukuran tertentu. Setelah bahan tersebut dipotong lalu diraut untuk menciptakan lubang-lubang ditengah permukaan, serta lidah- pengecap yang berfungsi sebagai sumber bunyi.
Sumber: Waditra Mengenal Alat-Alat Kesenian Daerah Jawa Barat thn 1994 Oleh: Drs. Ubun Kubarsah R.  

  Kawasan Wisata Alam Bukit Keraton Bandung