Setelah Abu Darda masuk Islam, ia pun bertekad hendak memburu ketinggalannya dgn benar-benar sekalipun ia berpayah-payah siang & malam, hingga tersusul orang-orang yg telah berangkat lebih dulu.
Sebagai orang yg gres masuk Islam, ia berpaling pada ibadah & menetapkan relevansinya dgn dunia; mencurahkan perhatian pada ilmu seperti orang kehausan, mempelajari Quran dgn tekun & menghafal ayat-ayat, serta menggali pengertiannya hingga dalam.
Tatkala dirasakannya perdagangannya terusik & merintanginya untuk beribadat & menghadiri majelis-majelis ilmu, maka ditinggalkannya perusahaanya tanpa tidak yakin & tanpa menyesal.
Berkenaan dgn sikapnya yg tegas itu, orang pernah mengajukan pertanyaan kepadanya. Maka, dijawabnya, “Sebelum masa Rasulullah, aku menjadi seorang pedagang. Maka, setelah masuk Islam, aku ingin menggabungkan berjualan untuk beribadat. Demi Allah, yg jiwa Abu Darda dlm kuasa-Nya, saya akan menggaji penjaga pintu masjid biar aku tak luput salat berjamaah, kemudian saya berjual beli & berlaba setiap hari 300 dinar.” Kemudian, aku menengok pada si penanya & berkata, “Saya tak mengatakan, Allah Ta’ala mengharamkan berniaga. Tetapi saya ingin menjadi pedagang, jikalau perdagangan & jual beli tak menganggu saya untuk dzikrullah (berzikir).”
Abu Darda tak meninggalkan perdagangan sama sekali. ia hanya sekadar meninggalkan dunia dgn segala aksesori & kemegahannya. Baginya sudah cukup sesuap nasi sekadar untuk menguatkan tubuh, & sehelai pakaian garang untuk menutupi tubuh.
Pada sebuah malam yg sungguh dingin, suatu jamaah bermalam di rumahnya. Abu Darda menyuguhi mereka masakan hangat, tetapi tak memberinya selimut. Tatkala hendak tidur, mereka mempertanyakan selimut.
Seorang di antaranya berkata, “Biarlah saya tanyakan pada Abu Darda.”
Kata yg lain, “Tidak perlu!”
Tetapi, orang yg seorang itu menolak saran orang yg tak sepakat. ia terus pergi ke kamar Abu Darda. Sampai di wajah pintu dilihatnya Abu Darda berbaring, & istrinya duduk di sampingnya. Mereka berdua cuma menggunakan busana tipis yg tak mungkin melindungi mereka dr kedinginan.
Orang itu mengajukan pertanyaan pada Abu Darda, “Saya menyaksikan Anda sama dgn kami, tengah malam sedingin ini tanpa selimut. Ke mana saja kekayaan & harta benda Anda?”
Jawab Abu Darda, “Kami mempunyai rumah di kampung sana. Harta benda kami langsung kami kirimkan ke sana setiap kami peroleh. Seandainya masih ada yg tinggal di sini (berbentukselimut), tentu sudah kami berikan pada tuan-tuan. Di samping itu, jalan ke tempat tinggal kami yg baru itu susah & mendaki. Karena itu, menenteng barang seringan mungkin lebih baik ketimbang membawa barang yg berat-berat. Kami memang sengaja meringankan beban kami biar gampang dibawa”.
Kemudian Abu Darda mengajukan pertanyaan pada orang itu, “Pahamkah Anda?”
Jawab orang itu, “Ya, saya memahami.”