Konsekuensi Dua Kalimat Syahadat

Rukun Islam yg pertama yakni mengucapkan dua kalimat syahadat, yaitu Asyhadu Alla Ilaha Illallah, Wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah (saya bersaksi bahwa tak ada Tuhan yg berhak disembah selain Allah, & gue bersaksi bahwa Muhammad ialah delegasi Allah).

Dua kalimat syahadat itu mempunyai konsekuensi tersendiri, yaitu diucapkan dgn lidah, dibenarkan oleh hati, & dipraktikkan dgn amal & perbuatan.

Di samping itu, seseorang yg telah mengucapkan dua kalimat syahadat harus menjauhi hal-hal yg dapat membatalkan kalimat tersebut yg mana mampu berpengaruh pada keimanannya.

Adapun terkait konsekuensi kalimat syahadat ini Syaikh Shalih Al-Fauzan pernah ditanya,

“Syahadat “La Ilaha illallah” yaitu kunci masuk agama Islam & pondasinya yg paling fundamental, apakah seseorang dgn mengucapkannya saja tanpa bederma bisa dikategorikan selaku orang Islam?

Di samping itu, apakah agama samawi (langit) selain Islam diturunkan dgn menenteng kalimat mirip ini?”

Syaikh menjawab sebagai berikut:

Barangsiapa yg mengucapkan kalimat syahadat Asyhadu Alla Ilaha Illallah, Wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah dinyatakan bahwa ia sudah masuk Islam & haram darahnya (tidak boleh dibunuh).

Jika seseorang mengamalkan konsekuensinya dengan-cara lahir & batin maka ia yaitu seorang muslim yg hakiki & menerima kesenangan dunia & darul baka.

Jika ia mengamalkan konsekuensinya dengan-cara lahir saja, maka ia dikatakan muslim dengan-cara zhahir saja. ia diperlakukan selayaknya orang muslim, tetapi dengan-cara batin dia ialah orang munafik, & cuma Allah yg akan melaksanakan hisab atas dirinya.

Jika beliau tak melakukan konsekuensi dr kalimat La Ilaha illallah, sekadar mengucapkannya saja, atau melaksanakan tindakan yg berlawanan dgn kalimat ini, maka ia disebut dgn orang murtad, dia akan diperlakukan sepatutnya orang-orang murtad.

  Ketika Muslim Membela Penista Agama

Jika ia melaksanakan sebagian dr konsekuensinya & meninggalkan sebagian yg lain, maka dlm keadaan mirip ini perlu dilihat dahulu.

Jika sesuatu yang beliau lewati itu mampu menyebabkan kemurtadan tatkala ditinggalkan, maka beliau dieksekusi selaku orang murtad, mirip meninggalkan shalat dgn sengaja, atau melaksanakan sebuah ibadah untuk selain Allah.

Jika apa yg ditinggalkannya itu tak menyebabkan kemurtadan, maka beliau disebut mukmin yg kurang imannya sesuai dgn apa yg dia tinggalkan, mirip para pelaku dosa selain dosa syirik.

Hukum yg terang ini ada dlm syariat-syariat agama samawi sebelum Islam.”

Demikian dikutip dr Kitab Durus Al-Am karya Syaikh Abdul Malik Al-Qasim.

[Abu Syafiq/Wargamasyarakat]